BAB 20

4 4 0
                                    

Pada akhirnya Jefri meneraktir teman-temannya makan pizza bersama setelah mereka semua selesai bermain di kolam renang.

Sejujurnya Jefri masih tidak tahu status hubungannya dengan Prianka, haruskah dia meminta gadis itu menjadi kekasihnya?

Shalona menghela nafas lega. "Gw kenyang. Makasih ya, Je, traktirannya."

"Inget, abis ini beres-beres," ujar Jefri dengan nada mengancam.

"Iye-iye, bawel lu clean freak," hardik Reno.

Jefri menoyor kepala Reno. "Masih mending lu gw traktir ya."

Setelah mereka selesai makan, mulailah mereka beberes. Saat Jefri sedang menaruh alat makan di wastafel, ia melihat ada Mikaela yang masuk ke area dapur membawa botol kosong.

Gadis itu hanya menganggukan kepalanya, hendak pergi dari dapur, namun Jefri menahannya.

"Mikaela." Gadis itu berhenti melangkah.

Perlahan Mikaela menatap kearah Jefri dengan tanda tanya besar di wajah gadis itu.

"Kenapa, Je?"

"Umm maaf sebelumnya kalo gw ngebuat suasana di antara kita canggung, gw sama sekali gak bermaksud–"

"Lu gak perlu minta maaf, Je, gw ngerti. Gw cuma syok aja denger lu suka sama gw," ujar Mikaela sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Gw seneng lu masih mau ke sini, walaupun terakhir kali kita ketemu itu gak enak banget," ucap Jefri sambil terkekeh.

Mikaela mengulas senyuman. "Kita temenan dari kelas 10, Je. Lu pikir gw bakal buang persahabatan kita cuma karena perasaan? Lagian lu sekarang juga ada Kak Prianka dan jujur aja gw seneng ngeliat kalian berdua."

Setelah itu Mikaela melenggang pergi dari area dapur dan Jefri kembali dengan tugasnya. 

✧⁠◝◜⁠✧

Ketika waktu teman-temannya pulang, Jefri menemukan wajah yang berseri-seri dari mereka semua, kecuali Annelis.

Entah apa yang terjadi dengan gadis itu, namun rasanya Annelis ingin mengatakan sesuatu.

"Duluan ya, bro, sis," ucap Shalona sambil melakukan fistbump kepada mereka semua.

"Tante, Shalona duluan," ujar gadis itu sambil menyalimi tangan Bundanya.

"Hati-hati ya, Sha," ucap Bundanya sambil melambaikan tangan.

Setelah Shalona, mereka semua mengulangi hal sama—melakukan fistbump dengan satu sama lain.

Ketika Jefri berhadapan dengan Annelis, gadis itu berkata, "sorry ya, Je, waktu itu gw terlalu nekan lu."

"Iya, santai aja elah," ucap Jefri sambil menabrakkan kepalan tangan mereka.

"Eh, tapi gw jadi gak enak, udah lu traktir gw, terus ngebolehin gw ke rumah lu," ujar Annelis dengan lirih.

"Ar, lu kasih makan apaan ni anak? Kayanya gw gak pernah liat Annelis begini," ledek Jefri. Dan Arkan hanya bisa mendengus.

Annelis melototinya.

"Nah, Annelis yang gw kenal gini nih."

"Lu–gw udah minta maafnya serius juga," protes gadis itu.

"Iya, iya santai, An. Udah gw maafin, sana pulang kasian cowo lu nyetirnya jauh," ucap Jefri sambil menepuk pundak Annelis.

Annelis mengulas senyuman, lalu gadis itu pamit dengan Bundanya, dan melenggang pergi bersama Arkan.

"Ok, karena semuanya udah pulang. Sekarang giliran kamu, aku anter pulang," ujar Jefri melirik Prianka di sisinya.

"Hmm, udah pake 'aku-kamu' nih?" Goda Prianka.

"Ya, kan kita pacaran."

"Aku gak inget kamu nembak tuh," ujar Prianka dengan nada merajuk yang di buat-buat.

"Tuh, kamu aja pake 'aku-kamu'. Lagian pizzanya aja judulnya PJ alias pajak jadian. Kalo gak pacaran rugi dong aku."

"Oh, jadi gak ikhlas?"

"Hey, kalian lupa Bunda masih ada di sini?" Tanya Emma menyela pertengkaran kecil mereka.

Prianka dan Jefri serentak melihat kearah Emma yang kini sedang bersedekap.

"Bunda mending masuk deh. Gak mau ikut-ikutan," ucap Bundanya pergi memasuki rumah.

Mata Jefri dan Prianka bertemu. Mereka saling menatap hingga salah satu dari mereka tertawa dan yang lain mengikuti, entah siapa yang lebih dulu tertawa, namun lebih baik seperti ini daripada mereka benar-benar bertengkar.

Prianka menyeka air matanya yang jatuh.

"Udah, stop ketawa. Gw pulang nih," ancam gadis itu masih setengah tertawa.

"Ya udah sana pulang," usir Jefri sambil mendorong pelan bahu Prianka.

"Idih, jahat banget lu. Pacar sendiri kok diusir," cibir Prianka.

"Ohh, jadi sekarang gw pacar lu? Bukanya tadi ada yang ngambek ya gara-gara gw gak nembak?" Ledek Jefri.

Prianka menjulurkan lidahnya kepadanya. Dan Jefri membalas dengan melototi gadis itu.

Akhirnya tawa mereka mereda. "Ya udah, yuk pulang. Entar aku dihantam Papa kamu kalo kemaleman," ucap Jefri, reflek mengambil tas dari lengan Prianka dan menentengnya.

"Aku pamit dulu sama Bunda kamu."

"Gak usah, tadi kan kamu udah salim sama pamit juga."

"Ya, tetep aja, Je–"

"BUNDA, AKU NGANTER PACARKU PULANG," pekik Jefri dari luar rumah.

"IYA, HATI-HATI BAWA MOTORNYA. AWAS YA KALO PRIANKA KENAPA-NAPA," balas Bundanya dengan ancaman.

"Heh, itu Bunda kamu. Gak sopan," ujar Prianka sambil memukul pelan lengannya.

"Aku sama Bunda udah biasa begitu."

Prianka mencemoh, "Aku kalo kaya gitu ke Papa, bisa-bisa tinggal nama doang."

Jefri mendengus, lalu mereka berdua berjalan kearah garasi, mengeluarkan motor honda verza CB150 berwarna merah.

"Udah siap?" Tanya Jefri saat Prianka naik keatas motornya.

"Udah," ujar Prianka langsung memeluk pinggangnya.

Jefri pun menyalakan motornya, lalu melaju dengan kecepatan yang cukup cepat.

Prianka yang terkejut menampar bahunya sambil berteriak. "LU GILA YA?"

Jefri yang melihat reaksi gadis itu hanya bisa terkekeh dan menuruni kecepatannya. Saat mereka sampai rumah Prianka, gadis itu menawarkannya untuk berkunjung.

Namun Jefri berpikir tidak etis jika berada di rumah perempuan semalam ini, jadi ia langsung pamit pulang.

Prianka pun masuk ke rumah dan menemukan Papanya duduk di sofa sedang menonton televisi.

"Jam setengah Sembilan, tadi janjinya jam berapa?"

"Maaf, Pa, tadi tuh mobil cowonya Annelis mogok di jalan sebentar."

Papanya memberikan tatapan tak percaya sambil menaikan alisnya.

"Masa?"

"Aku naik ya? Mau istirahat. Good night, Papa," ujar Prianka, lalu menaiki tangga menuju lantai dua tanpa melihat kearah Papanya lagi.  

Zona Teman Where stories live. Discover now