Part 20

11 5 0
                                    


Part 20

Hari Raya.

Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa, tiba saatnya untuk meraih kemenangan. Menunaikan zakat fitrah, berharap pembersihan jiwa. Di malam yang bahagia, penuh dengan suka cita gema takbir berkumandang mengagungkan Sang Maha Pencipta--Tuhan semesta alam.

Derai air mata tak luput dari setiap insan yang berjiwa, mengingat masa-masa yang telah lampau dan mensyukuri serta kebahagiaan yang entah bisa diraih ataukah sebaliknya di tahun depan. Arjuna, Senja dan Elang sedang menikmati momen kebersamaan itu sebaik mungkin, pergi ke masjid dengan membawa banyak camilan untuk disuguhkan ke pada orang-orang di sana. Mereka juga akan ikut meramaikan malam takbiran dan juga karnaval.

Takbiran keliling ada yang berjalan kaki, naik motor, bahkan mobil gerobak. Mereka akan mempertunjukkan hiasan dengan tema bulan Ramadhan, seperti masjid besar yang terbuat dari kardus, karton dan ornamen lainnya. Ada yang membuat unta, bedug, ketupat dan berbagai hiasan unik sesuai tema yang telah ditentukan. Berkeliling dan berkumpul di satu desa sebagai pusat tujuan, hingga di akhir acara akan ditentukan kampung mana saja yang akan menjadi pemenang karnaval tersebut.

Semakin malam, maka akan semakin terasa suasana diselimuti kesedihan penuh dengan keharuan, malam-malam suci di bulan ramadhan telah berlalu dan meninggalkan beribu banyak kenangan indah di dalamnya.

***

Lantunan takbir masih terdengar hingga pagi hari menjelang sholat Ied. Arjuna, Senja, dan Elang beserta keluarga telah berbusana rapih hendak bergegas pergi ke masjid dan menunaikan solat sunah berjamaah.

Disusul dengan saling bermaaf-maafan. Arjuna Senja kini sedang berada di dalam kamar, setelah melaksanakan solat Ied. Keduanya berdiam diri lebih lama, hanya untuk sekedar merenungi perjalanan hidup dan masa-masa pernikahan mereka.

Sudah tiga tahun lebih usia pernikahannya, Arjuna Senja sudah sepatutnya bersyukur karena selalu dilimpahkan kebahagiaan, walaupun belum dikarunia seorang anak dari sang Maha Kuasa.

Senja bersimpuh di hadapan Arjuna dan mengucapkan kata-kata maaf pada suaminya itu. Arjuna mengecup kening istrinya dan memeluk dengan erat.

"A' Juna juga minta maaf, ya, Sayang. Kalau sampai sekarang, a'
Juna masih bayak kurangnya. A' Juna masih belum bisa membahagiakan
neng Senja seutuhnya, apalagi a' Juna akan bertambah sibuk. Aku harap neng Senja akan selalu mencintaiku selamanya," ucap Arjuna disertai air mata.

Senja menatapnya dan menyeka air mata suaminya. "Kita akan
sama-sama mengisi kekurangan masing-masing," ucapnya.

Arjuna mencium keningnya, memeluknya lebih erat dari sebelumnya.

"Kita juga belum punya rumah, a' Juna janji, a' Juna akan lebih giat
bekerja," ucap Arjuna.

"Aku pun janji, akan lebih giat menabung," tutur Senja.

Arjuna kini dapat mengukir senyuman, hatinya bahagia karena memiliki istri yang begitu pengertian. Menangkup wajah manis Senja, Arjuna selalu bangga pada istrinya itu.

"A' Juna, ayo kita keluar. Di luar pasti udah banyak tamu."

"Tapi, sebelum keluar neng Senja harus ngasih vitamin dulu sama aku," ucap Arjuna.

"Vitamin?" Senja mengernyit.

Arjuna merangkulnya hingga ke dalam dekapan, dengan sigap memagut bibir istrinya yang mungil dengan penuh.

Senja menahan tindakan Arjuna untuk tidak lebih jauh. "A' Juna, nanti
malam saja, ini masih hari raya. Ayo, ah, kita ke luar." Senja membujuk suaminya itu dengan lembut agar Arjuna tidak merasa tersinggung oleh penolakannya.

"Neng Senja nggak kangen, ya?" gumam Arjuna sampai napas beratnya terdengar dengan jelas.

"Aku juga kangen, tapi belum saatnya." Senja mengusap pipinya. "A' Juna sabar, ya," pintanya.

"Eummm .... " Arjuna lantas merengek dan memeluk Senja dengan gemas.

Di rumah abah Koswara kini semakin banyak berkumpul keluarga besar, hingga keluarga bunda Kartiwi dan ayah Pramudya telah tiba untuk bergabung ke rumah saudara tertuanya itu.

Selayaknya tetua, abah Koswara dan umi Rasti pun kini duduk di sofa
untuk menerima salam dan doa dari anak-anaknya yang bersimpuh memohon
ampunan atas segala khilaf yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Tangisan dan air mata mengiringi momen tersebut, saling berpelukan dan semakin mengeratkan tali silaturahmi. Namun, semua itu tidaklah berlaku untuk Elang, Jay terlihat memilih mengalah. Walaupun ia sebagai yang lebih tua dari adiknya, tetapi ia tidak segan untuk meminta maafmterlebih dulu. Adik kakak itu saling berhadapan.

"Elang, maafin a' Jay, ya?" ucap Jay dengan lemah lembut.

Elang tak lantas menyentuh salah satu tangan kakaknya itu, hanya mengangguk kemudian berlalu dari hadapannya.

"Elang .... " Jay mengikuti langkahnya, sampai Elang berbalik ke hadapannya.

"Berhenti, a' Jay," titahnya.

Jay tertegun di hadapannya. "Aku sudah memaafkanmu dan untuk itu, aku pun minta maaf padamu atas segala kesalahanku selama ini," ucap Elang dengan sama lembutnya.

Jay mengangguk disertai senyuman, ia hendak mendekat ingin sekali memeluk adiknya itu.

"Demi Allah, berhenti a' Jay!" pinta Elang.

Jay lantas terpaku seketika. "Kenapa Elang? Apakah kamu masih membenciku?" lirihnya.

Elang menggeleng secara perlahan. "Aku sudah tidak membencimu, A'," tukasnya.

"Tapi, aku juga minta maaf, karena aku tetap tidak bisa menarik ucapanku yang terdahulu. Kita tetap tidak bisa bersama seperti dulu, aku akan tetap menjaga jarak. Maafkan aku!" ujar Elang.

Jay semakin terpaku dengan tatapan nanar, sampai Elang menjauh dari hadapannya.

Seluruh keluarga besar kini berkumpul setelah saling bermaaf-maafan, mereka bersama menikmati santapan khas idul fitri seperti ketupat sayur dan bacetrok (makanan yang berisi daging, mie, kentang ala hajatan yang dihagatkan dari kemarin).

Arjuna dan Senja kini tak segan untuk membagi sedikit rezeki yang mereka miliki, membagi uang receh pada anak-anak kerabatnya. Walaupun jumlahnya tidak seberapa, tetapi anak-anak itu senantiasa bergembira dan berterima kasih atas apa yang didapatnya.

Menjelang sore, keluarga abah Koswara melajutkan kegiatan dengan berziarah ke makam para leluhur diikuti serta oleh anak dan cucu serta menantu.

Sepulangnya dari makam, Arjuna dan Senja sudah membersihkan diri dan bersiap pergi ke rumah bapak Jaka Sumatri untuk menyambung lebaran di rumah Arjuna.

Arjuna Senja beserta keluarga besarnya pergi bersama-sama untuk mengunjungi besannya itu. Disambut dengan penuh kehangatan oleh ibu Komariah, bapak Jaka Sumantri dan abah Kosawara saling bersalam-salaman. Mereka sekeluarga tampak bahagia di hari yang fitri.

Ayah Pramudya sekalian mewakilkan kakaknya untuk memberitahukan pada keluarga Arjuna bahwa satu minggu setelah lebaran, mereka akan menikahkan Sigit Parameswara. Ketika disinggung, yang bersangkutan tampak begitu berseri meski terlihat malu-malu.

"Yah ... Elang nggak bisa ikut menghadiri, karena Elang harus kembali ke
Yogyakarta," seru Elang dengan mengeluh.

Umi Rasti mengulurkan tangan dan memintanya untuk mendekat. "Kemari bontotnya umi," serunya.

Elang lantas mendekat dan duduk di samping umi Rasti sambil lesehan di lantai yang beralaskan tikar buatan Turky.

"Jangan sedih, ya, yang penting doain a' Sigit dan calon istrinya agar selalu bahagia dan sehat tentunya," pinta umi sambil merangkul pundak kekar itu hingga Elang kini menaruh kepalaya di atas pangkuan umi, wanita paruh baya itu mengusap-usap lengan bisepnya.

"A' Sigit, aku juga minta maaf banget, aku nggak bisa menghadiri acara nikahan a' Sigit," ucap Arjuna.

"Nggak apa-apa, Juna, jangan jadi pikiran, pekerjaan itu sudah menjadi tanggung jawab kamu," ucap Sigit memahami.

"Makasih, A'," ucap Arjuna.

"Lagian Umi dan Abah, kenapa sih nikahin a' Sigit bulan ini? Nanti aja padahal, kalau Elang libur lagi kuliahnya," seru Elang dengan polosnya.

"Ehh ... dasar si bontot, ya," seru Sigit sambil bersikap gemas pada Elang.

Jay hanya tersenyum melihatnya, ada rasa iri karena tidak bisa ikut bercengkrama dengan adiknya itu.

"Nanti bontot dan a' Jay cepat-cepat cari calon, kalau nggak dapat, biar abah yang jodohkan. Gimana?" tanya abah Koswara.

Elang langsung bangun dari pangkuan umi Rasti. "Dijodohkan sama siapa, Abah? Elang nggak mau dijodohkan, tuh a' Jay aja," tawar Elang.

"Hahaha .... " Abah Koswara lantas tertawa mendengarnya. "Nanti, Abah akan cari jodoh buat a' Jay, mau ya, Jay?" seru Abah ke arah Jay Pramudya yang
sedang duduk paling jauh di antara yang lain. Jay hanya tersenyum menanggapinya.

"Abah, Jay sudah punya calon, tapi calonnya sedang di luar negeri," sahut ayah Pramudya, sampai semua menoleh ke arahnya.

"Oh, benarkah? Siapa? Kok, Abah nggak tahu?" tanya abah Koswara.

Elang lantas menoleh pada Jay, raut wajahnya menunjukan ketidaksukaan ketika ayahnya menyinggung tentang wanita itu.

"Ah, Ayah, kalau pun benar Widuri suka sama a' Jay, nggak mungkin 'kan dia pergi ke luar negeri," celetuk Elang sampai semuanya terdiam.

"Elang .... " sahut ayah Pramudya.

"Elang tahu siapa namanya?" tanya abah Koswara, Elang pun mengagguk seketika.

Senja menoleh pada Jay, dan pria itu terlihat tidak nyaman. Senja lantas mendekat dan duduk di sampingnya.

"Pram, alangkah baiknya, jangan memaksakan untuk menjodohkan anak-anak kalau diantara mereka tidak saling mencintai," ujar abah Koswara dengan bijak, Ayah Pramudya hanya mengangguk.

"Bontotnya Abah, lain kali kalau suka sama seseorang kasih tahu Abah, ya. Nanti Abah akan dukung," seru abah Koswara.

"Siap, Abah!" sahut Elang dengan sumringah.

"Jay ... nanti kita harus banyak mengobrol, ya Jay, ya!" seru Abah.

"Iya, Abah," sahut Jay.

Abah Koswara kini mengangguk. "Pram, memangnya ada di mana gadis itu sekarang?" tanya Abah pada adiknya itu.

"Katanya di Korea, Abah," sahut Pramudya.

"Oh, jauh, ya," sela Sigit. "Jay, mending cari yang lain aja," serunya ke arah Jay.

"Iya sih, harusnya," sambung Elang yang kini melemparkan pandangan pada kakaknya itu.

"Orang mana Pram?" tanya bapak Jaka Sumantri.

"Orang Purwadadi, kang." sahut Pramudya.

"Kalau saran Abah nih ya, Jay. Kira-kira cuma buang waktu mah, jangan mau aja nungguin, Jay," seru Abah.

"Iya bener, mending cari yang lain aja," timpal Elang untuk kedua kalinya.

"Atuh, Abah, yang namaya cinta 'kan susah," seru Senja yang kini ikut pada pembahasan itu.

"Neng Senja," Arjuna menyela pembicaraan yang berharap kalau istrinya itu tidak ikut campur.

"Iya, kalau udah cinta emang susah. Boleh cinta, tapi jangan jadi bodoh," tukas Abah. "Elang mengerti nggak, bontot?" Abah menoleh pada Elang, sampai pemuda itu mengangguk.

Jay tidak akan mempermasalahkan perbincangan itu, ia cukup mendengarkan dan mengambil sisi positifnya saja. Silaturahmi itu akhirnya selesai. Senja dan Arjuna tidak lantas ikut kembali untuk pulang ke rumah abah Koswara, keduanya memutuskan akan menginap di rumah Arjuna.

Senja membantu ibu Komariah di dapur hingga selesai.

"Udah, neng Senja cepetan tidur, kasihan nanti a' Juna cemberut di kamar," titah bu Kokom.

"Tapi, Mama ini belum selesai semuanya," ucap Senja yang sedang
menyusun piring ke tempatnya.

"Udah biarin Mama aja yang selesaikan!"

Senja akhirnya mengalah dan bergegas pergi ke kamarnya. Benar
saja, suaminya Arjuna kini tampak murung lantaran Senja terlalu lama di luar.

"A' Juna."

"Ihh ... neng Senja habis ngapain sih, lama banget?" Arjuna mengeluh di hadapannya.

"Ya ampun, aku habis bantuin mama di dapur," ucap Senja yang segera
duduk ke atas kasur.

Senja merentangkan kedua tangannya untuk meregangkan otot,
menoleh pada Arjuna yang kini melangkah ke luar dari kamarnya.

Senja cemberut lantaran suaminya itu malah meninggalkannya di kamar. Tidak lama kemudian Arjuna kembali ke dalam kamar dan mengunci pintu, tetapi Senja sudah merebahkan diri di bawah selimut.

Dengan perlahan, Arjuna ikut merebahkan diri di samping istrinya itu dan melingkarkan tangan kekarnya pada pinggang ramping sang istri.

"Neng Senja, udah tidur?" Sambil mengecup pundak hingga ke ceruk lehernya.

Senja meremang dan kembali membuka matanya. "A' Juna, dari mana sih? Malah ninggalin aku di kamar," gumamnya.

Arjuna tak lantas menjawabnya, malah semakin intens menciumi pundak dan leher istrinya.

"A' Juna, ditanya tuh malah diam aja." Senja berbalik dan menatapnya hingga berhadapan. Arjuna pun menghentikan tindakannya dan menatap Senja dengan sayu.

"Mau tahu a' Juna habis ngapain?" Senja mengangguk. "A' Juna habis minum jamu," cetusnya.

Senja terperangah hingga kedua matanya membulat. "Ayo, Sayang, a' Juna kangen."

Arjuna melenguh sambil mendekap Senja dan menciumnya berkali-kali, tubuh mungil itu menjadi tak berdaya di bawah kungkungannya. Arjuna ingin menghantarkan berbagai rasa. Menjadikan hari kemenangan itu sebagai waktu merayakan kemenangan dirinya pada setiap momen sentuhan yang mendebarkan. Hingga ia menang berkali-kali, dalam meraih nikmat yang sesungguhnya.

Arjuna Senja√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang