BAB 19

4 4 0
                                    

Beberapa jam yang lalu

"Oi, gw mau beli minum nih, ada mau nitip gak?" tanya Jefri kepada Reno dan Carel yang kini berada di dalam kolam renang.

"Je, gw nitip lemon tea," ujar Arkan yang sedang duduk di kursi santai.

"Gw soda deh. Ren, lu mau–" ucapan Carel terpotong saat lelaki itu melihat Reno yang kini sibuk mengetik dengan ponselnya di pinggir kolam.

Carel berdecak. "WOI!" pekik lelaki itu sambil mengibaskan air pada Reno.

"APAAN?" tanya Reno dengan kesal.

"Mau minum apa?" tanya Jefri lagi.

"Matcha latte," Ujar Reno, lalu kembali fokus pada ponselnya.

"Lu lagi ngechat siapa sih? Mikaela?"

Mendengar nama gadis itu, Jefri jadi mempunyai ide.

"Eh, Ren, bilangin coba ke grup yang ada cewe-cewe, suruh mereka dateng ke sini."

"Hah? Kata lu tadi ini waktunya cowo-cowo doang, Je," ucap Carel terheran-heran.

"Ya, anggep aja ini acara bonding buat kita-kita, lagian gw juga gak mau ada rasa canggung sama Mikaela gara-gara waktu itu."

Carel mengernyit. "Yakin si Mikaela masih mau dateng ke sini?"

"Mikaela udah gak apa-apa, tapi kalo nanti dia banyak diemnya jangan pada heran," sahut Reno

Jefri menghela nafas kasar, lalu melenggang pergi dari halaman belakang, dan berangkat untuk membeli minuman.

✧⁠◝◜⁠✧

"Jefri." Tepukan di pundak dan panggilan dari Carel membuat ia tersadar dari lamunannya.

"Apaan?" Tanya Jefri memberikan Carel tatapan bingung.

"Tuh, liat si Prianka," unjuk Carel kepada gadis yang kini duduk menyendiri di ujung kolam renang, menatap nanar air di hadapannya.

"Udah sana ajak ngomong, lu laki bukan?" Hardik Carel, sebelum lelaki itu melenggang pergi dari sisinya.

Ketika Jefri berdiri untuk menghampiri Prianka, gadis itu bangkit dari duduknya, lalu meninggalkan halaman belakang.

Awalnya ia pikir Prianka akan pulang tanpa pamit, namun saat Jefri mengikuti gadis itu masuk kedalam rumahnya, ia melihat Prianka sedang duduk di dekat meja pantry, sambil memainkan ponselnya.

Jefri berdeham. "Prianka."

Prianka menarik perhatiannya dari ponsel, lalu menatap Jefri dengan mata yang kosong.

"Hmm, ada apa Jefri?"

"Lu...Masih marah sama gw?" Jefri tahu betul seberapa bodohnya pertanyaan itu.

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Gw gak marah."

"Terus? Itu kenapa dari tadi ngelamun? Dari pertama lu dateng sampe sekarang muka lu gak ada berubahnya."

Jefri memperhatikan Prianka dengan saksama.

Perlahan air mata turun dari kelopak mata gadis itu, namun dengan cepat Prianka menyeka air matanya.

"Hey, kenapa? Kok nangis?" Tanya Jefri dengan lembut sambil menangkup wajah Prianka.

Ketika tangisan Prianka makin menjadi, dengan cepat ia menarik gadis itu kedalam dekapannya.

Prianka membalas dekapannya dengan erat seakan-akan tidak ada hari esok.

Sesaat kemudian tangisan Prianka mereda, Jefri belum juga melepas dekapannya.

Dengan lembut ia menyingkap helai demi helai rambut yang menutupi wajah gadis itu, kemudian Jefri mengelus lengan Prianka.

"Lagi banyak yang gw pikirin sekarang," lirih Prianka.

"Hmm, mau cerita gak?"

Perlahan gadis itu menarik wajahnya dari dada Jefri, lalu Prianka menatap matanya lekat-lekat.

Reflek Jefri langsung menyeka air mata yang membasahi wajah gadis itu.

Akhirnya Prianka bercerita kepada Jefri bagaimana gadis itu—sebelum datang ke rumahnya pergi bersama Annelis dan tanpa sengaja bertemu dengan sahabatnya Elena dan Zacky sedang makan bersama.

Prianka hendak bercerita kepada Jefri soal omongan Papanya, namun entah mengapa ia tidak bisa mengatakannya.

"Gw kecewa aja sama Elena, maksud gw kita tuh sahabatan udah lama dan selama ini gw cerita ke dia gimana gw suka banget sama Zacky, terus tiba-tiba sekarang mereka punya hubungan di belakang, selama setahun."

"Jadi, lu nangis bukan karena Zacky punya hubungan sama Elena?"

Prianka berdecak. "Ngapain gw nangisin cowo yang gak mau sama gw?"

Sebelum Jefri mengatakan sesuatu Prianka melanjuti pembicaraannya. "Oh, iya satu lagi. Gw mau minta maaf soal waktu itu gw nyuekin lu–"

"Apa sih. Kok jadi lu yang minta maaf? Yang seharusnya minta maaf itu gw. Waktu itu gw ngerasa kalo waktunya belom pas aja," ucap Jefri sambil mengelus tangan Prianka.

"Jadi?"

"Uh, ya. Jadi sebenernya gw udah suka sama lu dari...Kapan ya? Mungkin pas waktu lu nguncirin rambut gw pake pita," ujar Jefri dengan terbata-bata.

Prianka tertawa. "Serius?"

"Iya! Lu gak percaya?"

Tawa Prianka semakin terbahak-bahak, lalu Jefri melanjutkan.

"Gw pikir perasaan itu bakal pudar, karena selama ini gw pikir rasa suka gw cuma buat Mikaela, tapi setelah denger dari mukut lu langsung kalo kita cuma 'temen' gw bener-bener gak terima."

Tawa gadis itu mereda, wajahnya kembali serius. "Jadi alesan lu ngejauh gara-gara omongan gw waktu itu?"

Jefri mengangguk. "Kalo lu gimana?" Tanyanya penasaran.

Prianka menghela nafas. "Ya, gw suka juga sama lu. Saat lu ngejauh, gw pikir semuanya bakal baik-baik aja dan kembali normal, tapi setelah ngeliat lu memperlakukan gw kaya orang asing. Gw sadar, kalo lu itu lebih dari sekedar temen biasa."

Jefri mengulas senyuman. "Jadi, sekarang kita apa?"

Prianka mengetuk-ngetuk dagunya. "Apa ya?" Goda gadis itu, kemudian Jefri tersenyum dan mengacak-acak rambut Prianka.

Gadis itu berdecak. "Berantakan tau," ujar Prianka sambil membenarkan rambutnya.

Perlahan Jefri mengambil tangan Prianka yang tengah merapikan rambutnya, lalu mengecup punggung tangan gadis itu.

"Ekhm, cie, cie."

Suara itu berasal dari dari pintu halaman belakang, dengan serentak Jefri dan Prianka menengok menemukan yang lain mengintip dari halaman belakang.

"PJ bisa kali," goda Shalona.

"Akhirnya setelah sekian abad ya, Je," ujar Reno.

"Bau-baunya bakal ada pesta nih malem ini," ucap Carel sambil menyengir.

Jefri mendelik. "Gak ada, gak ada pesta malem ini."

Annelis mencemoh. "Minimal PJ."

"Eh, gw ngebiarin lu pada berendam di kolam ampe sore gini udah keitung, ya!"

"Ini ada apa sih rame-rame?" Tanya Emma yang tiba-tiba muncul dari pintu depan.

"TANTE, JEJE UDAH JADIAN SAMA KAK PRIANKA," pekik Carel. Dan Jefri hanya menatap tajam kearah lelaki itu.

"Yang bener, Je?" Tanya Bundanya dengan antusias.

Jefri hanya bisa menyengir. Ya walaupun secara teknis ia belum menanyakan Prianka apakah gadis itu ingin menjadi kekasihnya atau tidak, namun kalau sudah mengungkapkan perasaan satu sama lain itu sudah terhitung bukan?

Zona Teman حيث تعيش القصص. اكتشف الآن