6. Kiss thief

337 50 6
                                    

Sinners II || 6. Kiss thief

***

"Le!!"

Alessio sontak menoleh ke belakang kala satu suara memanggilnya di sana. Dan setelah menoleh itulah Alessio bisa melihat kalau yang memanggil namanya tidak lain adalah Kai, yang kini terlihat berlari untuk menghampiri Alessio.

"Kamu udah mau pulang?" dengan nafas terengah sisa berlarian Kai bertanya, sesampainya dia pada Alessio yang kini berdiri tepat di ambang pintu IGD. Dan seharusnya Alessio sudah melewati pintu itu kalau saja Kai tidak memanggilnya.

"Hm," Alessio mengangguk. "Iya—"

"Bisa tolong bawain ini sekalian," potong Kai, mengulurkan beberapa obat yang dibungkus plastik bermerek rumah sakit dimana mereka menghabiskan waktu sehari-hari. "tolong kasih Mami. Soalnya aku masih harus dampingin dokter Indra operasi dan kemungkinan pulang malam."

"Ii sakit?" tanya Alessio saat mengambil plastik tersebut.

"Bukan," Kai menggeleng. "Tapi si Meimei." Koreksinya.

"Oliv?" ulang Alessio dengan kening berkerut.

"Hm," kali ini Kai mengangguk.

"Sakit apa?"

"Biasalah dia mah." Kai mengibaskan tangannya di udara. "Migrain dia kumat. Tapi seperti biasa juga, Mami yang bakal heboh kalau si Meimei migrainnya kumat, udah macam si Meimei sekarat aja." Decak Kai dramatis.

"Oh, migrain," Alessio mengangguk saja.

"Titip, ya, Le?" Kai menepuk bahu Alessio sekilas. "Sekalian tolong bilangin sama Mami kalau aku pulangnya maleman. Kalau gak dikasih tau, Mami bakal ngoceh."

***

"Lahdalah, Mei.. Mei, kamu tuh, ya, udah tau sincia gini banyak acara, belum lagi mau ke rumah Nainai kamu, kamu malah pake acara sakit segala." Untuk ke sekian kalinya, Vonny kembali menumpahkan omelannya saat membereskan kamar Olivia yang memang berantakan. "Udah tau Nainai kamu itu suka marah-marah gak jelas kalau salah satu cucunya gak datang ke sana apapun alasannya," timpal Vonny lagi.

"Mi, udah, dong, jangan ngomel mulu, pala Meimei makin nyut-nyutan ini denger Mami marah-marah terus." Olivia yang sedari tadi meringuk di atas ranjang dan sibuk memijiti pelipis kirinya yang berdenyut sakit sedari tadi, sontak menyahut dengan lesu. "Lagian, siapa sih yang mau sakit, Mi?"

"Gimana Mami gak ngomel? Kamu tuh gak bisa jaga badan baget! Udah tau kalau badan kamu itu gak bisa kecapeaan, apalagi kurang tidur. Lah, ini malah gak tidur-tidur selama beberapa hari Cuma gara-gara mikirin film—"

"Kok, Cuma sih, Mi?" potong Olivia sewot. "Film ini, tuh, masa depan karir anak Mami ini—"

"Heleh, kalau karir kamu Cuma bikin kamu sakit begini, mending kamu nyari karir lain aja—"

"Jadi dokter macam Cece sama Kokoh?" seobot Olivia cepat. "Ogah! Yang ada aku semaput tiap hari. Mami, kan, tau sendiri kalau tenaga medis itu waktunya gila-gilaan. Gak pernah bisa fleksibel. Makin gak bisa istirahat cukup aja aku. Liat aja tuh Cece, dia gak pulang-pulang. Terus si Kokoh saban hari udah kaya zombie karena keseringan gak tidur. Kalau aku jadi Kokoh, udah langsung pindah alam kali—"

"Huss! Ngomong kok gak pernah disaring lagi ini anak," Omel Vonny lagi. "Ya, kerjaan yang lain, kan, bisa. Gak mesti kaya Cece sama Kokoh kamu—"

"Tapi passion anak Mami ini di perfilman," sangah Olivia lagi.

"Passion, sih, passion. Kalau bikin sakit, ya, sama aja bohong—"

"Filmnya gak bikin sakit, Mamiiiiiii." Protes Olivia tak terima. Menahan denyut di kepalanya yang terasa semakin menjadi lantaran omelan Vonny yang tak kunjung selesai sedari tadi.

Sinners (Season II)Where stories live. Discover now