BAB 30

5 3 0
                                    

Ujian nasional pun dimulai. Prianka berjalan lorong ke lorong, mencari ruangannya. Saat ia menemukan ruang ujiannya, Prianka pun mencari tempat duduk.

Ketika Prianka melihat-lihat nomor peserta yang tertera di meja, ia menemukan dirinya duduk berseberangan dengan Elena.

Prianka duduk di kursinya tanpa melihat kearah gadis itu.

Ia membuka buku pelajarannya lagi, meninjau semua materi yang telah dibacanya semalam. Beberapa menit kemudian bel berbunyi dan ujian pun dimulai.

Waktu pun berlalu, saat pengawas memberi tahu mereka untuk mengumpulkan kertas, Prianka langsung bangkit dari duduknya dan menaruh kertas ujiannya di atas meja pengawas itu.

Mata pelajaran pertama adalah matematika, walaupun dirinya tidak terlalu mahir dalam berhitung setidaknya ia selesai tepat waktu.

Pelajaran selanjutnya adalah bahasa Indonesia. Melihat soalnya saja sudah berhasil membuat kepala Prianka pening.

Bagaimana bisa soalnya sepanjang kereta, namun inti dari soal tersebut hanya satu kalimat?

Di tengah ujian ada suara bisikkan dari sampingnya, Prianka menengok dan menemukan Elena mencoba mengatakan sesuatu kepadanya.

"Apa?" Tanya Prianka tanpa suara.

"Pinjem pensil. Pensil gw patah, gak bawa rautan," jawab Elena.

Prianka melirik pengawasnya yang kini sedang memainkan ponsel, lalu dengan cepat mengoper pensil simpanannya kepada gadis itu.

Elena mengumamkan terimakasih, kemudian mereka kembali ke kertas ujian masing-masing.

Setelah ujian bahasa Indonesia selesai, mereka mengerjakan mata pelajaran PPKN.

Soalnya tidak terlalu rumit, namun pada bagian tanggal dan tahun suatu peristiwa membuat Prianka sedikit bingung.

Satu jam kemudian ujian nasional hari pertama pun berakhir. Prianka akhirnya bisa bernafas.

Yang ingin ia lakukan sekarang ini adalah masuk kedalam asrama dan merebahkan tubuhnya di ranjang.

Pada saat dirinya hendak keluar dari ruang ujian suara seorang gadis memanggilnya.

Prianka menengok kebelakang dan menemukan Elena berdiri di hadapannya sambil menenteng tote bag-nya.

"Ada apa, Len?"

Elena menelan saliva-nya, lalu berkata, "bisa ngomong berdua gak?"

Prianka mengernyit. "Ngomong soal apa?"

"Uh, kita ngomong di taman aja kali ya. Biar enak," ujar gadis itu, kemudian melangkahkan kakinya lebih dulu keluar dari ruangan.

Prianka termenung.

Ia bisa saja tidak mengikuti Elena ke taman asrama, namun kakinya berkhianat dan mengikuti gadis itu duduk di kursi kayu yang ada di sana.

Ketika mereka berdua duduk kesunyian memenuhi suasana.

Karena tidak ada yang berinisiatif berbicara Prianka pun memecahkan suasana.

"Mau ngomong apa, Len?"

Elena memainkan gelang yang ada di lengan kirinya, gugup. Perlahan gadis itu membuka mulutnya.

"Maafin gw soal kebohongan yang udah gw simpen selama tiga tahun. Gw tau gw salah, gw cuma gak mau kita diem-dieman terus. Toh kita juga sekamar dan sebentar lagi kita bakal lulus dari sini. Gw gak mau menyesal dikemudian hari karena gak sempet minta maaf sama lu."

Prianka tidak bisa berkata apapun.

Jujur saja ia tidak menyimpan kebencian kepada Elena, namun dirinya terlalu sungkan karena sudah menodong gadis itu di saat mereka sedang berkumpul di rumah Chandra.

Melihat Prianka yang terdiam, Elena berbicara lagi. "Lu mau kan maafin gw?"

Prianka berdeham. "Gw maafin kok. Gw juga mau minta maaf karena waktu itu ngomong sama lu pas lagi di rumah Chandra, waktu itu dengan bodohnya gw mikir 'gw langsung ngomong di depan yang lain aja, toh kalo ngomong berdua juga cepat atau lambat yang lain bakalan tau'."

"Yah, mungkin gw pantes dapetin itu, Prianka. Jadi kita clear kan?" Tanya Elena sambil menyodorkan tangan kanannya.

Prianka mengangguk, lalu menjabat tangan Elena.

"Iya, gw juga kasian ngeliat Hazena sama Priskilla jadi korbannya."

Elena tertawa. "Iya, jujur gw di situ ngerasa bersalah juga."

"Ok, gw mau ke asrama. Mau ikut gak?" Ajak Prianka bangkit dari kursi kayu itu.

"Hmm, maaf gw ada janji sama Zacky di kafetaria," ucap Elena dengan kikuk.

"Ohh, have fun kalo gitu. Gw mau istirahat dulu," ucap Prianka hendak pergi, namun Elena memanggilnya lagi.

Prianka menoleh kebelakang. "Apa lagi?"

"Lu gak keberatan kan kalo gw sama Zacky..."

Prianka mendengus. "Enggaklah. Lu mau ngelakuin apapun sama Zacky, gw gak masalah. Mungkin emang dari awal lu yang paling pantes dapatin dia, Len."

Elena mengulas senyuman. "Makasih, Prianka. Lu udah mau maafin gw."

Prianka membalas senyuman gadis itu. "Iya. Udah ya gw ke asrama, ngantuk."

Elena tertawa lagi. "Iya, udah sana."

Mereka pun saling melambaikan tangan, dan melangkah kearah yang berlawanan. 

Zona Teman Onde histórias criam vida. Descubra agora