G

12.3K 738 8
                                    

Entah mengapa beberapa hari belakangan ini Distria sangat merasa malas. Ia merasa ada yang mengganjal di hatinya. Hubungannya dengan Zaka juga belum sepenuhnya mencair. Ia bingung harus bertindak seperti apa. Biasanya jika mereka bertengkar, satu dua hari mereka akan berbaikan. Tapi sekarang? Sebenarnya mereka sudah tak bertengkar, hanya saja suasananya tetap dingin seolah ada tembok penghalang diantara keduanya. Mereka masih saling mengirim pesan. Tapi tetap saja ia merasa tak tenang.

Hari ini ayahnya akan pulang dari rumah sakit. Soal Evan, ia memang sedikit lebih dingin padanya. Tapi pria itu tetap melontarkan lelucon pada keluarganya dan saat itulah membuatnya seperti orang bodoh yang sibuk dengan ponselnya sedangkan yang lain bercengkrama dengan dokter itu. Seperti sekarang ini, keluarganya bahkan nampak akrab dengan Evan yang ikut membantu Ayahnya untuk bersiap pulang. Mamanya juga terus mengucapkan terimakasih dan meminta Evan untuk mampir ke rumahnya. Putrapun bahkan seperti teman lamanya. Evan mengantarkan keluarganya hingga ke parkiran dimana mobil Putra terparkir. Sebelum masuk ke dalam mobil, Evan sedikit menarik tangan Distria lalu mengusap kepalanya yang membuat Distria tertegun.

"Sampai ketemu lagi" bisiknya sebelum menuntun Distria masuk ke dalam mobil dan Evan mulai masuk kembali ke rumah sakit.

"Kamu kok sama temenmu kayak orang nggak kenal gitu sih Dis? Anaknya baik lo" gumam sang mama saat mereka berada di mobil.

Distria enggan menanggapi namun malah Putra yang menyeletuk "Kebanyakan gengsi sih dia, padahal Evan udah kasih kode tuh"

Ia berdecak,"Apaan sih Bang, nggak jelas banget. Yah, Ayah bener udah sehat kan? Makanya jangan liburan berduaan doang, ajak aku dong" cela Distria mengalihkan pembicaraan.
Jujur saja jika ia merasa tak nyaman jika harus membicarakan soal Evan di depan keluarganya ini. Terlebih statusnya masih sebagai pacar Zaka. Walaupun hubungan mereka masih begitu saja.

***

EvanMuhammad : Lo beneran marah sama gue Dis?

Distria memang sudah menyimpan nomor Evan, apa salahnya mereka juga teman. Ia sebenarnya bingung harus menanggapi pesan dari Evan atau tidak, tapi ia seperti tak rela jika melewatkan kesempatan ini, sama seperti dulu.

DistriaAnggun : Marah sm org gila gaada gunanya jg

EvanMuhammad is calling...

"Aduh ngapain dia nelfon sih, angkat nggak ya kan gue marah"
Walaupun begitu ia memutuskan untuk mengangkat telfon dari Evan, ya untuk mengatasi kesunyian malamnya.

"Iya Dis, gue gila karna elo" mendengar sahutan itu membuat Distria berdecak.

"Nggak penting lo, ngapain sih nelpon"

"Mau mastiin lo udah makan apa belum, badan lo kerempeng gitu nggak ada bagus bagusnya"
Tuhkan, ia sudah bisa menebak apa yang akan dilontarkan Evan untuk meledeknya.

"Heran deh gue, lo tuh bermuka dua ya. Gimana bisa lo jadi berwibawa saat pake jas tapi tetep kayak orang gila waktu di depan gue" Distria mendengar gelak tawa dari seberang.

"Makasih ya pujiannya, lo emang kutilang darat kesayangan gue"

Distria pasti sudah melayangkan tinjunya jika Evan sekarang berada di depannya. Ia selalu mengejeknya kutilang darat, iya kurus tinggi langsing dada rata.
"Ih, dasar lo babi. Udah ah gue matiin. Nggak penting ngomong sama lo"

"Sleepwell ya Dis, mimpiin pak dokter ini"

"Najis!" Ucap Distria sebelum sambungan telfonnya ia putus.

Ia dan Evan memang selalu seperti kucing dan tikus, tapi ledekan antara keduanya sama sama bisa membuat mereka tertawa lepas. Rasanya lega bisa seperti ini. Tak jarang mereka juga sering mengolok teman mereka yang lain hingga mereka tertawa terpingkal pingkal. Zamannya dulu memang sebegitu memprihatinkan.

Distria baru akan menaruh ponselnya di nakas saat pesan masuk ke ponselnya.

ZakaDanil : Kamu besuk malam bisa dinner bareng aku?

Distria sedikit terkejut dengan isi pesan Zaka. Apa mungkin Zaka ingin memperbaiki hubungannya?

DistriaAnggun : Dalam rangka apa Zak?

ZakaDanil : Kangen. Mau ngomong serius.

Pikiran Distria bercabang membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Zaka. Apa mungkin pria itu akan melamarnya?

***

"Hai Zak, maaf ya nunggu lama" ucap Distria saat baru datang ke kafe.

"Its oke, kamu mau pesen apa?"

"Samain aja deh Zak"

Mereka menunggu makanannya sambil mengobrol ringan. Entah mengapa di mata Distria, Zaka terlihat berbeda malam ini. Ia juga terlihat gugup. Entah gugup atau takut. Makanan pun datang lalu mereka mulai menyantapnya. Sesekali Zaka melirik kekasihnya yang sedang makan itu,merasakan gejolak batin yang ia rasakan seolah ia tak yakin dengan apa yang dilakukannya ini. Hingga makanan mereka sudah habis. Perlahan Zaka mulai mengambil tangan Distria dan menggenggamnya hingga membuat Distria mendongak dengan jantung berdebar hebat.

"Dis, maafin aku ya buat selama ini" sedangkan Distria mengangguk merasa menjadi gagu.

"Kalau misal aku nglakuin kesalahan kamu mau maafin aku?" Tanya Zaka menatap mata Distria dengan dalam.

"Ya tergantung lah Zak, aku kan bukan Tuhan yang maha pemaaf. Kenapa sih emang?"

Zaka mulai mengusap tangannya sambil menghembuskan nafas berat, "Kita sampai sini aja ya?" Bisiknya lirih.

"Maksud kamu apa?" Distria mulai bingung, jantung bahkan berpacu lebih cepat lagi.

"Maafin aku Dis, ini diluar perkiraan aku. Aku nggak sengaja nglakuin ini. Aku merasa bersalah sama kamu Dis, aku nggak pantes buat kamu"

Distria mulai tak dapat menahan gejolak emosinya, "Ngomong yang jelas dong Zak!"

"Maaf. Aku mabuk waktu nggak jemput kamu dulu. Aku nggak tau bagaimana aku bisa kayak gitu Dis" bisik Zaka dengan lirih.

"Jangan bilang kalau kamu-"

Zaka segera mengangguk, "Iya Dis, aku nggak sadar kalau aku nidurin temen aku dan dia minta aku tanggung jawab. Aku emang sepengecut ini Dis, maafin aku. Aku nggak tau lagi mesti gimana"

Distria segera menarik tangannya lalu mengemasi barang barang, "Oke, kita putus"
Distria mati matian menahan laju air matanya di depan pria sialan ini lalu mulai beranjak dari kursi yang diikuti oleh Zaka.
"Dis, aku sayang sama kamu. Maafin aku" Zaka menarik tangan Distria bermaksud agar wanita itu berhenti. Namun Distria tak menanggapi dan masih mencoba melepaskan genggaman tangannya.

"Lepasin Zak, jangan sentuh aku"
Dan kejadiannya begitu cepat. Tangan mereka terhempas hingga Zaka terdorong kebelakang. Distria merasakan rangkulan dibahunya yang menggiringnya keluar dari kafe ini. Ia memberanikan diri mendongak untuk melihat siapa pria yang mendekapnya ini.

"Evan.."

***

Jangan lupa vote dan komennya ya

See U,

Keping RasaWhere stories live. Discover now