ZD

3.1K 90 0
                                    

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu oleh Putra tiba. Setelah menunggu selama sembilan bulan akhirnya kemarin istrinya melahirkan putra pertamanya. Dengan perasaan cukup kalang kabut antara panik dan takut selama di ruang persalinan, akhirnya ia bisa mendengar suara tangisan putranya. Yang tanpa ia sadari ia menitikkan air matanya sembari mengecup i kening istrinya yang terlihat tampak lemas.

Idris dan juga putranya sudah pulang ke rumah karena kabar baiknya keadaan Idris cukup kuat dan sangat baik pasca melahirkan kemarin jadi dokter mengizinkan untuk pulang, terlebih Idris melahirkan secara normal sehingga tidak memerlukan waktu yang lumayan lama untuk menginap di rumah sakit seperti melahirkan cesar.

Saat ini Distria sedang berkumpul di rumah kakaknya bersamaan dengan yang lainnya juga di ruang santai. Semua fokus pada bayi mungil di gendongan Idris yang nampak tidur dengan tenang seolah tidak terganggu dengan banyaknya orang yang berada di ruang ini. Putrinya pun, Adzana juga seolah nampak fokus memandangi.

"Kayaknya bakal mirip Idris, kulitnya bersih walaupun cowok" ujar mamanya sambil tertawa yang diangguki oleh mama dari Idris juga.

"Tapi Putra juga nggak terlalu gelap kok kulitnya, jadi wajar kalau anak mereka kulitnya bersih" imbuh mama dari Idris.

Putra yang sedang diperbincangkan bergabung untuk duduk mendekati Idris kemudian menggendong putranya diiringi kecupan kecupan yang mana hal itu kemudian di larang oleh istrinya, takut jika putranya terbangun. Distria tertawa melihat perlakuan itu, ia teringat bagaimana Evan dulu yang sangat usil pada Adzana yang membuatnya sering kesal.

"Adzana dari tadi fokus banget ya Nak? Mau adek juga?" Tanya Mama dari Idris yang disambut persetujuan dari yang lain.

Mamanya pun mengangguk-angguk, "Iya, Adzana udah pengen adek ya Sayang?"

Adzana pun yang ditanya seperti itu reflek mengangguk, "Mau adek Mah"

Distria yang tiba-tiba ditatap oleh putrinya sedikit kelabakan.

"Wah Adzana mau adek berapa, Sayang?" Timpal Idris yang sengaja menggodanya.

"Yang banyak"

"Tuh Dis udah dikode loh, gimana Van?"

Evan yang sedang fokus bermain catur dengan papanya pun menatap Distria, melihat raut muka Distria yang tampak kebingunganpun membuatnya sedikit mengerti. Toh ia juga tidak ingin memburu Distria dengan tambahan momongan, ia sepenuhnya mendukung keputusan istrinya. Terlebih dengan pengalaman kelahiran putri pertama mereka masih sangat membekas di hatinya. Dimana ia begitu ketar ketir dan takut melihat Distria saat istrinya itu tampak tak sadarkan diri. Hal itu membuat dirinya bergidik, tidak siap dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bercongkol di kepalanya. "Oh, aku ngikut Distria aja Ma. Aku gamau nuntut dia, jadi biar sejalannya aja nanti"

Distria menatap suaminya yang juga menatap dirinya. Sejujurnya ia bukannya tidak ingin untuk menambah momongan, hanya saja jika melihat usia Adzana yang masih berusia lima tahun membuatnya sedikit parno untuk memiliki momongan baru. Bukan apa-apa, ia hanya takut jika putrinya merasa kekurangan perhatian darinya dan Evan karena yang jelas fokus dan perhatiannya akan lebih condong kepada bayi kecil mereka nantinya, walaupun ia juga tidak mungkin tidak memperhatikan Adzana.

***

Sudah sejak kemarin lusa Adzana merengek, putri kecilnya itu ingin untuk menginap di rumah uti nya. Entah kenapa Adzana kekeuh sekali ingin menginap disana jadi ia dan Evan terpaksa mengantarkan putrinya itu yang mana ketika sampai dirumah mamanya, Adzana langsung berlari kegirangan.

Dan kini Distria merasa kesepian karena putrinya tidak ada di rumah. Adzana yang biasanya sering berteriak memanggilnya dan yang kadang membuatnya memijat pelipis karena kelakuannya kini terasa dia rindukan, padahal masih dua hari berlalu.

Keping RasaWhere stories live. Discover now