Arjuna Senja 5.

11 5 0
                                    


Arjuna Senja 5.

Hari pertama masuk sekolah setelah liburan panjang, tidak ada yang berubah dan mungkin hanya suasana sedikit berbeda.

Teman-teman Senja tidak lagi seaktif dulu untuk dapat mendekat dan mengajaknya ke mana pun. Seperti ada batas samar yang memang mereka sadari. Saat ini, Senja sudah menjadi istri seseorang, meskipun begitu mereka tetap bisa berteman baik.

Di dalam kelas, Senja kerap kali mendapat gurauan dari beberapa teman, bahkan dari bapak-ibu guru yang menyinggung tentang pernikahannya. Senja tidak pernah mengambil hati ataupun merasa tidak nyaman oleh semuanya. Ia hanya tersenyum menerima setiap guyonan yang ada, selagi tidak melewati batas, maka ia akan merasa baik-baik saja.

Teman-teman terdekatnya sampai ada yang berani mengulik urusan pribadi, mereka merasa ingin tahu apakah Senja sudah pernah atau belum menjalani kewajibannya sebagai istri. Istri yang sesungguhnya.

Sekali lagi, Senja hanya tersenyum dibuatnya. Ia memaklumi, bahwa yang namanya remaja, memang selalu mempunyai banyak rasa ingin tahu dan penasaran yang cukup besar.

Senja kerap kali membeberkan bahwa ia belum pernah melakukannya, sekali pun statusnya bersama Arjuna sudah sah sebagai suami istri. Biar bagaimana juga, Senja tak luput dari kenaifan sifat remaja yang memang kadang transparan dalam menjelaskan beberapa hal.

"Neng Senja ... kita ke kantin, yuk?" Elang menghampirinya.

"Ayo!"

Mereka pun pergi ke kantin bersama-sama, sama seperti biasa keduanya memang terkenal dekat.

Senja mengatakan pada Elang kalau dirinya akan ikut undangan bersama abah Koswara, Shailendra dan istrinya--teh Herlina ke Kalijati. Salah satu kecamatan di kabupaten Subang, Jawa Barat.
"Kamu mau ikut nggak, Elang?"

"Nggak, ah. Elang mau latihan band aja sama a' Jay. Nanti juga Elang mau belajar keyboard. Kata a' Jay, Elang juga harus belajar, biar nanti bisa bantuin ayah." Elang menjelaskan dengan detail.

"Oh, yaudah kalau begitu, nanti juga di sana ada teman aku, kok."

"Siapa?"

"Si Maya dan si Widuri, anak kelas 12 B."

"Oh." Elang merespon sembari menikmati minuman sirupnya. "Eh, Neng tahu nggak sih?"

"Apa?"

"Si Widuri itu suka loh sama a' Jay," ujar Elang.

"Hah? Seriusan?"

"Iya. Elang juga denger dari Aa', katanya si Widuri sering chat gitu." Senja mengernyit memperhatikan raut wajah Elang. "Ih, pokoknya aing nggak suka deh kalau si Widuri sampe jadian sama Aa', orangnya centil begitu."

"Bentar-bentar. Ini konsepnya gimana sih? Jangan-jangan Elang cemburu, ya?"

"Idih, apaan sih? Nggak banget kalau harus cemburu!"

"Ciiee ... Elang cemburu, tuh."

"Neng apaan sih?"

Senja menahan senyuman kemudian memalingkan wajah karena merasa tidak tahan melihat ekspresi Elang yang begitu tertekan.

💝💝💝

Sepulang sekolah, Senja menghubungi Arjuna dan menunjukan outfit yang ia kenakan untuk pergi ke undangan bersama dengan ayah dan kakaknya.

Senja bertanya mengenai pendapat suaminya tentang penampilannya hari itu. Namun, sayangnya, Arjuna merasa bahwa pakaian yang Senja kenakan terlalu seksi. Ia pun meminta agar Senja berganti pakaian.

Sebagai istri yang baik, Senja bergegas menuruti permintaan suaminya. Berganti pakaian dan menunjukannya kembali pada Arjuna. Dan tetap saja, Arjuna merasa bahwa pakaian istrinya itu masih terbilang cukup terbuka, apalagi ketika melihat bagian dadanya yang membentuk hampir sempurna.

Senja sempat dibuat kebingungan oleh suaminya sendiri, Arjuna memberinya beberapa nasihat yang terkesan posesif. Namun, biar bagaimanapun juga, apa yang diucapkan Arjuna bukanlah sesuatu yang tanpa alasan. Sebagai suami, ia hanya merasa bertanggung jawab atas apa yang istrinya kenakan, terlebih ketika hendak bertemu dengan banyak orang. Sikapnya yang demikian hanyalah semata-mata agar istrinya terhindar dari pandangan buruk orang lain, khususnya dari laki-laki mata keranjang.

Senja akhirnya pergi bersama abah Koswara dan Shailendra beserta istrinya yang bernama Herlina. Senja biasa menyebutnya teh Herlina, sosok yang berprofesi sebagai Polisi wanita itu ditugaskan di daerah Cikampek. Sementara umi Rasti tidak bisa ikut, karena beliau harus menemani Sigit berbelanja untuk kebutuhan graduation di kampus.

Mereka pergi dengan mengendarai mobil Inova hitam yang melaju serta melewati kampung Arjuna dengan jalanan cukup menguras emosi, masuk ke jalan raya dari Purwadadi sampai ke Kalijati.

Sesampainya di sana. Mereka langsung disambut oleh bapak-ibu hajat dan beberapa tamu undangan yang lain, mereka mengetahui bahwa yang datang adalah tamu yang disegani, yaitu bapak Lurah Koswara dari desa Gandasari.

Selain disuguhkan dengan beberapa makanan khas acara di daerah tersebut, Senja dan keluarganya juga bisa menikmati suguhan musik dangdut yang sedang terselenggara.

Kedua temannya, Maya dan Widuri akhirnya juga tiba ke tempat acara. Mereka bertiga pun bersama-sama memberikan kado pernikahan pada pemilik hajatan.

Setelah beberapa saat menikmati sajian, Maya dan Widuri mengajak Senja untuk naik ke panggung dalam rangka memeriahkan acara hiburan. Syukur-syukur kalau Senja bersedia menyumbangkan satu lagu, karena memang Senja sudah cukup terkenal dengan bakat menyanyinya, selain bakat menari.

Senja dan Elang adalah dua orang pecinta seni, keduanya bukan hanya belajar, tetapi juga kerap kali mengajar untuk junior kelasnya.

Senja sedikit enggan menerima tawaran kedua temannya. Selain rencananya datang karena hanya sebagai tamu undangan, ia juga belum meminta izin pada suaminya, Arjuna. Apalagi di bawah panggung itu sudah banyak berkumpul beberapa laki-laki, yang bahkan sebagian dari mereka ada yang sudah mabuk oleh minuman keras.

Maya dan Widuri tidak kehabisan akal. Keduanya meminta izin langsung pada abah Koswara dan Shailendra, agar Senja bersedia naik ke atas panggung. Orang tua dan kakaknya senantiasa berbaik hati dengan mengizinkan putri bungsunya itu menyumbang lagu.

Senja tidak ingin mengecewakan teman sekaligus keluarganya yang sudah memberi izin. Ia sudah membuat keputusan, Senja tidak akan menyanyi. Ia hanya akan menemani keduanya dengan menari sebanyak satu lagu. Itu pun dengan gerakan yang sekadarnya saja, demi menghormati pertemanan mereka.

Musik hendak berlangsung ketika Widuri sudah kembali setelah memberikan request lagunya pada MC panggung. Namun, ketika hendak melangkah ke arah panggung, seorang pemuda menghampiri ketiganya.

"Neng Senja?" Sapanya.

Senja sontak memandangnya, itu adalah Sagara. Pemilik kulit putih tengah berdiri tepat di hadapannya, mengenakan outfit santai dengan tshirt putih, jeans, sepatu kets, lengkap dengan topi hitam dan kalung rantai yang melingkar kokoh di leher tebalnya.

Sagara sukses membuat Maya dan Widuri terpaku oleh pesonanya.

"Eh, a' Saga, kok ada di sini?" tanya Senja.

"Iya, kebetulan aku orang sini," ujar Saga.

Senyumnya merekah hingga gummy smile tercipta sempurna di sana.

"Senja, luh udah kenal sama A' Saga?" Maya berbisik pada Senja.

Senja pun mengenalkan kedua temannya pada Sagara. Pemuda itu memang terkesan dingin dan cuek, tetapi memang begitulah sikapnya.

"Neng Senja, mau joged juga ke depan?" Saga menunjuk secara halus ke arah panggung.

"Iya. Ini ciwi-ciwi centil ngajakin joged," ujar Senja dengan mengabaikan protes dari keduanya.

Saga mengangguk, ia cukup terdiam sesaat ketika melihat situasi di depan panggung sudah terdapat beberapa kumpulan pemuda yang pasti tidak akan cukup aman bagi Senja dan kedua temannya.

"Kalau begitu, gimana kalau kita bareng?" tawarnya. Senja dan kedua temannya sontak tertegun.

"Emh, maksudnya, kita bareng-bareng ke sana. Kebetulan aku juga mau joged!" Saga berusaha menjelaskan secara hati-hati agar tidak menimbulkan kesalah pahaman.

Senja lantas mengangguk dan melangkah bersama temannya mengikuti Saga, hingga mereka membaur bersama menikmati musik dangdut di sana.

Hanya menikmati satu lagu, rasanya sudah cukup membuat energi terkuras habis. Sekitar sepuluh menit lebih, mereka bergerak seiring irama musik menghabiskan beberapa puluh ribu rupiah yang diberikan pada artis organ sebagai saweran.

Sagara merasa bertanggung jawab untuk mengantarkan kembali Senja dan dua temannya ke tempat prasmanan. Senja dan temannya pun kembali duduk bersama kumpulan abah Koswara dan beberapa rekan simpatisan.

"Saga, sedang apa kamu di sini?" sapa seorang pria paruh baya berpenampilan rapih dan terlihat berwibawa, tidak jauh berbeda dengan abah Koswara dan Shailendra juga bapak yang punya hajatan.

"Bapak," gumam Sagara.

"Heh, jangan macem-macem!" Pria paruh baya itu mendekat ke samping Saga dan menepuk pundaknya.

"Siapa itu, neng Senja?" tanya abah Koswara yang juga mendekat ke sampingnya.

"Abah, kenalin ini teh a' Saga, temannya a' Juna," ujar Senja pada ayahnya.

"Eleuh ... ieu si neng Senja, teh, Yang kemarin dikawinkan?" sahut pria baruh baya yang masih setia berdiri di samping Saga.

"Aduh ... si Bambang, ke mana saja silaing? Berani banget nggak hadir di acara hajatan kami." Abah Koswara sudah mengenal pria paruh baya tersebut yang ternyata bernama Bambang.

"Aduh! Hampura, Abah, kami benar-benar sibuk, 'kan udah diwakilkan ke si Aa'." Pak Bambang mengcium tangan abah Koswara, mengenalkan Saga secara resmi pada Abah dan Shailendra. Pemuda tampan berkulit putih itu sontak bersikap sopan pada Abah dan Shailendra.

Pemilik seni Jaipongan, Bagus grup, yang diambil dari nama depan anaknya dan diawali nama pak Bambag itu sendiri yaitu Bambang dan Agus Sagara menjadi Bagus Grup. Kini saling berpelukan bersama abah Koswara.

Kedua paruh baya itu mulai mengobrol bersama, begitupun dengan anaknya yang tidak mau kalah. Saga tinggal lebih lama dengan duduk di sebelah kedua teman Senja. Maya dan Widuri.

"A' Saga nggak kuliah?" tanya Senja memulai pembicaraan.

Walaupun Sagara tipikal orang yang dingin, tetapi pemuda itu cukup menyenangkan bila diajak ngobrol dan menjadi pendengar yang baik.

"Hm ... Aa' masih libur. Beda fakultas, 'kan, sama Arjuna." ujarnya.

"Oh, begitu." Senja mengangguk.

"Kirain, neng Senja ikut ke Bandung?" tutur Saga.

"Aku cuma nganterin doang."

"Kirain nginep di sana, kasihan a' Juna kesepian," ujar Sagara yang kemudian menggertak gigi lalu berpaling muka, bahkan nada bicaranya terdengar sarkas.

"Masih sekolah." tegas Senja, ia belum lupa kalau teman-temannya Arjuna kerap kali doyan meledeknya.

Sagara tengah menahan senyuman, tapi pandangannya kini terfokus pada Senja.

Setelah cukup lama, mereka pun kedatangan Aerlangga dan Lingga yang memang sengaja diundang oleh Saga, dua pemuda itu sudah dalam keadaan mabuk minuman.

Senja harus berpamitan pada kedua temannya dan ketiga pemuda tampan itu.

"Senja pamit, ya semuanya." Ia pun melambaikan salah satu tangan sembari beranjak.

Abah Koswara merangkul bahu putri tercintanya dan mereka pergi bersama meninggalkan acara.



Ουπς! Αυτή η εικόνα δεν ακολουθεί τους κανόνες περιεχομένου. Για να συνεχίσεις με την δημοσίευση, παρακαλώ αφαίρεσε την ή ανέβασε διαφορετική εικόνα.
Arjuna Senja√Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα