PROLOG

35 7 2
                                    

Malam ini terasa suram, entah mengapa rasanya tidak sama seperti malam-malam sebelumnya. Bagaimana tidak?

Jefri Kristiano yang biasanya tidak pernah merasa gundah tiba-tiba saja merasakan bahwa dirinya telah  diobrak-abrik. Ini semua karena seorang gadis bernama Mikaela Armano.

Dengan kesal Jefri menendang batu kerikil yang berada di depannya sambil berdecak.

"Kenapa gw harus nyaksiin semua itu di depan mata gw sendiri?" ucap Jefri bermolog.

Rasa kesal yang sudah mengonsumsi Jefri, tanpa sadar telah membawanya hingga ke taman asrama.

Jefri tahu bahwa melihat Reno—sahabatnya sendiri—menyatakan perasaannya kepada Mikaela bukanlah hal yang mengejutkan.

Fakta bahwa Mikaela akan menerima pernyataan cinta dari lelaki itu juga bukan di luar nalar.

Bagaimana tidak? Reno dan Mikaela sudah bersahabat sejak mereka berumur sembilan tahun, jauh sebelum Jefri mengenal gadis itu.

Jefri menghembuskan nafas gusar sambil menyingkap rambut dari dahinya, lalu ia duduk di kursi kayu yang ada di taman tersebut.

Matanya berlari kemana-mana dan tanpa sengaja Jefri melihat ada siluet perempuan bersurai panjang yang sedang duduk di rooftop asrama di mana murid dilarang untuk naik ke sana.

Awalnya ia mengira kalau itu hanya angan-angannya saja, atau mungkin itu hanya makhluk halus yang berusaha merusak momen galaunya, namun terlihat di sana bahwa ada asap yang terhembus.

Dengan rasa penasaran yang tinggi, Jefri pelan-pelan melangkah ke area belakang asrama, lalu menaiki tangga menuju rooftop.

Setelah sampai di atas Jefri dihadapkan oleh punggung seorang gadis dengan rambut panjang yang tergerai bebas, rambutnya sedikit berantakan, gadis itu mengenakan sweather berwarna coklat susu, dan celana Jeans berwarna hitam dengan satu batang rokok di jari jemarinya.

"Oi, ngapain lu nongkrong di sini. Gak takut kena omel?"

Dengan bodoh Jefri melontarkan pertanyaan yang jelas-jelas ia sudah tahu jawabannya, Jelas gadis itu tidak takut sama sekali.

Gadis itu terkekeh. "Emangnya lu juga gak takut kena omel kalo naik ke sini?"

Entah setan dari mana, Jefri melangkah menghampiri gadis itu, lalu duduk di sampingnya.

Gadis itu meliriknya dan mengeluarkan bungkus rokok yang tersisa satu batang.

Dengan ragu Jefri mengambil satu batang rokok itu, lalu meletakkannya di bibirnya.

"Korek?"

Kemudian gadis itu mengeluarkan korek api dari kantung jeans hitamnya.

Jefri sedikit terkejut, bagaimana gadis ini bisa lolos dari razia osis? Dirinya saja selalu tertangkap basah jika membawa satu batang rokok di kaus kakinya.

Jefri mengabaikan pikirannya, lalu menyalakan ujung rokok itu dan menghisapnya perlahan.

Hisap demi hisapan membawanya pada rasa ketenangan, ia tidak peduli jika akan ada satpam yang datang menyeret dirinya sampai ke lantai bawah.

Keheningan menghiasi suasana di antara mereka berdua, namun beberapa saat kemudian gadis itu melontarkan pertanyaan yang membuat Jefri mengernyit.

"Lu tau gak rasanya patah hati?"

Jefri menyingkarkan batang rokok itu dari bibirnya, lalu menelan kasar saliva-nya.

"Semua manusia itu pasti tau rasanya patah hati," jawab Jefri dengan datar.

Zona Teman Where stories live. Discover now