❄️BAB 22❄️

2.8K 344 563
                                    

Jangan lupa vote & komen disetiap paragraf, biar semangat('∩。• ᵕ •。∩')

Minta tandain kalo ada typo, ya!
❄️❄️❄️

Meta memutuskan untuk liburan ke Bandung selama seminggu.

Saat meminta izin, awalnya Theo melarang keras, tapi setelah dibujuk berulang kali dengan alasan ingin menenangkan diri sejenak, pacarnya itu mengizinkan meskipun dengan berat hati.

Dalam waktu seminggu itu, Meta menghabiskan harinya dengan tenang sambil berpikir jernih masalah terkait Theo.

Dan hari ini adalah waktunya Meta pulang.

Setibanya di bandara, dia langsung berjalan menuju kafe terdekat karena Theo sudah menunggunya disana.

"Eh, mau kemana?" Tanya Meta saat dirinya baru saja duduk, tapi Theo malah bangkit dari kursi.

"Mobil, kangen." Setelah berbicara dengan wajah datar seperti itu, Theo berjalan begitu saja menuju parkiran.

Meta melongo selama beberapa detik, kemudian berdecak. "Punya pacar gitu amat sih gue," gerutunya sambil berlalu menyusul Theo.

"Kenapa gak dari tadi aja sih kamu nunggu di mobil, nanti suruh aku nyusul gitu?" Tanya Meta yang kini menyusul dibelakang Theo.

Theo hanya mengedikkan bahu acuh.

"Gak jelas banget," gumam Meta.

Sesampainya diparkiran, Meta membuka pintu mobil lalu masuk. Baru saja duduk, tubuhnya langsung diangkat oleh Theo lalu di dudukkan pada pangkuan cowok itu sambil seluruh wajahnya dihujami kecupan berulang kali.

Membuat Meta terkikik dan mengalungkan kedua tangannya pada leher Theo.

"Udah ih, aku mau ngomong serius!" Seru Meta saat Theo tidak juga berhenti dari aksinya.

"Masih kangen," sahut Theo sambil ganti memeluk dan menelusup kan wajahnya pada ceruk leher Meta yang menguarkan wangi vanilla.

Meta menghela napas pasrah. Biarkan dulu sebentar seperti ini, karena dirinya juga kangen.

❄️❄️❄️

Setelah puas kangen-kangenan. Meta dan Theo memutuskan untuk membahas kelanjutan masalah kemarin sambil duduk berhadap-hadapan dengan tetap berada didalam mobil sambil memasang wajah serius.

"Aku udah gak marah. Jadi, tolong lanjutin soal masalah kemarin, jujur semua tentang diri kamu ke aku," kata Meta memulai.

Theo menatap Meta lekat. "Soal Acha kemarin... Aku---"

"Oh itu." Meta menelan ludah. "Kamu boleh cium Acha, itu wajar karena dia saudara kandung kamu. Tapi bisa gak jangan dibibir? Kalian udah sama-sama dewasa, menurutku itu terlalu intim. Aku mohon ubah kebiasaan itu," katanya lembut.

"Aku usahain," sahut Theo setelah berpikir beberapa waktu.

Whatever his girlfriend wants.

"Makasih." Meta tersenyum. "Terus? Ada lagi?"

Theo mengangguk sambil membasahi bibir dengan lidah. "Aku... Mengidap penyakit Borderline Personality Disorder," katanya to the point.

Yang membuat Meta terkesikap. Dia langsung merogoh ponsel lalu membuka Google untuk mencari artikel tentang penyakit yang disebut oleh pacarnya itu.

Borderlins personaliry disorder (BPD) adalah penyakit mental serius yang ditandai dengan perasaan, mood, dan perilaku yang tidak menentu. Pasien biasanya memiliki masalah dengan emosi dan pikiran; kadang, mereka memiliki sifat pemarah yang menyebabkan hubungan yang tidak stabil.

"A-aku... Gak pernah liat ciri-ciri itu dalam diri kamu selama ini." Meta berucap dengan kaku.

Theo menunduk. "Karena aku gak mau ada yang tau, ini hidupku. Itu pemikiranku sebelum ada kamu."

"Dan kenapa baru sekarang kamu jujur?"

"Takut kamu ninggalin aku."

"Gimana cara kamu hadapi dan ngendaliin penyakit itu?"

Meta lebih khawatir dengan keadaan Theo dari pada kecewa pada fakta bahwa pacarnya selama ini menyembunyikan hal sepenting itu darinya.

"Dengan nyakitin diri sendiri," jawab Theo.

"Jadi, sering kali aku liat tangan kamu dibebat bukan karena latihan bela diri, tapi karena penyakit itu? Kamu mukul tangan kamu sendiri ke benda mati, iya?"

Theo mengangguk. "Maaf," ucapnya pelan.

Meta tersenyum getir. "Aku mau kamu berobat," putusnya kemudian dengan nada tegas.

Theo menggeleng. "Aku---"

"POKOKNYA AKU MAU KAMU BEROBAT, THEO!" Teriak Meta yang mulai mengeluarkan air mata.

Theo menyentuh kedua pundak Meta. "Meta, dengerin dulu---"

"Nggak! Aku gak mau dengerin apapun alasan dari kamu. Aku mau kamu sembuh, aku sedih baru tau sekarang apa yang kamu derita dan sesakit apa yang kamu rasain selama ini... " Lirih Meta sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.

"Aku gak papa asal ada kamu disamping---"

"Dengerin aku!" Meta menghembuskan napas gemetar, lalu mengambil tangan Theo yang ada di bahunya dan menggenggamnya. "Jangan bahas soal kita dulu. ini soal kesehatan kamu. Kalo kamu kaya gini trus, gimana bisa kita terus sama-sama sampai tua nanti, Iyo? Tubuh kamu gak bakal mampu kalo dibiarin gitu aja. Tolong sayangi tubuh kamu, jangan anggap sepele kesehatan karena itu penting dan mahal."

Theo menatap Meta lekat.

Meta menangkup wajah Theo, lalu mengecup keningnya. "Aku mohon, kamu berobat ya? Ayo kita terus sama-sama dengan waktu yang lama."

"Aku gak mau jauh dari kamu... Aku bakal disuruh tinggal diluar negeri selama berobat." Theo berkata dengan nada lemah.

"Pasti bisa, aku bisa, kamu bisa, kita bisa LDR."

"Gak mau."

Meta memicingkan mata. "Jangan keras kepala."

"Kamu ikut aku?"

Meta berdecak. "Nggak bisa, keluargaku gak akan kasih izin. Aku juga harus lanjutin pendidikan disini."

Theo menghembuskan napas berat. "Aku cacat, kamu bakal ninggalin aku."

"Enggak bakal, karena aku cinta sama kamu. Itu mutlak." Meta berkata tegas.

"Kita bakal jauh, dan---"

"Kamu kenapa jadi overthinking gini sih, Iyooo? Aku gak akan jadi kayak yang ada dipikiran kamu. Aku bakal selalu nunggu kamu. Jangan lupa, aku yang tergila-gila sama kamu sejak dulu bahkan sampai sekarang dan seterusnya meskipun dimakan jarak dan waktu."

Mereka berdua lupa, bahwa masih ada Tuhan yang maha membolak balikkan hati manusia.

-
-
-
TBC

Aku usahakan mereka mempunyai konflik yang ringan. Itu mereka sifatnya masih labil ya, jadi pikirannya pendek si Theo🤭

Tetep up meskipun vote ga sampe target mumpung ada ideee

Makasih banyak buat yang masih nunggu Metheo up yaa, udab vote dan komen yg banyak. Love sekebon pokoknya<⁠(⁠ ̄⁠︶⁠ ̄⁠)⁠>

300 vote + 500 komen buat next lagi yaaaw🧸

METHEOWhere stories live. Discover now