4. Aku, kamu, dia

322 44 7
                                    

Lama tak bersua, rindukan kalian padaku? 🥺

Adakah yang masih nunggu cerita ini up? 🥹🥹

***

Di sebuah ruangan VIP sebuah restoran, keheningan mendadak tercipta. Padahal, sebelumnya ruangan itu ramai oleh suara obrolan dan gelak tawa Melody dan Benly, yang terus saja bercanda selama mereka bertukar kabar saat mereka menikmati hidangan makan siang yang mereka pesan.

Dan keheningan itu terjadi, tak lama setelah Christ ikut angkat suara—tepat setelah mereka selesai menikmati hidangan. Dimana Christ akhirnya mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui Benly hari ini.

Selama Christ mengutarakan maksud dan tujuannya, tentulah Melody langsung diam. Tak ingin ikut campur, serta memberikan kesempatan bagi Christ untuk menyelesaikan ucapannya.

Sedangkan Benly, terlihat sekali kalau dia terkejut bukan main. Wajah shock-nya sama sekali tidak bisa disembunyikan. Kulit wajahnya yang putih bersih, terlihat sangat pucat saat ini.

Dan mungkin, saking terkejutnya, Benly seperti kehilangan kata-kata. Tak sanggup berbicara sepatah katapun. Entah itu hanya untuk sekadar memberikan tanggapan, apalagi komentar atas apa yang Christ ungkapkan sebelumnya.

Menyadari keterkejutan di wajah adiknya, setelah menyelesaikan penuturannya, Christ ikut diam. Seolah memberikan waktu pada adiknya untuk bisa mengerti dan memahami situasi yang Christ ceritakan dengan kepala dingin.

Waktu terus bergulir, dan keheningan masih saja tercipta. Karena baik Melody, Benly apalagi Christ, tak kunjung membuka suara lagi guna memecahkan keheningan yang sudah sekian lama terjadi.

Mereka seolah sibuk dengan dunia, dan pikiran mereka masing-masing.

Entah sudah berapa lama keheningan itu berlalu, ketika Benly tiba-tiba saja tertawa. Tertawa kering lebih tepatnya. Dan tawa kering Benly pulalah yang akhirnya memecahkan keheningan, serta membuat Christ maupun Melody mengangkat kepala. Untuk melihat Benly yang masih terus memaksakan tawa keringnya.

"Koh," panggilnya, disela tawa. "Kokoh lagi becanda, kan?" tanyanya lagi. "Sumpah," Benly menggelengkan kepalanya, "Akting Kokoh keren banget," timpalnya, sembari mengangkat kedua ibu jarinya. "Saking kerennya, aku hampir aja percaya untuk beberapa sa—"

"Siapa bilang aku lagi bercanda?" sela Christ. Dengan raut wajah dan nada suara yang masih tenang. Seolah dia tidak baru saja menuturkan hal yang akan sanggup membuat keluarganya gempar.

Tawa kering Benly perlahan memelan, dengan raut wajah yang kembali terlihat pucat pasi. Hingga akhirnya, tawa itu benar-benar hilang meninggalkan raut tegang di wajahnya. "Koh—"

"Sejak kapan aku bisa bercanda untuk masalah serius, dan sekrusial ini?" potong Christ lagi. Nadanya memang masih terdengar kalem, namun tidak dengan sorot matanya yang memancarkan kesungguhan dan keseriusan di sana.

"Tapi gimana—" Benly mendadak meraup wajahnya dengan satu tangan, terlihat jelas kefrustasian di wajahnya. "—Kokoh punya anak?" timpalnya, diakhiri gelengan kepala. Terlihat masih sulit sekali percaya. "Dan anaknya udah berumur lebih dari dua puluh tahun???" decaknya dramatis. "Siapa pula yang bakal percaya—"

"Tapi emang kenyataannya begitu—"

"Koh, bisa aja itu anak orang lain, kan?" potong Benly gusar. "Ibunya sengaja ngaku-ngaku biar Kokoh tanggung jawab. Banyak, kan, yang kaya gitu di luaran sana—"

"Ben," Melody yang sedari tadi hanya diam mendengarkan mendadak ikut bicara. "Anaknya mirip banget sama Kokoh kamu—"

"Kalau cuma mirip bukan jadi patokan, Ce." sergah Benly keras kepala. Nada suaranya pun mulai ikut meninggi.

Sinners (Season II)Where stories live. Discover now