Arjuna Senja 2.

44 5 0
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Arjuna Senja 2.

Perjodohan.

Aku dan Arjuna jarang chattingan tetapi lebih sering teleponan.

Setelah kelulusan SMP. Aku cukup termenung karena memikirkan tentang Arjuna yang mau pergi ke Bandung. Selain Arjuna sendiri yang bilang padaku, aku juga tahu dari Elang dan Jay, kedua bersaudara itu sering kali bermain ke rumahku.

Jay mengajakku untuk ikut dengannya agar kami bisa bersama-sama mengantarkan Arjuna ke Bandung. Jay juga menceritakan bahwa dia sering bercerita tentangku pada Arjuna dan sama sekali tidak menyangka bahwa Arjuna akan jatuh hati setelah Jay menunjukan fotoku padanya. Katanya, Arjuna langsung menunjukan fotoku pada keluarganya, sampai orang tuanya Arjuna yang bernama bapak Jaka Sumantri dan ibu Komariah kerap ingin bertemu denganku. Ayahnya Arjuna adalah pensiunan dari perusahaan Batu Bara yang ada di Kalimantan.

Jay berusia satu tahun di bawah Arjuna dan Saga. Dia itu orangnya ramah, selain tampan, kepribadiannya begitu hangat, bahkan lebih hangat daripada adiknya Elang. Kulitnya sama-sama bersih, bening dan glowing. Walaupun tubuhnya tidak lebih kekar dari Elang, tetapi Jay mempunyai kemampuan yang sama dengan adiknya, ahli bela diri pencak silat, bahkan keahliannya dalam menari seni Jaipongan lebih mumpuni daripada Elang. Sepertinya Jay memang benar-benar sudah mempersiapkan diri untuk dapat menjadi penerus keluarga, maklum keluarganya mempunyai organ tunggal yang di dalamnya juga kerap kali menampilkan tarian daerah seperti Jaipongan.

"Kalau Neng takut nggak dikasih izin sama abah, Jay bisa kok minta izin ke Abah. Nanti kita bisa pergi bareng-bareng, gimana? Mau, ya?" Jay berusaha membujukku.

Aku tidak bisa berkata apa pun, karena yang ada di dalam pikiranku hanyalah rasa rindu pada Arjuna. Meski hubungan kami masih belum jelas tanpa sebuah nama dan ikatan yang pasti.

Ternyata Jay benar-benar meminta izin pada Abah dan Umi untuk kami agar bisa mengantar Arjuna ke Bandung. Namun, dengan berat hati abah nggak ngasih izin, karena aku juga harus mempersiapkan diri untuk mendaftar ke sekolah menengah atas.

Jay dapat memaklumi keputusan abah Koswara dan tidak tersinggung untuk itu. Ia pun lantas memberitahukan hal itu pada Arjuna melalui telepon tepat di hadapanku.

Jay berpamitan padaku, juga pada orang tuaku. Ia pulang dengan membawa banyak buah tangan dari Umi dan Abah untuk adiknya tercinta yaitu Pramudya Parameswara.

Jelang malam hari, setelah sepulang mengaji hatiku semakin bertambah galau memikirkan tentang Arjuna. Sekitar jam delapan malam, aku pun dikejutkan dengan kedatangan Arjuna bersama beberapa teman-temannya termasuk Jay Pramudya, Saga dan Elang.

Malam itu juga ada kakak kelasku, Lingga dan Aerlangga, si duo tampan yang banyak memikat hati para gadis di sekolah. Lingga tampan nan lembut dengan senyuman mempesona serta kibasan rambut yang sudah menjadi ciri khasnya, ia ramah dan murah senyum pada siapapun. Kalau berjalan sudah seperti model di sebuah brand terkenal, begitu mengagumkan. Mentang-mentang keluarganya mempunyai usaha olshop pakaian.

"Hai, neng Senja?"

Aku cukup terkesiap ketika Aerlangga menyapaku lebih dulu, padahal ketika masih berada satu sekolah denganku, dia terkesan dingin dan tatapan matanya begitu tajam sampai aku tak berniat sedikit pun meliriknya. Walaupun teman-temanku banyak yang kepincut olehnya. Aku juga tidak tahu apakah Aerlangga masih berhubungan dengan temanku atau tidak. Entahlah, karena yang aku tahu laki-laki itu seorang playboy.

Kami pun mengobrol bersama di halaman rumah yang terdapat beberapa kursi dan meja juga amben, mirip ranjang yang terbuat dari bambu.

Tidak lama kemudian kami kedatangan tamu lainnya, seorang laki-laki dengan berpenampilan casual, tubuhnya tinggi, rambutnya dicepak rapih seperti tentara, kulitnya sawo matang.

Laki-laki yang terlihat seumuran dengan Jay itu sedang memarkirkan motornya sejajar dengan motor yang lain di pojok halaman rumah.

"Assalamualaikum!" serunya pada kami semua.

Kami pun menjawab salam itu secara serentak.

"Jay ... nggak asik deh, malah ninggalin!" Ia pun mengeluh ke hadapan Jay.

Jay tertawa lantas meminta maaf karena telah meninggalkan temannya itu.
Jay kemudian mengenalkannya padaku, namanya adalah Jona, satu kelas dengan Jay.

Aku baru tahu kalau mereka semua sudah menjalin pertemanan cukup lama.

Semuanya tertawa bersama ketika melihat Jona dengan begitu cerobohnya mengambil minuman yang aku sajikan, hingga minuman itu tumpah membasahi celananya.

Jona tertawa tanpa rasa malu sedikit pun. Senyumannya manis sekali, mengalahkan gula aren di dapur Umi. Bahkan dia memiliki lesung pipi, yang membentuk sempurna ketika tersenyum lebar.

Arjuna Senja√Where stories live. Discover now