❄️BAB 17❄️

2.7K 391 512
                                    

Jangan lupa vote & komen disetiap paragraf, biar semangat('∩。• ᵕ •。∩')

Minta tandain kalo ada typo, ya!
❄️❄️❄️

Setengah jam dihabiskan untuk bermain hujan-hujanan, keduanya memutuskan untuk berteduh karena tubuh sudah mulai menggigil kedinginan.

Theo mengusap wajahnya yang basah, lalu menoleh pada Meta yang ternyata sedang menatapnya dengan mata melotot.

"Kenapa?" Tanya Theo sambil berganti menggosok rambutnya.

Meta mengerjapkan mata, seakan tersadar. "Kamu ganteng," sahutnya kemudian sambil tersenyum salah tingkah.

Theo geleng kepala. Kedua tangannya terulur untuk mengusap seluruh wajah Meta yang masih basah, membuat gadis itu makin salah tingkah dibuatnya.

"Iyo."

Theo berdehem.

"Aku makin sayang deh jadinya, kalo kamu perlakuin aku kaya gini."

Theo menatap mata Meta yang berbinar-binar senang, kemudian menyahut. "Oh." Sambil mengalihkan pandangan keberbagai arah.

Meta mencebik. "Oh doang nihhh?"

Theo mengangguk-angguk saja, membuat gadis itu mengerucutkan bibir dan menggerutu. "Gak peka banget sih jadi cowok."

"Sorry." Theo meraih tangan Meta, lalu menarik tubuh gadis itu agar masuk kedalam pelukannya.

Meta melongo. "Kamu kenapa siiih?" Rengeknya karena tidak kuat dengan semua perlakuan manis Theo yang membuatnya ketar-ketir.

"Biar gak kedinginan," sahut Theo kalem.

"Sikap kamu yang begini bikin aku gugup dan deg-degan tau." Meta balas melingkarkan kedua tangannya dipinggang Theo. "Karena biasanya aku yang suka agresif duluan sama kamu, bukan sebaliknya gini," lanjutnya kemudian.

"Gak suka?" Tanya Theo.

"Suka, banget." Meta mencicit pelan. Membuat Theo mengelus kepalanya dan mencium rambut gadis dipelukannya ini dengan lembut.

❄️❄️❄️

Keesokan harinya, Theo dibuat heran karena tidak melihat sedikitpun tanda-tanda keberadaan Meta disekitarnya.

"Yo, tumben-tumbenan si Meta kaga ngintilin lo?" Agler pun penasaran dibuatnya.

Theo mengedikkan bahu tanda tidak tahu.

"Apa dia nyerah karena lo cuekin terus-terusan, ya?" Tebak Agler sambil bertopang dagu.

Theo mengernyit tidak suka, lalu menggeleng pelan. Membuat Agler berdecak.

"Napa sih? Ngomong Yo, ngomong. Gak bayar juga kalo lo membuka suara," kata Agler sewot.

"Sebagai sahabat, harusnya lo udah terbiasa sama karakter Theo, Ler." Sagara yang baru saja menutup buku catatannya, membuka suara.

"Terbiasa sih, tapi kadang gue suka terheran-heran. Kenapa didunia ini ada orang yang males banget buat sekedar ngomong doang," sahut Agler.

Ivan tertawa kecil. "Ivan kadang juga heran. Kenapa didunia ini ada orang yang gak bisa diam kaya Agler."

Agler mendelik. "Lo ya---"

Tanpa mendengar lebih lanjut celotehan tidak jelas Agler, Theo langsung bangkit dari tempatnya duduk ketika melihat Ara dan Acha baru saja melewati kelasnya.

"Meta mana?" Theo langsung bertanya saat tiba didepan kedua gadis itu.

Acha menerjap, sedangkan Ara bersembunyi dibelakang punggung Acha karena takut dengan Theo. "Meta hari ini gak masuk karena sakit." Acha yang menyahut.

Theo tercekat mendengar informasi tersebut. Apa karena hujan-hujanan kemarin?

"... Thank's." Mengusap wajah dengan kasar, Theo langsung berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Acha yang kini memasang wajah sendu dan Ara yang menghela napas lega.

❄️❄️❄️

Setelah sampai parkiran, Theo langsung melajukan motor besarnya menuju rumah Meta dengan kecepatan tinggi. Setelah sampai dalam waktu yang terhitung singkat, dia langsung mengetuk pintu rumah Meta dengan tidak sabaran.

Ceklek

"Eh? Iy---"

Meta tidak dapat melanjutkan perkataannya ketika tubuhnya ditarik begitu saja hingga menubruk dada Theo.

"Aduh, Iyo... Sakit jidat aku," ringis Meta sambil menggeliat karena pinggangnya juga terasa sakit dipeluk erat oleh kedua tangan besar Theo.

"Maaf," kata Theo sambil membuka mata dan menghembuskan napas lega.

"Kamu kenapa panik gitu mukanya?" Tanya Meta setelah Theo melepaskan pelukannya.

Theo mencubit pipi halus Meta dengan pelan, seakan memeriksa bahwa gadis didepannya benar-benar nyata. "Sakit apa?" Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya.

"Meriang doang," sahut Meta ringan sambil menuntun tubuh Theo agar masuk kedalam rumah.

"Ini belum jam pulang sekolah, bolos kamu?" Tanya Meta setelah keduanya sudah duduk disofa.

"Iya."

"Kenapa?" Tanya Meta dengan mata mengerling genit.

Theo mengangkat sebelah alis tidak mengerti.

"Kenapa sikap kamu beda akhir-akhir ini? Kaya lebih... Perhatian? Seakan-akan kamu tuh udah balas perasaan aku," perjelas Meta dengan sejelas-jelasnya.

"Gue gak tahu," jawab Theo setelah beberapa saat diam.

Meta menghela napas. "Kamu gak tau gimana perasaan kamu ke aku?"

Theo mengangguk.

"Gini, deh. Aku tanya. Kamu rela gak kalo aku sama orang lain dan pergi ninggalin kamu selamanya? Gak akan ada lagi Meta yang bawain bekal buat kamu, godain kamu, buat emosi kamu, dan ngerecokin kamu kemana-mana setiap hari? Kamu rela kalo aku ciuman sam---"

Meta terdiam ketika Theo mengecup bibirnya kilat. Meta juga hanya bisa diam ketika Theo menyelipkan kedua tangan diketiaknya dan mengangkat tubuh kecilnya untuk duduk dipangkuan cowok itu.

"Kamu... kenapa sih?" Gumam Meta heran pada Theo yang wajahnya kini sudah menempel pada ceruk lehernya tanpa berkata apa apa.

-
-
-
TBC

Yaampun, berapa abad aku tidak up? Maaf banget yaaa aku lagi kehabisan ide. Terimakasih banyak buat yang masih mau nunggu dan membaca cerita abal abalku🙈

Maaf banget pendek, nanti part selanjutnya ya buat yang mau tau gimana respon Theo, gimana perasaan nih cowok ke Meta? Wkwkwk

200 vote + 500 komen buat next yaaaw🧸

200 vote + 500 komen buat next yaaaw🧸

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.
METHEODove le storie prendono vita. Scoprilo ora