Jay si patah hati💔

11 4 0
                                    



Di sini ada lagu khusus yang sering kuperdengarkan sambil mengiringi tulisan. Aku biasa dengerin Lagunya Putri Aryani, tak mampu lupa.

Di Ig ataupun di tiktok juga belum pada diup...

Arjuna Senja 14.


Jay si patah hati💔

Pertikaian Elang dan Jay masih berlanjut, lelaki itu benar-benar menepati janjinya. Di mana ada Jay, maka ia tidak akan mengizinkan diri ikut serta di dalamnya. Situasi itu membuat teman-temannya menjadi canggung, entah sampai kapan adik kakak itu akan bisa berdamai.

Arjuna Senja menghampiri Elang ke rumahnya, mereka pun ingin bertemu sebelum Elang benar-benar pergi ke Yogyakarta besok. Elang tampak bersedih dan duduk dengan begitu setia di samping Senja.

"Yang semangat, ya, belajarnya!" ucap Senja.

Elang pun mengangguk seketika. "Neng Senja, janji, ya. Kita akan tetap chattingan?"

Senja lantas mengangguk sembari mengukir senyuman, merasa tidak tahan dengan hal yang baru dalam hidupnya. Elang pun memeluk Senja tepat di hadapan Arjuna. Untungnya, Arjuna tidak mempermasalahkan hal itu, karena ia memahami bahwa Elang dan Senja sebentar lagi akan berpisah.

"Elang sayang banget sama neng Senja," gumamnya.

"Aku juga sayang banget sama Elang," balas Senja.

Elang melepaskan pelukannya dan menyeka air matanya.

"Elang, sekalian aku juga mau bilang sesuatu sama kamu, Jay, Ayah dan juga Bunda," ujar Senja.

Arjuna dan Senja pun mengutarakan maksudnya, beberapa hari lagi mereka juga akan pergi ke Kalimantan.

"Kalimantan?" Bunda Kartiwi sontak tertegun.

Senja mengangguk ke arahnya lalu mendekat. "Aku akan ikut untuk menemani a' Juna di sana, Bun. A' Juna dapat rekomendasi dari kampusnya, a' Juna milih Kalimantan untuk bekerja di perusahaan batu bara," ungkapnya.

Bunda Kartiwi menoleh pada suaminya, lalu menundukkan wajah dan merasa sangat bersedih karenanya.

"Kemarilah, Neng!"

Beliau pun memeluk Senja dengan erat, lalu mereka menangis bersama.

Ayah Pramudya mendekat ke hadapan Arjuna dan menepuk pundak lelaki itu. "Ayah titip neng Senja, ya, A' Juna," tukasnya.

"Iya, yah."

"Neng Senja, kadang-kadang suka rewel, gampang bosan dan cerewet. Ayah harap, a Juna bisa membimbing neng Senja. Jangan dibentak, apalagi kalau sampai dikasarin. Paham, A'?" ujar Ayah Pramudya dengan tutur katanya yang lembut dan bijaksana.

"Insya Allah, Juna akan berusaha membimbing neng Senja," ucap Arjuna.

Elang menoleh pada Arjuna hingga mereka saling berpelukan. "Elang juga titip neng Senja, ya, A'," tukasnya.

Arjuna pun mengangguk seketika. Elang bergabung ke hadapan ibunya, dan ketiganya saling berpelukan.

Arjuna Senja lalu menemui Jay yang sedang berada di belakang rumah, pemandangan di sana begitu rindang terlihat pohon manga, jambu dan beberapa tanaman lainnya sebagai kebun mini yang dibuat oleh Ayah Pramudya.

Pria karismatik itu sedang memandangi layar ponselnya, memikirkan tentang Widuri yang hampir satu bulan tidak menghubunginya.

"Jay!"

Senja memanggilnya dengan lirih. Jay terkesiap, ia kemudian mendekat ke hadapan Arjuna Senja. Dua sejoli itupun mengutarakan rencananya untuk pergi ke Kalimantan.

"Kita akan berangkat setelah acara wisuda nanti," ujar Arjuna.

Jay terpaku memandangi keduanya, lelaki itu menghampiri Senja dan memeluknya dengan erat. Jay terdiam cukup lama, hatinya merasakan kegelisahan yang teramat dalam. Belum usai gelisahnya karena memikirkan Widuri, kini harus bertambah dengan memikirkan Senja yang berencana pergi meninggalkan pulau Jawa demi untuk menemani suaminya Arjuna.

"Jay, kalau aku perhatikan, kamu sedang fokus sama handphone. Pasti kamu sedang chattingan, ya, dengan Widuri?" tanya Senja.

Jay menggeleng, wajahnya tampak bingung, ia lalu berpaling dan duduk di kursi. Arjuna dan Senja saling menatap, perempuan itu kemudian mendekat dan duduk di samping Jay.

"Ada apa?" Jay menoleh dan menggeleng secara perlahan. "Kamu tidak bisa menyembunyikan apapun dariku, Jay." Senja kembali menatapnya.

Jay menghela napas perlahan, Senja benar bahwa ia tidak bisa menyembunyikan apapun darinya.

Jay mengutarakan segalanya, tentang kegelisahan selama ini, tentang dirinya dan Widuri juga tentang hubungannya ketika di pegunungan. Senja tersenyum dan menggenggam tangan Jay yang terasa begitu hangat.

"Apakah sekarang ini, kamu sedang merindukannya?" Jay lantas mengangguk.

Arjuna seketika menepuk pundaknya, duduk di sampingnya yang masih menyisakan space_ kosong.

"Lu mendingan ngomong deh ke ayah lu, Jay. Lamar tuh, si Widuri," saran Arjuna.

Jay lantas menatap pada Arjuna, hingga Arjuna mengangguk memberinya keyakinan.

"A' Juna benar, Jay. Dari pada kamu selalu menahan rindu, lebih baik kalian menikah saja. Kalau udah nikah, 'kan, enak. Iya nggak, a' Juna?" tutur Senja yang kemudian memandangi Arjuna.

"Neng Senja benar, Jay. Nikah itu enak, apalagi nikah muda seperti kita. Bebas, bisa ngapain aja," ujar Arjuna.

"Terhindar dari zina juga, iya, 'kan, a' Juna?" Senja kembali melemparkan pendapatnya.

Arjuna lantas mengangguk dengan mengukir senyuman. Jay tertegun seketika, wajahnya mulai murung memikirkan segala apa yang pernah ia perbuat bersama Widuri.

Ponsel Senja tiba-tiba berdering. Pucuk dicinta ulam pun tiba, telepon itu adalah dari Widuri. Senyumannya merekah seketika.

"Jay, ini Widuri!" seru Senja dengan menggenggam handphonenya.

Namun, Jay seketika memberinya kode agar Senja tidak memberitahukan keberadaannya. Senja dan Arjuna lantas tertegun, saling memandang dan perlahan Senja pun menjawab telepon dari Widuri. Senja cukup tercengang, karena Widuri ingin mengajaknya bertemu. Widuri ingin berpamitan untuk pergi ke Korea Selatan, katanya ia sudah mendaftarkan diri sebagai tenaga kerja Indonesia di salah satu yayasan yang menyalurkan tenaga kerja ke salah satu kota di Negara itu.

"Ada apa, neng Senja?" Arjuna mengernyit memandangnya.

Senja menutup telepon dan mengutarakan apa yang barusan ia dengar dari Widuri. Jay tercengang, merasa sangat terkejut atas apa yang ia tangkap dari pembicaraan Widuri kepada Senja. Saat itu juga, Jay bergegas pergi ke rumah Widuri untuk bertanya langsung padanya, diikuti serta oleh Arjuna dan Senja.

Membutuhkan waktu hampir 30 menit untuk bisa sampai ke rumah Widuri dari rumah Jay. Menjelang Maghrib, mereka pun baru sampai di rumah Widuri, kedatangannya disambut hangat oleh kedua orang tua Widuri. Ibu Widuri mempersilahkan mereka untuk masuk dan menikmati suguhan.

"Silahkan dinikmati, ibu permisi dulu, ya. Masih banyak kerjaan di dapur!" serunya.

Widuri terpaku lantaran ada Jay di rumahnya. Tanpa basa basi, Jay lantas bertanya tentang maksud Widuri untuk pergi ke Korea. Jay memandang Widuri dan melangkah ke hadapannya.

"Kenapa kamu tidak kuliah? Mengapa lebih memilih Korea?" cetusnya.

"Aku ingin bekerja di sana, Jay," tukas Widuri dengan begitu tenang.

"Bekerja? Berapa lama?"

"Aku menandatangani kontrak sekitar lima tahun," Jay Pramudya lantas terpaku, hatinya menjadi pilu ketika Widuri menyatakan hal itu di depannya.

"Widuri, jadi, inikah alasan kamu tidak pernah menghubungi ataupun membalas pesanku selama ini?" Widuri menggeleng, Jay meraih lengannya dan menggenggamnya dengan erat. "Widuri, kuharap kamu tidak pergi," ucap Jay.

Widuri tercengang seketika. "Aku sangat mencintaimu!" ujar Jay, ia pun menoleh pada Arjuna dan Senja, suami istri itu pun mengangguk dan memberinya keyakinan.

"Apakah tidak sebaiknya kamu dan aku menikah saja?" tuturnya.

"Apa? menikah?" gumam Widuri, yang lalu terpaku di hadapannya.

Jay mengangguk dan mengecup kedua punggung tangan Widuri.

"Aku akan segera bicara pada bapak," ucap Jay.

"Ba-bapak siapa?" Widuri sedikit terbata-bata.

"Bapakmu. Aku juga akan bicara kepada ayahku," tukas Jay.

Widuri semakin tidak bisa berkata-kata, mulutnya menganga tanpa mampu mengucapkan apapun.

"Aku akan menikahimu," Jay menyentuh kedua pipi kekasihnya dengan begitu lembut.

Widuri tampak berkaca-kaca, raut wajahnya seketika terlihat kebingungan, kemudian berpaling dari Jay.

"Itu tidak mungkin, Jay!" ucapnya.

"Tidak mungkin?"Jay tercengang.

Widuri kembali menatapnya. "Ya, kita tidak mungkin menikah," pungkas Widuri.

Jay masih terpaku dan merasa bingung oleh jawaban yang diberikan Widuri padanya, Senja lalu mendekat dan menyentuh pundak sahabatnya itu.

"Widuri, mengapa kamu menolak, Jay? Bukankah selama ini kamu mencintainya? Bahkan beberapa puisi yang kamu tulis, semua itu karena terinspirasi dari Jay dan untuk Jay seorang. Lalu, mengapa kamu menolak Jay?" Widuri mengerjapkan mata, hingga air matanya kini menetes beberapa kali.

"Itu benar, Senja. Aku sangat mencintai Jay." ia pun memandang pada Jay. "Hingga saat ini, tidak ada pemuda lain yang kucintai selain dirinya," ujarnya.

"Lalu, kenapa barusan kamu menolaknya? Jay mengajakmu untuk menikah," ujar Senja.

Jay kembali mendekat dan menggenggam tangan Widuri. "Widuri, apakah kamu belum siap? Kalau begitu, aku nggak akan memaksamu, apakah kamu ingin kita bertunangan terlebih dulu?"

"Tidak, Jay!" sahut Widuri dengan singkat.

Jay kini tertegun. "Atau kamu ingin aku menunggumu? Ketika kamu pulang dari Korea, aku akan tetap menikahimu?" tutur Jay.

Widuri lantas menggeleng. "Kita tidak bisa menikah, Jay!" ucapnya.

Jay terperangah. "Kenapa?" ia pun bengong di hadapan mereka.

"Karena aku sudah terikat kontrak!" sahut Widuri.

Jay kembali meyakinkan Widuri. "kontrak itu, 'kan, hanya 5 tahun, aku akan tetap menunggumu. Atau, kamu sebaiknya tidak usah pergi, kita menikah saja. Bagaimana?"

"Jay, tidak semudah itu. Jika aku tidak jadi pergi, maka keluargaku harus mengeluarkan puluhan juta, mereka akan mendendaku," ujar Widuri.

"Itu tidak masalah, Sayang. Berapa puluh juta yang harus dikeluarkan? Aku akan bicara pada ayah, setelah itu kita akan menikah. Bagaimana?" Jay begitu antusias untuk mengajak Widuri agar mau menikah dengannya.

Widuri tampak semakin bingung, jemarinya kini saling meremas karena sepertinya wanita itu masih menyembunyikan sesuatu. Senja kembali menyentuh bahunya dan mempertanyakan segalanya pada sahabatnya itu.

"Ada apa? Kok kelihatannya kamu sedang bingung?"

"Senja!"

Widuri kini berlinang air mata menatapnya. Senja tertegun, berusaha mencari arti dari tatapan itu. Widuri kini menatap Jay dan menyentuh wajahnya.

"Jay, mengapa kamu ingin menikah denganku?"

"Karena aku mencintaimu! Kok pertanyaannya aneh banget sih? Udah jelas kita saling cinta, makanya aku ingin kita menikah," ujar Jay dengan senyuman merekah di bibirnya, kemudian merangkul pundak Widuri dan mendekapnya di hadapan Arjuna Senja hingga mereka tersipu malu.

"Neng Senja, sini! Arjuna menyuruh istrinya itu untuk menjauh dari keduanya." Senja menurutinya dan memilih duduk kembali di samping suaminya.

Jay dan Widuri saling berpelukan, mengabaikan Arjuna Senja di sana.

"Aku kangen banget sama kamu, Widuri," ucap Jay.

Widuri hanya mengangguk. "Aku juga kangen sama kamu, Jay!" ucapnya.

Jay Pramudya kini menangkup wajah Widuri dan mengusap kedua pipinya, lalu mencium keningnya dengan penuh kehangatan.

"Widuri, apakah kamu baik-baik saja?" Jay pun menatapnya dengan lekat.

Widuri mengernyit, tatapan Jay sepertinya mempunyai sebuah arti. Benar saja, tangan Jay kini mulai meraba di perut langsingnya.

"Widuri, semoga saja kamu tidak jadi pergi," ucap Jay.

"Kenapa begitu, Jay?" Widuri mempertanyakan maksudnya.

Jay masih meraba perut langsing kekasihnya itu.

"Semoga saja, apa yang pernah kita lakukan, bisa mencegahmu untuk pergi." Widuri kembali mengernyit.

"Memangnya, kalian berdua ngelakuin apa?" celetuk Senja.

"Neng Senja. Ssssttt!" Arjuna pun merangkul pundaknya dan membungkam mulut mungilnya.

"Ada apa sih?" Senja menjadi ingin tahu.

Sementara Arjuna menjadi canggung, tidak mungkin baginya untuk mengatakan pada istri kecilnya itu bahwa Jay dan Widuri sudah pernah tidur bersama. Senja menoleh ke sana ke mari, dan merasa diabaikan oleh mereka.

"Yaudah ah, sebaiknya kita pulang aja, yuk, a' Juna. Ngapain juga kita di sini, cuma jadi kambing congek!" ujarnya dengan ketus.

Senja lantas beranjak dari duduknya. "Senja, jangan tinggalin Jay!" seru Widuri.

"Malas ah, kita pulang duluan, ya!" Senja bergegas meraih tangan Arjuna agar suaminya itu juga beranjak dari duduk.

"Tidak Senja, kalian harus pulang bersama-sama," tukas Widuri yang kini menghadang ke hadapan Senja, sampai Senja terpaku memandangnya.

Widuri menoleh pada Jay. "Jay, pulanglah!" pintanya.

Jay mengangguk. "Baiklah, secepatnya aku akan kembali dan membawa kedua orang tuaku," ujarnya.

"Untuk apa Jay? Mengapa kamu ingin membawa kedua orang tuamu?" tanya Widuri sampai terlihat gelisah.

Jay kini merangkul pundaknya dan berbisik ke rungunya. "Untuk menikahimu."

Widuri menatapnya seketika. "Tidak!" sahutnya.

Jay kini cemberut dibuatnya. "Kenapa sih? Nggak percaya?" lirihnya.

Widuri menggeleng. "Kita tidak bisa menikah, Jay!" ucapnya dengan tegas.

Jay Pramudya, Senja dan Arjuna lantas tercengang mendengar penolakan yang ke sekian kalinya.

"Kenapa?" gumam Jay.

"Kita tidak bisa menikah!" sahut Widuri terus mengulangi ucapannya.

"Iya, kenapa? Kenapa kita tidak bisa menikah? Apa alasannya? Sekarang aku tahu kamu akan ke Korea, aku akan menunggumu, lalu apa masalahnya?" Jay mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.

Senja yang melihat itu lantas merasa gereget sendiri dan mendekat ke hadapan keduanya.

"Wid, jangan-jangan lu suka sama cowok lain?" ketusnya.

Widuri menatap pada Senja, kemudian menggeleng.

"Kamu suka sama laki-laki lain?" tanya Jay lirih. Widuri kembali menggeleng. "Lalu apa masalahnya?" Senja merasa gemas sendiri.

"Lu nggak percaya sama Jay? Nanti juga, kalau kuliahnya udah lulus Jay pasti akan nyari kerja buat ngasih nafkah ke lu!" ujar Senja.

"Neng Senja, udah sini," Arjuna mencoba mengingatkannya.

"Diam dulu, A'. Aku jadi greget deh sama Widuri," sahut Senja.

Arjuna lantas menghela napas dan menepuk pundak Jay.

"Ayo buruan jawab, kita mau pulang, udah malam soalnya." Senja kembali bersikap ketus.

"Ya udah, pokoknya, nanti aku akan kembali bersama Ayah dan Bunda." Jay seketika mendaratkan satu ciuman ke salah satu pipi Widuri, sampai wanita cantik berkulit terang itu tercengang menatapnya.

"Bye, Sayang!" ucap Jay dengan lembut.

Ketiganya hendak melangkah keluar dari ruang tamu Widuri.

"Kita tidak bisa menikah, Jay!" seru Widuri, sampai ketiganya sontak menghentikan langkah.

Jay menoleh dan mengangguk, "Aku tahu, kamu belum siap, 'kan?" Ia pun kini tersenyum ke arah kekasihnya.

Widuri menggeleng. "Kamu tidak bisa menikah denganku," ucapnya.

Jay merasa bingung, sampai kesabarannya kini seolah habis karena Widuri selalu mengatakan tidak bisa menikah dengannya tanpa menjelaskan maksud perempuan itu. Ia pun mendekat dan mencengkram salah satu lengannya.

"Kenapa? Apakah benar kalau kamu menyukai pria lain?" tegasnya.

Widuri menatapnya dengan lekat dan menggeleng secara perlahan.

"Lalu kenapa?" Jay kembali menegaskan ucapannya.

"Karena aku mandul," lirih Widuri.

Rasanya bagaikan tersambar petir. Jay terpaku, begitu pun dengan Senja dan Arjuna.

"Aku mandul, Jay!" ulang Widuri dengan lirih.

Jay kini terbata-bata. "Ti-tidak mungkin?" gumamnya.

Widuri berlinang air mata. "Aku juga inginnya begitu, ini pasti tidak mungkin," ucapnya.

"Ini hanya alasanmu saja, 'kan? Karena kamu tidak mau menikah denganku?" Jay kini mencekal salah satu pergelangan tangan Widuri.

Senja kembali mendekat dan menatapnya dengan tajam. "Wid, jangan bercanda seperti itu. Nggak lucu, tahu!" cibirnya.

Widuri menatap Senja dengan nanar. "Tidak Senja, aku tidak bercanda, aku serius. Aku tidak ingin menikah dengan Jay," ucapnya.

Jay semakin mencekalnya. "Dengar, tidak ada yang bisa menikahmu kecuali aku, karena kita berdua sudah melakukannya. Aku akan menikahmu!" tegas Jay.

Senja pun terperangah mendengarnya. "Jay?" gumamnya.

Jay menoleh pada Senja. "Itu benar, aku sudah melakukannya dengan Widuri. Untuk itu aku ingin bertanggung jawab," tuturnya dengan penuh kejujuran.

Senja kini terpaku, napasnya seolah hilang entah ke mana. Dadanya terasa begitu sesak dan tidak percaya mendengar penuturan Jay.

"Jadi, kalian berzina?" gumam Senja, Widuri sontak menatap Senja.

"Mungkin itulah balasannya, Senja. Aku telah berzina, makanya aku menjadi mandul," ujarnya dengan penuh air mata.

Senja menatap keduanya dan kembali tidak percaya, Arjuna pun mendekat dan merangkul istrinya itu.

"Aku tidak bisa menikah denganmu, Jay, tidak bisa," ucap Widuri.

"Hanya karena kamu mandul? Kita bisa cari cara untuk mempunyai anak, kamu bisa terapi atau meminum obat dan ramuan," ucap Jay.

Widuri terisak dan menyeka air matanya. "Memangnya, kamu tahu dari mana kalau kamu mandul?" Jay mengusap pipinya.

"Jika aku tidak mandul, lalu kenapa aku belum hamil? Seharusnya aku sudah hamil setelah malam camping itu, kenapa aku tidak hamil?" tanya Widuri.

Arjuna dan Senja semakin terpaku mendengarnya. Jay sempat berpaling, lalu kembali mengusap wajah Widuri.

"Kita hanya melakukannya satu malam, mungkin masih belum bisa hamil, bukan berarti kamu mandul," ucapnya.

"Tapi kita melakukannya lebih dari tiga kali, Jay! Tapi aku masih tidak hamil juga?" papar Widuri.

Jay sontak tebata-bata, menoleh pada Arjuna dan Senja yang menatapinya dengan tatapan tidak percaya. Widuri kembali menyeka air matanya.

"Jujur, sebelum menyusulmu ke tempat camping, aku melakukan tes kesehatan. Di sanalah aku mengetahui kalau aku mandul, untuk itu aku memutuskan untuk menemuimu karena aku ingin berpamitan padamu Jay. Aku ingin ke Korea, tetapi realita kita terlalu indah, kamu dan aku akhirnya bersatu. Dan aku sangat bahagia karena telah menyerahkan diriku seutuhnya kepadamu," ujar Widuri.

Senja yang mendengarnya seketika berpaling dan merasa sakit hati. "Aku berpikir, mungkin saja tes kesehatan itu keliru, tapi nyatanya walaupun kita sudah melakukannya berkali-kali. Sudah terhitung satu bulan lebih, aku tidak hamil juga. Berarti aku benar-benar mandul." Widuri kini menangis seketika.

Jay semakin merangkul wajahnya dan mengecupi keningnya. "Untuk itu, sebaiknya kamu mencari wanita lain dan menikah dengan bahagia, Jay," pinta Widuri.

Jay lantas menggeleng dan berlinang air mata. "Aku hanya mencintaimu, Widuri," ucap Jay.

"Tidak Jay, kamu harus menikah dan mempunyai keturunan. Bukan denganku, aku hanyalah seorang wanita mandul."

"Tidak, Widuri!"

"Maafkan aku, Jay!" Widuri mulai menjauh darinya.

Arjuna dan Senja kini memilih pergi meningalkan keduanya.

Malam itu, Jay Pramudya merasakan patah hati. Patah yang sepatah-patahnya, hingga membuat dia tidak ingin menjalin cinta dengan perempuan mana pun lagi.



Arjuna Senja√Where stories live. Discover now