EXTRA CHAPTER 2

7.1K 495 11
                                    

"Aku bukannya tak ingin bersamamu, tapi bisakah kita tidak terlihat bersama ketika berada di sekolah?" pinta Renjun ketika mereka ada di dalam mobil, yang akan membawa mereka ke sekolah.

Jaemin mengangkat bahunya acuh. "Tidak masalah. Bisakah kau menurunkanku di sana?" tanya Jaemin sambil menunjuk halte yang memang tidak terlalu jauh dari sekolahnya.

"Tapi kita belum sampai sekolah."

"Kau yang bilang tak ingin terlihat bersamaku, kalau kita turun dari mobil yang sama, bukankah artinya kita BERSAMA?" Jaemin mengatakan dengan penekanan untuk kata terakhirnya.

Renjun menghela napas panjang, sepertinya ia benar-benar akan sakit kepala dengan perubahan sikap Jaemin yang beda dari biasanya ini. Tak ada Jaemin yang pendiam, menunduk sambil memainkan jari, atau yang berbicara dengan suara kecil.

Renjun memberi instruksi kepada supirnya, untuk berhenti di tempat yang Jaemin maksud. Dengan tersenyum, pemuda itu melambaikan tangan dan keluar dari mobil Renjun.

Jaemin melihat mobil Renjun yang perlahan menjauh darinya. Ia akhirnya membawa kakinya untuk melangkah ke arah yang sama. Ia memakai memori yang Jaemin punya untuk bisa sampai di sekolah.

Ya, tanpa ia sadari, ia bisa melihat memori-memori yang Jaemin miliki. Ia tahu di mana kelasnya, ia tahu apa yang sedang ia pelajari, seakan-akan ia memang empunya tubuh dan kehidupan ini.

Jaemin heran ketika melihat orang-orang yang kini menatapnya dengan tatapan aneh, membuat Jaemin tidak nyaman dengan keadaan itu.

Ia menyusuri lorong untuk menuju ke kelasnya. Kalau tidak salah, kelasnya ada di ujung sana. Dengan penuh riang, ia berjalan sambil tersenyum ke arah orang-orang yang berjalan tak acuh melewatinya.

Apa yang sebenarnya kau alami, Jaemin?


***



Bel istirahat telah berbunyi, pengajar yang sedari tadi membuatnya bosan juga sudah mengakhiri pelajarannya dan keluar dari kelas.

Beberapa anak sudah berhamburan untuk keluar dari kelas, Jaemin yang tak peduli, memilih untuk merebahkan kepalanya di atas meja.

Kepalanya sedikit sakit akibat mengikuti pelajaran yang tidak ia mengerti, ia selalu benci dengan hitung-hitungan dan tadi ia harus belajar tentang itu.

Belum lama ia memejamkan mata, tiba-tiba ia mendengar suara ribut di kelasnya. Jaemin tak menghiraukan sama sekali, sampai akhirnya ia merasakan meja yang menjadi tempat untuk kepalanya bergeser dengan kasar.

Jaemin menghela napasnya kasar, ia menegakkan duduknya, dan menatap empat orang perempuan yang ada di hadapannya kini.

Ia menyunggingkan senyumnya, karena ia tahu siapa orang yang ada di hadapannya. Jaemin ingat kalau mereka adalah salah satu alasan dirinya terjun ke sungai untuk mengakhiri hidupnya.

"Kau, belum mati?" tanya gadis yang Jaemin tahu bernama Yu Jimin itu.

Jaemin menyilangkan kedua tangannya, tatapannya lekat menatap gadis itu dengan tatapan meremehkan.

Oh, jangan pernah bermain-main seperti ini dengannya, ini adalah salah satu kelebihannya dari dulu, apalagi sewaktu di Arroz dulu.

"Menurutmu?"

Terdengar napas tercekat orang-orang yang ada di ruang kelas itu, makin tak percaya dengan sikap berbeda Jaemin.

"Yak, berani kau dengan kami?" tanya Minjeong sambil mendorong sedikit keras kening Jaemin.

Jaemin menepis kasar tangan Minjeong, membuat gadis itu sedikit menjeriit karena tangannya sakit.

Jaemin bangkit dari duduknya, masih dengan wajah tanpa rasa takut, ia menatap nyalang satu persatu gadis di hadapannya itu.

Descendants De La Lune || Nomin [Omegaverse] ✔️Where stories live. Discover now