- Satu -

33.5K 2.1K 52
                                    

tw/ suicide, rape, bullying






Ia bergerak gelisah, ingin membuka mata, tapi tidak bisa. Seakan-akan matanya ditahan agar terus tertutup. Setelah berhasil membuka matanya, ia terkejut dengan beberapa orang asing yang sudah mengitarinya, menatapnya dengan penuh kecemasan.

Ini bukan kamarnya, kamarnya tidak sebesar ini. Menatap lagi ke orang-orang tersebut, dengan pakaian-pakaian yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Aroma manis dan juga maskulin tiba-tiba berputar menelisik indera penciumannya.

Ini di mana? Bukannya kemarin...






Flashback

Gelak tawa menggema dari segala penjuru sekolah, entah itu bangunan bagian bawah ataupun bangunan bagian atas. Sedangkan si penyebab tawa itu, kini duduk bersimpuh di tengah bangunan, di lapangan biasa tempat bermain basket. Kepalanya terus menunduk, tubuhnya basah, lengket, dan kotor.

Tepung putih yang sudah bercampur dengan air kotor, menyelimuti tubuh ringkih lelaki muda itu. Air mata juga sudah mengalir membasahi wajahnya yang putih karena tepung, meninggalkan jejak mengerikan di pipinya.

Tidak ada satu pun orang yang berniat untuk menolongnya, bahkan guru-guru pun enggan untuk menghentikan ulah murid-muridnya itu. Mereka hanya berdiri di depan ruang guru yang memang ada di sudut lapangan, mereka hanya memandang kasihan ke arah murid malangnya itu.

Beberapa orang sebenarnya ada yang iba, tapi mereka cukup takut untuk ikut campur atau pun berurusan dengan salah satu kelompok perusuh yang paling ditakuti di sekolahnya.

"Aku sudah pernah berkata, jangan ada siapa pun yang berani menyentuh milikku!" sahut Jimin sambil menarik dagu si lelaki dengan ujung sepatunya. Ia tidak ingin menyentuh kotoran itu dengan tangannya.

Lelaki itu hanya menatap si gadis dengan mata merahnya, ia sudah tidak punya kekuatan untuk sekedar merespon perkataannya barusan.

Sesungguhnya, ia pun tak tahu mengapa dirinya dibilang perebut miliknya. Ia memang sering di ganggu oleh beberapa anak di sekolah itu. Sejak pertama kali dirinya menginjakkan kaki di sana, semua orang sudah menjauhinya. Cap sebagai anak yang tinggal di panti asuhan, sudah melekat pada dirinya sejak dulu.

Akan tetapi, untuk Yu Jimin, ia benar-benar tidak tahu di mana salahnya. Ia tidak tahu siapa 'miliknya' yang dimaksud tadi, tidak ada satu nama pun yang melintas di pikirannya saat ini.

"Aku peringatkan sekali lagi padamu! Dan kepada semuanya!" Ia mulai berseru memandang orang-orang yang sedang melihat pertunjukkan gratis ini. "Jangan pernah ada yang pernah menyentuh milikku! Kalau kalian tidak mau nasib kalian seperti dirinya!" Ia menunjuk lelaki yang masih bersimpuh di bawahnya.

Setelah mengatakan hal tersebut, ia dan tiga anteknya langsung berjalan menjauh. Orang-orang pun membubarkan diri mereka, kembali ke kelas ataupun ke tempat yang mereka ingin kunjungi. Meninggalkan lelaki muda itu sendiri di tengah lapangan.

Ia menarik napasnya dalam, sekujur tubuhnya memang sakit akibat beberapa pukulan yang ia terima tadi, sebelum mereka mengakhiri dengan mengguyur tubuhnya dengan tepung dan air.

Ketika ia ingin bangun, ia melihat ada sepasang sepatu yang kini berdiri di hadapannya. Ia mendongakkan kepalanya dan melihat seorang laki-laki mungil di hadapannya.

Huang Renjun. 

Ia tahu siapa yang berdiri di hadapannya ini, tanpa harus melihat nama yang bertenger di dada kirinya. Mereka tidak pernah berinteraksi, tapi ia tahu kalau laki-laki di hadapannya ini bukanlah orang jahat, karena tidak pernah sekalipun Renjun menjahilinya.

Descendants De La Lune || Nomin [Omegaverse] ✔️Where stories live. Discover now