12. Kisah serupa

309 61 20
                                    

Halo, lama tak bersua karena kesibukan aku yang gak jelas 🤧

Kemarin gak sempat nulis cerita baru karena rumahku lagi berantakan alias renovasi. Terus, aku juga belum nemu sudut yang nyaman dan pas buat ngetik di rumah yang sekarang. Jadi, moodnya muncul dan tenggelem 😬

Adakah yang masih nunggu cerita ini update setelah sekian purnama? 🙋🏻‍♀️🥹

***

Sinners || 12. Kisah serupa

***

"Lain kali aja deh, Om." Tolak Alessio lagi untuk ke sekian kalinya di sambungan telepon dengan Damar sebagai lawan bicaranya. Karena Damar yang sedang berada diluar karena sebelumnya harus pergi ke suatu tempat untuk masalah pekerjaan, sengaja menghubungi Alessio berulang kali untuk mengajaknya pergi makan di salah satu restoran terkenal yang jaraknya lumayan jauh dari apartemen Damar, tempat dimana Alessio berada saat ini.

"Kamu yakin?" untuk ke sekian kalinya juga Damar bertanya. Guna meyakinkan sekali lagi. "Saya udah janji, loh, mau ngajak kamu makan buat rayain prestasi kamu di rumah sakit kemarin."

"Yakin," jawab Alessio segera, dengan ponsel yang masih menempel di telinga. "Aku sama Olivia kayaknya masih butuh istirahat setelah perjalanan jauh. Dan lagi, kami masih butuh istirahat cukup buat besok kami perjalanan pulang." jawab Alessio lagi. Tidak sepenuhnya bohong, karena pada kenyataannya, Alessio masih butuh istirahat setelah perjalanan dan kegiatannya bersama Olivia di studio. Juga, agar energinya pulih karena harus kembali mengemudi perjalanan jauh saat pulang nanti.

Walau jujur saja, memang masih ada alasan lain dibaliknya. Dimana, Alessio malas kalau harus pergi ke tempat-tempat dimana Ibunya—Diandra sering kali datang bersama dengan rekan bisnisnya. Restoran terkenal salah satunya.

Intinya, Alessio hanya ingin memperkecil kemungkinan dia bisa bertemu dengan Diandra. Dimana pun. Di tempat-tempat yang disinyalir biasa didatangi Diandra ataupun orang-orang yang mengenalnya.

"Kalau gak, gimana kalau kita makan di foodcourt bawah aja?" Damar yang masih belum menyerah, kembali memberikan usulan lain.

"Huh?"

"Di lantai dasar apartemen ada foodcourt. Makanannya juga gak kalah enak sama restoran yang sebelumnya saya usulkan."

Hening. Karena Alessio malah terdiam untuk beberapa saat. Bukan apa-apa, Alessio hanya sedang menimbang-nimpang usulan tempat yang kali ini Damar katakan.

"Cio?" panggil Damar lagi. Karena Alessio justru terdiam tak kunjung memberikan jawaban.

"Oke." Sahut Alessio akhirnya. Sepertinya, tidak ada salahnya kalau hanya makan di lantai dasar. Karena pikir Alessio, kecil kemungkinan seorang Diandra akan datang ke tempat makan seperti itu.

Di seberang sana, Damar terdengar menghela nafas lega. Karena setelah sekian lama membujuk Alessio, Alessio akhirnya mau menerima tawarannya. "Saya udah di jalan pulang. Mungkin sekitar tiga puluh menit lagi saya sampai. Jadi lebih baik kamu sama Olivia duluan aja ke sana buat cari meja. Karena jam segini, foodcourt biasanya ramai orang yang makan malam. Supaya pas saya datang, kita gak harus nyari-nyari tempat lagi."

"Oke." Sahut Alessio lagi. Sebelum akhirnya mengakhiri sambungan telepon.

Kalau boleh jujur, Alessio merasa beruntung, di tengah kesendiriannya sekarang, masih ada Damar yang memberikan perhatian padanya. Dan juga, mau menemani dan jadi tempatnya untuk pulang sebagai keluarga.

Keluarga?

Tiba-tiba saja Alessio tersenyum masam.

Apa masih pantas Alessio menyebut Damar keluarga?

Sinners (Season II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang