Part. 17

10 3 0
                                    


Arjuna Senja 17.

Benar kata orang tua, kalau hidup di rantau orang itu tidaklah mudah. Jika harus dikatakan, mungkin akan lebih banyak pahitnya dari pada manis yang diterima.

Apalagi untuk anak muda seperti Arjuna Senja. Meskipun sulit, mereka
selalu berpegang teguh pada tonggak kebaikan. Ibarat pepatah, di mana
bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Arjuna benar-benar memulai karirnya dari nol, sebagai seorang
laki-laki dan juga suami ia tentu harus bertanggung jawab penuh akan rumah tangganya. Bukan pada dirinya sendiri ataupun pada pekerjaan, tetapi ia juga harus selalu bertanggung jawab pada istrinya--Senja.

Sebaik mungkin, setiap harinya ia akan selalu memastikan bahwa peri cantiknya itu tetap tersenyum dan bahagia. Meskipun ia sendiri tahu, bahwa hidup dan keseharianya di rantau orang tidak seindah ketika hidup di kampung sendiri bersama dengan orang tua.

Arjuna dan Senja tinggal di sebuah mess yang sudah disediakan khusus
untuk para pekerja tambang batu bara. Di sana, Arjuna Senja bertetangga dengan orang-orang dari berbagai daerah. Ada yang dari Sumatera, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan dari Jawa Barat bahkan Ibukota Jakarta.

Di rumah yang sederhana itu, mereka hidup dengan rukun dan saling menghormati. Arjuna Senja sangat bersyukur karena mereka sedikitnya banyak membantu dalam keseharian Senja, seorang yang notabenenya masih terbilang baru. Untung saja, Senja memiliki sikap dan sifat yang hangat, sopan satun, hingga tidak begitu membuatnya kesulitan untuk dapat membaur dengan sekitar.

Keseharian Senja dihabiskan dengan menunggu suaminya Arjuna, selain selalu berdoa dan memanjatkan pada Sang Maha Kuasa untuk menitipkan agar dirinya bersama suami selalu dilindungi dan dilimpahkan kasih sayang dari orang-orang sekitar. Juga untuk kelancaran pekerjaan Arjuna yang kini menjabat sebagai operator.

Arjuna harus menjalani masa tes karyawan kurang lebih selama tiga bulan. Rasanya tidak mengapa, karena pekerjaan besar selalu dimulai dari yang paling dasar.

💘💘💘

Hari ini genap enam bulan sudah Arjuna menjalai masa tes karyawan. Ada sedikit kecewa karena masa itu melebihi dari yang dijanjikan.

Namun, semua itu tidaklah membuat Arjuna putus asa dan mempertanyakan status yang pasti untuk pekerjaannya. Jelasnya, ia akan selalu menjalankan pekerjaan itu sebaik mungkin selama masih sesuai prosedur.

Arjuna dilengkapi safety_seperti helm untuk bekerja, sepatu boot dan sarung tangan. Ia sering kali juga menjalankan alat berat untuk memindahkanbeberapa gundukan batu bara. Tak lama setelah itu, salah satu mandor mendatanginya dan meminta Arjuna untuk menghadap ke kantor manajer.

Arjuna pun bergegas mendatangi kantor dan menghadap langsung ke ruang manajer.

"Bapak manggil saya?" tanya Arjuna.

Seorang pria paruh baya kini beranjak dari duduknya setelah mengamati satu dokumen yang ia simpan di atas meja.

"Benar, apakah namamu Arjuna?"

Arjuna latas mengangguk, "Benar, Pak!" tegasnya.

Pria paruh baya itu mengulurkan salah satu tagannya ke hadapan Arjuna dan memperkenalkan diri.

"Perkenalkan, nama saya Sardi dan saya adalah manajer di sini," ucapnya
dengan berwibawa.

Arjuna membalas jabatan tangan itu walaupun sedikit segan.

"Saya sudah mendengar banyak laporan tentangmu, selama tiga bulan ini. Terhitung dari habisnya masa tes karyawan. Saya sering memperhatikan kinerjamu dalam menjalankan tugas," tutur pak Sardi hingga Arjuna tertegun, merasa gelisah untuk mempertanyakan maksud ucapan itu.

"Me-memangnya, pekerjaan saya kenapa, Pak?" Arjuna sagat gelisah kalau sampai pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diharapankan oleh atasannya itu.

Pak Sardi lantas mendekat dan menepuk pundak Arjuna. "Selamat, Anak muda. Kamu telah lulus seleksi dan bisa naik jabatan menjadi supervisor!" tukasnya. Arjuna lantas terpaku seketika.

"Selamat!" Pak Sardi mengangguk sembari mengukir senyum di hadapan Arjuna.

"Kebetulan, hari ini adalah tanggal gajian dan kamu sudah berhak
mendapatkan gaji dari pekerjaan sebelumnya. Dan bulan depan, kamu sudah bisa menerima gaji pertama sebagai supervisor. Silahkan cek di rekeningmu, Anak muda!" tuturnya.

"Ap-apakah bapak bercanda, Pak?" Arjuna masih tapak bingung dan tak percaya.

Pak Sardi lantas menggeleng sembari tertawa renyah. "Haha ... kamu tidak percaya bahwa kamu naik jabatan? Baiklah, besok kita akan mengadakan makan malam di kediamanku bersama beberapa staf dan anak muda lainnya yang juga menerima jabatan yang sama sepertimu. Datanglah!" Pak Sardi kemudian memberikan dokumen dan meminta Arjuna untuk menadatanganinya.

Dengan sedikit gemetar, akhirnya Arjuna pun mampu menandatangani dokumen itu.

"Dua hari lagi, datanglah ke kediamanku," pinta pak Sardi.

Arjuna pun mengagguk dengan perlahan. "Saya permisi!" Ia pun membawa bukti surat kenaikan jabatan yang akan ia tunjukan pada Senja.

"Arjuna." Pak Sardi kembali memanggilnya.

"Iya, Pak?" Arjuna kembali menoleh.

"Kamu boleh membawa keluargamu ke acara makan malam nanti, kamu akan membawa siapa?" tanya pak Sardi.

"Oh, kalau begitu saya akan membawa istri saya, Pak. Istri saya pasti
senang, maklum, kesehariannya cuma diam di mess!" ujar Arjuna.

Pak Sardi tampak tercengang. "Oh, rupanya kamu sudah punya istri?"
Arjuna pun mengagguk seraya mengukir senyuman.

Pak Sardi lantas mengangguk dan memberikan senyuman yang sama.

"Kalau begitu, saya permisi, Pak!" Arjuna pun berpamitan untuk pulang
ke mess dan ingin segera menemui istrinya Senja.

***

Senja tampak gelisah, lataran Arjuna belum jua menampakan batang hidungnya. Biasanya suami tampannya itu sudah berada di rumah sebelum maghrib, tetapi hari ini bahkan menjelang isya' pun Arjuna belum juga pulang.

Tepat jam delapan malam sesudah sholat isya', Senja mendengar ketukan pintu dan bergegas membuka akses utama rumah sederhana itu tanpa melepas mukenanya terlebih dulu.

"A' Juna." Senja merasa lega karena suaminya kini sudah berada di rumah.

Arjuna pulang dengan membawa beberapa tentengan.

"Sayang, lihat ini a' Juna bawa apa?" serunya seraya melangkah ke ruang tamu yang sekaligus ruang untuk menonton tv.

"A' Juna, dari mana sih? Aku nungguin dari sore, aku khawatir," ucap Senja yang mengikuti langkah Arjuna dari belakang.

Arjuna lantas menoleh dan mengusap kedua pipinya. "Maaf, a' Juna nggak bilang dulu
sama kamu, a' Juna habis dari pasar sama teman-teman. Maklum, 'kan, hari ini gajian," ujarnya.

Senja tampak menghela napas, Arjuna kembali mengusap pipinya dan merangkul pundaknya.

"Marah, ya?"

Senja menggeleng. "Aku bukannya marah, aku cuma khawatir dan takut a' Juna kenapa kanapa, lain kali nggak boleh gitu. Harus kasih tahu dulu, biasanya juga kasih tahu ini malah nggak kasih kabar," ujarnya sambil cemberut.

"Iya, maaf. Nanti a' Juna nggak gini lagi deh, a' Juna pasti kasih kabar dulu. Maaf, ya!" Arjuna pun mengecup keningnya sampai Senja mengangguk berkali-kali.

"Yaudah, a' Juna mandi, gih. Aku mau manasin makanan," ucap Senja.

"Tapi, makannya cuma ada ikan dan kerupuk," sambungnya.

Arjuna pun tersenyum. "Nggak apa-apa, makan seadaya aja, makan sama garam juga, kita udah pernah, 'kan?"

Senja mengulum bibir dan mengangguk mengingat momen ketika susah dulu, waktu pertama kali menginjakan kaki di perantauan. Ketika harus menghemat biaya agar uang dari gaji yang pas-pasan bisa cukup sampai gajian berikutnya. Bahkan, Arjuna menolak menggunakan uang yang umi Rasti berikan pada Senja, saat perempuan itu menawarinya agar memakai untuk menutup kebutuhan sehari-hari.

Bersyukur, setelah beberapa bulan, Arjuna pun bisa menyewa motor agar ia dan Senja bisa menggunakannya setiap hari, untuk pergi ke pasar ataupun bekerja.

Arjuna kini memeluk Senja dan mengecup pundaknya.

"Sayang, a' Juna mandi dulu, ya. Nanti, a' Juna mau ngasih tahu sesuatu sama kamu." Ia pun menatapnya dengan intens. Senja tertegun dan bertanya-tanya dalam hati.

Handuk yang masih melingkar di pinggang serta handuk kecil yang menggantung di bahu lebar terlihat serasi dengan rambutnya yang masih basah.

Sesudah mandi, Arjuna ingin segera memberitahukan kabar gembira itu pada Senja, kabar tentang dirinya yang sudah naik jabatan. Senja kini tertegun mendengar penuturan Arjuna.

"Yang bener, a' Juna?" gumamnya dengan wajah polos tampak bingung.

Arjuna pun mengagguk dengan sumringah. "Beneran, Neng, demi Allah!" Ia lalu menunjukan surat kenaikan jabatan itu pada Senja, sampai sang istri membacanya langsung.

Iris Senja berkaca-kaca, kemudian mengucap syukur seraya berlinang air mata.

"Masya Allah ... Alhamdulillah ...." Ia pun memeluk suaminya dengan erat.

"Maafin a' Juna, itulah sebabnya a' Juna datang telat hari ini," ucap Arjuna.

Senja mengangguk dengan berlinang air mata, Arjuna menyeka air
matanya.

"Udah dong, jangan nangis," pintanya dengan lembut.

"Ini adalah tangisan kebahagiaan, a' Juna," lirih Senja.

"Ohh ...." Arjuna merasa terharu dan memeluknya dengan lebih erat.

"Besok, neng Senja cek ada berapa nominal gaji yang Aa' dapat, terus kalau mungkin ada lebih, jangan lupa kirim ke Mama dan Umi, ya," pinta Arjuna.

Senja melepaskan pelukannya. "A' Juna, yakin mau ngirim uang ke Mama dan Umi?" Senja menatapnya dengan nanar.

Arjuna mengusap surai Senja. "Kirim secukupnya saja, ya, Sayang. Sekiranya kita di sini nggak kelaparan, sisanya jangan lupa ditabung. Tapi, kalau neng Senja butuh sesuatu, Neng boleh pakai. Bisa beli bedak, skincare atau neng Senja mau beli baju baru? Boleh, nanti a'
Juna anterin, ya?"

Senja menggeleng. "Aku nggak mau beli baju, skincare dan bedak juga masih ada. Aku punya stok lumayan yang dibawa dari kampung!"

Arjuna tersenyum gemas. "Ya, nggak apa-apa dong sekali-kali, mungkin saja istri aa' ini mau belanja?"

Senja kembali menggeleng. "Nanti aja ah belanjanya, sekalian mudik mau lebaran!" tukas Senja.

Arjuna tersenyum lebar. "Istri cilik Aa' ini emang paling bisa, deh, paling pinter, makanya aa' bersyukur banget punya istri seperti neng Senja!" ia pun mulai merayu.

Senja tersenyum demikian lebarnya. "Nanti habis lebaran a' Sigit nikah, kita mau ngado apa, ya, A'?"

Arjuna tampak berpikir. "Apa aja deh, terserah neng Senja!"

Senja mengangguk, "Oke. Eh, ayo makan, A' Juna pasti lapar?" tuturnya.

"Ohya, a' Juna. Paling besok aku mau beli celana dalam buat a' Juna, soalnya ada dua celana dalam a' Juna udah pada sobek, tadi siang aku buang!"

Arjuna kini cemberut dan terpaku di hadapannya.

"Kenapa?" Senja mengernyit. "A' Juna marah karena aku buang celana dalam a' Juna?" tuturnya yang kemudian bengong.

Arjuna pun menggeleng dengan tatapan yag sulit diartikan.

"Kenapa?" Senja masih bertaya-tanya.

"Untuk apa neng Senja beli celana dalam aku? Kalau setiap malam aja, a' Juna jarang pake celana dalam?" papar Arjuna kemudian mengulum senyuman untuk menahan tawa.

Senja menyunggingkan bibir seketika.

"Idih!" ia pun bergidig disertai rasa geli dan melangkah pergi.

"Yaa ... neng Senja!"

Arjuna bergegas meraih dan membawanya ke dalam dekapan.

"Aww!" Senja menjerit karena Arjuna mencengkram pinggang
rampingnya.

"Mau ke mana, sih?" Arjuna mulai menggoda.

"Mau siapin makanan." Senja mencoba menghindar, tapi Arjuna mengunci pergerakanya.

"Udah diam sini, a' Juna mau makan neng Senja aja!" tukasnya sambil menggelitik pinggang istrinya.

Senja menjerit manja. "Aww! a' Juna ...." Senja tak bisa menolak
saat Arjuna mulai mengeratkan dekapan dan memberi gigitan kecil pada ceruk lehernya.

Menciumnya berkali-kali dan memberinya banyak sentuhan yang begitu hangat.

***

Hari ini, Arjuna dan Senja beserta staf yang lain datang ke rumah pak Sardi untuk memenuhi undangan makan malam.

Kediaman pak Sardi juga terbilang biasa saja, jauh dari kata mewah hanya saja rumahnya lebih besar dari rumah-rumah yang ditempati oleh karyawan biasa. Pak Sardi sendiri juga perantau sama seperti pekerja lainnya, beliau berasal dari Cilacap Jawa tengah yang menikah dengan almarhumah istrinya berasal dari Jakarta.

Di rumah Pak Sardi, sudah tersedia banyak makanan yang disajikan ala parasmanan. Di kediamannya itu, beliau tinggal bersama putri semata wayangnya yang bernama Sarah, tetapi hari ini Sarah sedang tidak ada di rumah.

Pak Sardi menyambut semua staf yang hadir dan menyerukan pada mereka untuk menikmati jamuan. Arjuna memperkenalkan Senja pada Pak Sardi. Untung saja bukan cuma Arjuna yang membawa istri, beberapa staf lain juga ada yang membawa pasangan ke acara makan malam itu.

Sekitar pukul 10 malam, sudah tiba waktunya untuk para staf pulang ke rumah. Namun, tiba-tiba seorang wanita dengan sempoyongan menabrak pintu rumah pak Sardi, sampai semua mata tertuju padanya dan tercengang melihatnya.
Wanita itu adalah Sarah, baru pulang dari kebiasaannya bersenang-senang bersama dengan kekasihnya yang bernama Reno.

"Papa ...." gumamnya.

Sarah yang kini berjalan dengan sempoyongan, bajunya seksi hingga mengekspos kaki jenjangnya di atas lutut, ia pun terjatuh sampai kedua paha mulusnya terpampang.

"Argh!"

Senja yang melihatnya kini bergegas mendekat dan membuka outer yang ia kenakan untuk menutupi bagian kaki Sarah dan membantunya bangun lalu memapahnya secara perlahan.

"Hati-hati," ucap Senja dengan lembut.

Pak Sardi berdiri tepat di hadapan keduanya. "Sarah!" tegasnya sampai Sarah dan Senja menatap bersamaan.

Pak Sardi meraih tubuh putrinya itu secara kasar. "Datang-datang bukannya ngucapin salam, ini malah oleng ke sana ke mari. Habis mabuk lagi, kamu?" Beliau pun menegurnya di hadapan banyak orang.

"Papa." Sarah hanya bergumam dengan menundukan wajah, karena merasa sangat pusing.

"Cepat masuk kamar!" Pak Sardi pun memapahnya dengan kasar dan membawa perempuan itu ke kamar.

Mereka yang hadir masih cukup terkejut oleh kejadian itu, Senja kembali pada Arjuna sampai suaminya itu merangkul pundaknya.

Acara makan malam pun selesai, ditutup dengan ucapan permohonan maaf dari pak Sardi atas ketidaknyamanan yang disebabkan oleh putrinya.

Pak Sardi marah pada putrinya, Sarah tidak pernahmendengarkan
nasihatnya selama ini. Hidup perempuan itu hanya dihabiskan denganbersenang-senang dan
pulang dalam keadaan mabuk minuman.

Pak Sardi akhirnya menemui Reno ke kediaman lelaki itu, Reno adalah anak orang
kaya pemilik salah satu pertambangan batu bara di Kalimatan. Asli orangJakarta, hanya saja ia sedang ditugaskan oleh ayahnya untuk memantau bisniskeluarga. Kemudian bertemu dengan Sarah lalu mereka menjalin hubungan asmara.

Pak Sardi meminta pada Reno agar menjauhi putrinya dan tidak lagi
berhubungan dengannya, tetapi Reno menegaskan bahwa ia ingin menikahi
Sarah. Namun sayangnya, Pak Sardi tidak menyetujui lamaran itu, menurut priaitu Reno justru memberikan dampak buruk bagi putrinya. Pak Sardi dengan tegasmenolak lamaran dari Reno, hingga akhirnya Reno merasa patah hati. Memutuskanuntuk meninggalkan Sarah dan kembali ke Jakarta.

Sarah yang mendengar keputusan Reno akhirnya tidak dapat menerima keadaan,perempuan cantik itu pun semakin merasa kacau dan tertekan sampai ia overdosisoleh minuman keras dan dilarikan ke rumah sakit.

Desas-desus tentang putrinya pak Sardi sampai ke beberapa pegawai dipertambangan, mereka pun menyayangkan atas apa yang menimpa Sarah dan merasaiba pada pak Sardi yang notabennya adalah orag baik. Harus berbesar harimenerima takdir dikarunia seorang putri yang demikian. Arjuna pulang ke messdan menceritakan apa yang ia dengar dari
teman-temannya pada Senja.

"Semoga pak Sardi diberi kesabaran ya, A'." Arjuna mengagguk dan
mengusap bahu istrinya. "Padahal, Sarah itu cantik. Dia bisa dapatkan siapa pununtuk menjadi suaminya, tapi yang namanya cinta emang susah dan nggak bisadipaksakan begitu saja. Sarah pasti sangat mencintai kekasihnya, sampai diasekacau itu," ujar Senja yang kemudian mengusap tangan suaminya denganlembut.

"Besok, neng Senja ikut, ya. Kita ke rumah sakit bareng sama teman-teman a'Juna, kita nengokin Sarah agar pak Sardi bisa lebih bersabar dalam menghadapiujian hidupnya," tutur Arjuna sembari menyelipkan anak rambut istrinya kebelakang telinga.

Senja pun mengangguk, Arjuna menatapnya dan beralih mengusap pipinya. "Sehariantadi, mendengar tentang putri pak Sardi, a' Juna jadi mikir. Bagaimana jadinyakalau neng Senja ninggalin a' Juna?"

"A' Juna, kok, ngomong gitu?" sela Senja sampai mengernyit.

Arjuna menatapnya dengan nanar.

"Sepertinya, a' Juna juga bakalan hancur, mungkin lebih hacur dari siapapun,"ucapnya.

"A' Juna, udah ah, jagan ngomong gitu. Siapa juga yang mau ninggalin a' Juna."Senja meraih kedua tangan kekar suaminya.

"Aku sayang baget sama kamu, neng Senja!"

"Aku tahu, aku juga sayang banget sama a' Juna!" Senja memeluknya dan meminta suaminya itu untuk tidak berucap sembarangan lagi.

Arjuna Senja√Where stories live. Discover now