Sajia nasi liwet

9 5 0
                                    



Sajian nasi liwet.


Bagaikan negeri di atas awan, pemandangan pagi di tempat camping gunung putri begitu menakjubkan. Halimun membaur di sepanjang mata memandang, menjadi tetesan embun pagi yang menghantarkan seluruh keindahan alam di atas sana. Begitu segar dan menyejukan.

Arjuna, Senja dan Elang baru kembali ke tenda sehabis mengikuti senam pagi.

Sepanjang langkah kakinya menuju ke tenda, Senja tengah termenung memikirkan tentang Jay dan Widuri yang belum kelihatan batang hidungnya dari semalam. Arjuna pun merangkul pundak istrinya.

"Ada apa?"

Senja menoleh sesaat, "Menurut A' Juna, Jay dan Widuri sedang ngapain, ya? Kok mereka belum kembali, aku jadi khawatir, deh,"

Arjuna lantas termenung memikirkannya. "Udah coba dihubungi belum?"

Senja menggeleng, "Aku mau tanyain dulu ya, ke Elang,"

Senja bergegas mendekat dan melangkah ke samping Elang untuk menanyakan tentang Jay dan Widuri. Namun, sama halnya dengan Senja, pemuda itu pun tidak tahu pasti di mana kakak dan temannya itu berada.

"Ya ampun!" Arjuna tercengang seketika.

Elang dan Senja pun ikut tercengan, terlihat kepulan asap hitam tepat di belakang tenda mereka. Ketiganya bergegas menghampiri dan ingin memastikan tentang apa yang terjadi.

"Elu, sih!"

"Ini salah, lu!"

Aerlangga dan Lingga sedang saling menyalahkan, di hadapan tungku api yang tengah mengepulkan asap cukup tebal. Sepertinya, kedua pemuda itu sedang memasak sesuatu. Kemudian, Jona membawa satu ember air dan menyiramkannya pada tungku api itu.

Nyeesss!

"Masalah pun selesai," pungkas Jona sembari menepuk tangan.

Elang dan Senja saling menatap, merasa heran oleh pemandangan itu.

Arjuna mendekati ketiga pemuda itu dan menegurnya. "Kalian ngapain, sih?"

"Tahu tuh, si Aerlangga," ucap Lingga dengan ketus.

"Dih, bukan aing, tuh si Jona," sahut Aerlangga dengan membela diri.

Jona pun menjelaskan pada Arjuna kalau sebenarnya mereka berniat ingin memasak sesuatu, rencana akan membuat nasi liwet, tapi apalah daya realita tak seindah ekspektasi.

Arjuna menggeleng secara perlahan, matanya mengerjap seiring menghela napas yang cukup berat lantaran merasa heran oleh perbuatan teman-temannya itu.

Senja mendekat pada Arjuna, diikuti oleh Elang. Gadis itu memperhatikan segalanya yang sudah basah dan berantakan.

"Kalian semua lapar, ya?" tanya Senja dengan memandangi ketiganya, mereka pun serentak mengangguk.

"Bahan makanannya masih ada?" Senja kembali bertanya.

Lingga lantas memandangnya. "Ada, Neng, kebetulan Aerlangga dan Jona bawa beras satu kampil, bawa bumbu masaknya juga, loh," ujarnya.

"Kita juga bawa telor satu kilo, iya, 'kan, Jona?" sahut Aerlangga yang kemudian melemparkan pertanyaan pada Jona, hingga pemilik pipi lesung itu mengangguk.

"Emangnya, kalian nggak kepengen beli makanan aja, noh di warung, 'kan, banyak makanan," seru Elang.

"Bosen!" sahut Aerlangga.

"Idih, nyusahin aja," ketus Elang.

Senja menghela napas lalu menoleh pada Arjuna. "Yaudah, a' Juna, aku mau bikin nasi liwet dulu, ya?"

"Nanti neng Senja capek, bagaimana?" Arjuna memandangnya, merasa khawatir.

Senja menggeleng, "Nggak, kok. Neng nggak capek, jangan khawatir," tukasnya.

"A' Juna bantuin, ya?" tawar Arjuna.

"Nggak usah, A'. Lebih baik, a' Juna mandi aja, aku mau masak," ujar Senja.

"Neng, Elang boleh bantuin, ya?" Pemuda itu mendekat dengan penuh antusias.

"Yaudah, a' Juna mandi dulu, ya." Arjuna menoleh pada ketiganya, "awas, ya. Jangan minta segala dibuatin yang macam-macam ke istri aing!" ketusnya.

Jona berdecak dan memberinya seringai, mereka pun akhirnya bergegas ke parkiran mengambil bahan makanan untuk membuat nasi liwet. Sementara Senja dan Elang sedang menyiapkan tungku apinya dan mengeringkannya terlebih dulu dari sisa air yang Jona siramkan barusan.

Senja dan keempat pemuda itu saling berbagi tugas. Atas intruksi dari Senja, para pemuda itu saling mengerjakan tugasnya masing-masing. Ada yang mengocok telur di mangkuk, menyalakan tungku, menyiapkan ikan asin. Sementara Senja sedang mencuci beras menggunakan baskom dan air mineral hingga menghabiskan beberapa botol.

Aerlangga dan Jona memang sudah mempersipakan segalanya, hingga mobil yang keduanya tumpangi dipenuhi oleh barang-barang untuk memasak lengkap dengan bahan makanannya.

Senja meminta bawang yang sudah diiris oleh Jona, tetapi hasilnya sangat tidak beraturan. Sontak saja, Elang, Aerlangga dan Lingga tertawa melihatnya.

"Lu, tuh yang benar, dong, bisa nggak sih?" cetus Lingga dengan memandangi hasil kupasan bawang si Jona.

"Emangnya kenapa, sih? Protes aja lu, yang penting, 'kan, masih bisa dimakan. Iya, nggak, Neng?" Jona menoleh pada Senja.

Senja hanya mengangguk tanpa menghakimi siapapun.

"Kalian sedang ngapain, sih? Kedengarannya ribut banget." Saga berseru menghampiri mereka. Pria tsundere itu mengibas-ngibaskan rambutnya yang sedikit basah sebelum akhirnya berhenti dan berdiri memandangi mereka.

"Mandi basah, lu?" celoteh Jona.

"Habis ngapain, nih?" seru Lingga dengan senyumannya yang nakal.

"Eeaak, mulai-mulai," tutur Aerlangga.

Namun, Elang dan Senja hanya fokus pada masakannya. Saga menoleh pada keduanya dan mendekat tepat di samping Senja.

"Neng Senja, sedang masak apa?" tuturnya lembut.

"Eh, ini, katanya a' Jona lapar, pengen makan nasi liwet," jawab Senja.

Saga pun menoleh pada Jona dan Aerlangga. "Kalian yang bawa semua peralatan ini?"

"Iya, dong. Kenapa memangnya?" sahut Jona.

Saga lantas mengendikkan bahunya dan mengacungkan jempol ke hadapan mereka, dari pada harus berdebat yang nantinya tidak akan ada habisnya.

"Harusnya, lu juga bawa mobil, Saga. Sekalian dah, tuh bawa pacar-pacar lu, biar bisa bantuin neng Senja di sini," celetuk Jona, "iya, nggak?" Ia pun menoleh pada Lingga dan Aerlangga.

"Kan, udah dibilangin kalau aing ini jomblo, jadi ngapain bawa mobil? Lagian, mobilnya juga sibuk buat nganterin cewek-cewek lain," ujar Saga yang semakin fokus memperhatikan Senja, wanita itu terlihat telaten mengurus masakannya.

"Tuh, 'kan. Cewek yang mana lagi, nih?" seru Lingga sambil tertawa.

Senja menoleh sesaat, mendengar canda tawa mereka yang selalu membuatnya menjadi kesal sendiri. Saga dapat melihatnya, Senja sepertinya tidak nyaman oleh obrolan itu.

"Ceweknya pasti nambah lagi," celetuk Jona.

Senja lantas memandang tepat ke hadapan Saga, hingga keduanya saling tertegun.

"Cewek-cewek sinden, dari grup Jaipongan Babeh, anjir, lu!" seru Saga disusul dengan mengukir senyuman, tapi tatapannya masih terfokus pada Senja.

Para pemuda itu pun sontak tertawa, begitupun dengan Elang. Senja kembali fokus pada masakannya dan merasa lega karena obrolan itu sudah berlalu.

Saga mengambil alih tugas Senja, ketika wanita itu hendak menggoreng ikan asin.

"Neng, sini biar aku aja," pintanya.

"Emangnya, a' Saga bisa?" tanya Senja, Saga lantas mengangguk.

"Udah sini, takut neng Senja kecipratan minyak goreng," ucap Saga, kemudian mengambil spatula wajan yang dipegang oleh Senja.

"Neng Senja, Elang mau beli minuman dulu, ya. Neng mau titip apa?" tawar Elang.

"Oh, aku ikut, ya?" sahut Senja.

"Nggak usah, Neng, di sini aja. Nanti capek. Jauh, 'kan, di tempat parkir," tukas Elang.

"Hm, yaudah, aku pesan teh manis hangat. Dua gelas, ya," ujar Senja.

Elang mengangguk, kemudian menawari yang lainnya, mengajak serta Aerlangga dan Lingga untuk ikut dengannya.

Saga kembali memperhatikan Senja. "Neng Senja, suka teh manis, ya?"

Senja mangangguk, "Bukan cuma teh, kopi dan susu juga kadang-kadang suka. Semaunya aja, A'," jawabnya.

Jona hanya terdiam memperhatikan keduanya.

"Kalau mau kopi nggak perlu beli," ucap Saga.

"Memangnya kenapa, A'?" tanya Senja.

Saga lantas menoleh pada Jona dan memberinya seringai. "Biasanya, si Jona sering bawa kopi," ujarnya.

"Neng Senja, mau kopi?" Jona menawarkan, Senja menggeleng seketika.

Senja menoleh ke sana ke mari, menyadari bahwa hanya ada mereka bertiga di halaman tenda itu. Sementara orang lain cukup jauh dari jaraknya saat ini. Perlahan, ia pun memilih pergi, namun Saga bergegas mencekal salah satu pergelangan tangannya.

"Neng Senja, ikan asinnya udah matang," ucapnya.

Senja menoleh pada ikan asin yang masih berada di penggorengan itu, kelihatannya memang sudah matang. Ia pun mengambil wadah dan memberikannya pada Saga, hingga meniriskan ikan asin itu pada wadah tersebut.

Arjuna sudah kembali dari kamar mandi yang cukup jauh dari lokasi tendanya, begitupun dengan Elang dan yang lainnya. Mereka akhirnya makan bersama, menikmati menu ala kadarnya yang disajikan di atas satu sisir daun pisang. Disimpan tepat di tengah-tengah sekumpulan anak muda itu. Ada nasi liwet, ikan asin, telur goreng dan tak lupa sambal yang dilengkapi dengan lalapan mentimun, terong dan kacang panjang hasil dari kebun Aerlangga.


Arjuna Senja√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang