BAB 2

12 5 0
                                    

Lagi-lagi Jefri menemukan dirinya duduk di atas rooftop.

Jefri selalu duduk di rooftop setiap malam entah apa yang ia tunggu, tetapi ia suka berada di sini. Dirinya bisa menghirup udara segar.

Sudah seminggu sejak ia bercengkrama dengan Prianka di sini dan ia masih saja dihantui oleh keberadaan gadis itu.

Jefri tidak dapat berbohong bahwa dalam keramaian ia pasti selalu mencari-cari keberadaan Prianka, walaupun itu hanya rambutnya, segelintir wajahnya, punggungnya menurut Jefri itu adalah ekstra semangat untuk menjalani kegiatan sekolah yang membosankan.

Ketika Jefri sedang sibuk berkutat dengan pikiranya, ia tidak sadar bahwa pintu rooftop terbuka. Saat ada tangan di pundaknya, ia baru sadar bahwa Prianka berada di belakangnya.

"Ehh, Prianka. Kirain siapa," ujarnya terkejut.

Prianka tertawa. Mungkin itu adalah tawa terindah yang pernah Jefri dengar.

"Lagian sih lu ngelamun, jangan ngelamun nanti kesambet," ucap Prianka sambil memposisikan dirinya duduk di samping Jefri.

Jefri tersenyum, namun senyumnya memudar saat melihat mata Prianka yang sembab. "Lu kenapa?"

Air mata Prianka muncul kembali kepermukaan, lalu dengan cepat gadis itu menyeka air matanya, lalu menarik nafas panjang.

"Ya, gitu deh," ucap gadis itu dengan senyum terpaksa.

Jefri hendak bicara, namun secara tiba-tiba Prianka terisak sambil menutupi wajahnya. Dengan ragu Jefri menyentuh pundak gadis itu.

"Keluarin aja," ujar Jefri sambil mengelus lembut pundak Prianka.

Selang beberapa menit tangisan gadis itu mereda. Jefri menelan saliva-nya dengan kasar, lalu berkata, "kalo lu mau cerita, gw siap dengerin kok."

Prianka menghela nafas, lalu bercerita bahwa gadis itu baru saja mendapat kabar kalau kedua orang tuanya akan bercerai dan tentu saja gadis itu tidak bisa menerimanya. Akhirnya Prianka memutuskan untuk naik keatas sini.

"Sorry, Prianka, gw jadi ngebuat lu bahas ini."

"Gak apa-apa, lagian semuanya udah terjadi. Gw juga gak bisa mengubah keputusan orang tua gw."

Ketika hening menghiasi suasana, Jefri perlahan berkata, "gw juga dari dulu gak tau bokap gw siapa," ucapnya dengan lirih.

Akhirnya Jefri bercerita kepada Prianka bagaimana usaha Bundanya untuk bangkit kembali setelah kepergian Ayahnya.

Jefri kecil dulu sering bertanya kepada Bundanya, mengapa ia tidak memiliki sosok Ayah? Sedangkan teman-temannya di sekolah memilikinya. Bundanya hanya menjawab bahwa Ayahnya sudah pergi bersama yang lain.

"I'm sorry about your dad."

Jefri mengernyit. "Udah ah, kenapa jadi maaf-maafan gini."

"Ya, abis dari tadi ceritanya sedih mulu," ujar Prianka dengan bibir yang mengerucut.

"Ya udah sekarang ceritanya yang lain aja, how's your day?"

Lalu Prianka mulai bercerita bagaimana Pak Marvin—guru fisika—marah karena tidak ada satu pun murid yang mau maju kedepan untuk mengerjakan soal, kemudian bagaimana Prianka dikritik oleh guru ekskul renangnya karena gerakannya yang salah, dan bagaimana salah satu temannya yang bernama Pandu menukar jus mangganya dengan jus jeruk.

"Lu ekskul renang? Kalo gitu kapan-kapan gw nonton."

"Eh, jangan, Jefri, gw gak sejago itu. Entar lu ngeledekin gw lagi," ucap Prianka sambil bersedekap.

"Ya, gak apa-apa kan gw pengen ngeliat lu doang," ujar Jefri yang tidak sadar bahwa gadis di sampingnya sudah merona karena ucapannya.

Selama berjam-jam mereka bercengkrama di rooftop, tidak sadar jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Satpam pasti sudah berkeliaran di setiap sudut asrama.

"Eh, turun yuk. Nanti satpam nyangkanya kita macem-macem lagi," ujar Prianka.

Jefri pun menyetujui, lalu mereka berdua turun tangga perlahan, mencoba untuk tidak membuat suara. Namun saat mereka menginjak anak tangga terakhir, ada sinar senter yang menyeteri mereka.

"Heh, kalian berdua abis ngapain di atas?" Tanya satpam itu dengan nada menuduh.

"I-itu, Pak," ucap Jefri terbata-bata.

"Emangnya ada instruksi kalo disuruh naik keatas?"

"Saya sama Jefri gak ngapa-ngapain kok, Pak, cuma nyari angin malem doang. Suer," ucap Prianka dengan cengiran sambil mengangkat jarinya yang berbentuk 'V'.

"Ah, gak ada. Kalian pasti abis pacaran kan? Sekarang ikut saya ke ruang guru," ucap si satpam sambil menarik paksa mereka berdua.

Zona Teman Where stories live. Discover now