L

11.4K 688 3
                                    

Sabtu kali ini Distria tidak bisa untuk tidur seharian, bahkan dari subuh tadi ia sudah bangun. Apalagi Gina juga ikut menginap dirumahnya setelah mengetahui bahwa hari ini orangtua Evan akan datang kesini. Sesuai apa yang dikatakan Evan minggu lalu. Lihat saja mamanya yang baru pulang belanja sebegitu banyaknya, padahal hanya orangtua Evan yang berkunjung. Ia tadi sudah membersihkan rumah bersama Gina dan baru saja ia ingin istirahat sebentar, panggilan dari mamanya sudah mengusik ketenangan. Distria heran melihat bahan masakan yang ada di meja, rasanya seperti akan memasakkan orang satu kampung saja.

"Mama heboh banget sih, orang cuma orangtuanya Evan juga" cibirnya saat sudah berada di dapur.

"Kamu lihat sendiri kan Gin temen kamu ini kayak gimana, ini calon mertua lo yang mau datang bukan tukang kredit panci"

Gina yang sedang mengupas wortel pun terbahak mendengar lelucon dari mama Distria, "Tau tuh Tan, dia kan emang suka gitu. Padahal Evan tuh udah sabar ngadepin dia"

"Terus aja belain si Evan, yang anak siapa yang di belain siapa"

"Assalamualaikum semua" sapa Idris yang baru datang bersama kakaknya. Wanita itu selalu saja terlihat cantik.

"Walaikumsalam" jawab mereka bersamaan sebelum bersalaman.

"Wah masak banyak banget ya Tante? Idris bisa bantu yang mana nih" inilah calon mantu idaman yang lain. Distria yakin setelah ini Idrislah yang akan dipuja, walau kenyataannya Idris memang patut mendapatkannya.
"Tuh contoh Mbak Idris, kayak gini dong Dis biar jadi mantu idaman. Jangan cuma bengong aja ngeliatin belanjaan, sampai kamu lahiran juga nggak bakal selesai kalau kamu pelototin aja"
Benar kan dugaannya. Calon mantu mamanya memang calon yang ideal baik dari bibit bebet dan bobotnya. Menyadari hal itu membuatnya tersenyum kecut membayangkan bagaimana orangtua Evan nanti. Ah, tapi mereka kan sudah saling kenal bahkan sejak SMA dulu. Mana mungkin mereka akan mencelanya?

Sekarang Distria sedang mengelap meja makan bersama calon kakak iparnya, sedangkan Gina lebih memilih menemani mamanya memasak.

"Mbak, Mbak Idris nggak pengin nikah sama Abang ya?"

Mendengar pertanyaan dari Distria, Idris menatapnya dengan heran, "Ya pengin dong Dis, kenapa memang?"

"Kok nggak sekarang aja?"

"Aku kan belum wisuda S-2 Dis, nunggu dulu lah mungkin awal tahun depan juga udah selesai kok. Kenapa? Kamu mau ngelangkahin Bang Putra?"

Buru buru Distria berpura pura sibuk mendengar pertanyaan dari Idris. "Ih kata siapa sih Mbak"

Idris terkekeh melihat Distria yang nampak salah tingkah di singgung perihal pernikahan, "Nggak papa kalau kamu mau ngeduluin, toh orangtua juga udah pada setuju"

Sekali lagi sosok didepannya ini membuat Distria merasa kagum,bagaimana beruntungnya sang kakak mendapat bidadari tak bersayap seperti ini?
"Mbak pasti kena pelet ya"

"Astaghfirullah, kamu ngomong apa sih Dis bawa bawa pelet" sergah Idris menanggapi Distria dengan nada yang masih terdengar lembut.

Segera saja Distria merutuki kebodohannya karna bicara hal seperti itu di depan Idris, "Ya abisnya Mbak baik banget, beruntung banget tau abang dapetin Mbak"

Idris tersenyum menanggapi.
"Jodoh itu rahasia Dis. Kala kamu memantapkan hati untuk memperbaiki diri, saat itu juga jodoh kamu sedang memperbaiki dirinya juga"

Distria baru saja akan menjawab Idris namun kalah cepat dengan suara kakaknya.

"Lo ngehasut Idris lagi kan Dis? Kurang kerjaan banget. Udah nggak usah dengerin kata kata dia Dris"

***

Semuanya sudah tertata rapi. Masakan pun sudah terhidangkan hanya tinggal menunggu para manusia itu untuk berkumpul. Dikamarnya, Distria sedang berbenah diri bersama Idris karna Gina sudah izin pulang sedari tadi sore. Distria memilih menggunakan dress hitam polosnya dengan memadukan sedikit make up hasil riasan Idris. Sungguh, calon kakak iparnya itu memang luar biasa.

Evan juga sudah mengabarinya bahwa ia dan kedua orangtuanya sedang on the way sekarang. Jadi hanya tinggal menunggu waktu saja mereka akan sampai.

"Kok aku ngerasa aneh ya Mbak? Padahal kan ini cuma makan malem biasa"

"Justru dari yang biasa itu bakal jadi yang luar biasa Dris"

Ketukan dipintu kamarnya membuatnya mengurungkan niat untuk bercengkrama lebih lama dengan Idris. Putra muncul dari balik pintu dan mengabarkan jika Evan sudah sampai dan dia diminta turun sekarang.

Evan dan keluarganya sudah berjalan ke ruang makan saat ia tiba sehingga membuatnya sedikit merasa malu karna keterlambatannya. Ia segera menjabat tangan kedua orangtua Evan dan melewati Evan begitu saja hingga pria itu menaikkan sebelah alisnya. Mereka semua sudah duduk di ruang makan dengan Evan dan Distria yang duduk berhadapan, Distria pun merasa lelaki yang duduk di depannya itu sama sekali tidak melepas pandangan darinya.

"Saya nggak nyangka lo Mbak, kalo mereka tuh udah mau nikah aja. Padahal kan mereka dulu berantem terus, iyakan Pa?" Celetuk mama Evan yang disambut tawa yang lainnya.

Sekarang juga tetep berantem kali Tan.

"Iya, saya juga nggak nyangka. Mereka memang udah waktunya nikah lo Mbak, keburu tua" ucapan mamanya itu membuat Distria menatap sang mama dengan horor. Mengapa pertemuan kali ini langsung menjurus ke pernikahan sih?

"Ma, masak aku mau ngeduluin Bang Putra sih? Kan nggak enak"

Mendengar namanya disebut,Putra pun menyahut "Idris belum lulus Dis, kita nyusul tahun depan"

"Iya Dis, lebih baik kamu cepet nikah biar ada yang jagain kamu. Umur kamu juga nggak muda lagi, kalau semuanya sudah siap kenapa di tunda tunda. Bukannya begitu?" Sahut sang ayah kali ini yang di iringi anggukan dari semua orang, tak terkecuali Evan yang tersenyum miring menatapnya.

"Bagaimana kalau bulan depan? Bulan depan itu kan bulan baik? Nggak kemepetan kan?" Usul mama Evan lagi yang membuatnya meringis berkali kali.

Dirinya begitu tak menyangka jika pertemuan mereka kali ini akan membahas hal seserius ini. Dan yang paling parah, orangtuanya juga mendukung agar ia cepat menikah dengan Evan. Ia pikir malam ini mereka akan makan malam biasa. Ternyata ini luar biasa diluar kepalanya. Evan pun terlihat senang senang saja di atas penderitaannya. Memang benar jika umurnya sudah tua, tapi menikah semendadak ini bukan lah impiannya. Dan lagi, ia masih belum yakin dengan keseriusan Evan. Ia takut menjatuhkan hati untuk kedua kali pada pria itu dan berujuang sakit hati lagi, meskipun dulu ia tak membaginya pada siapapun. Tapi sungguh, Evan pernah membuatnya patah hati dan menumpahkan air matanya dulu.

***

Makasih buat yang udah masukin nih cerita ke dalam library kalian, thankyou so much gaiss.

SeeU,

Keping RasaWhere stories live. Discover now