Q

11.6K 605 2
                                    

Hari Senin kali ini Distria mulai masuk bekerja setelah cuti beberapa hari untuk pernikahannya. Banyak diantara teman kantornya yang mengucapkan selamat karena mereka tak bisa datang kala itu. Ia mendesah mengetahui pekerjaannya yang menumpuk banyak, belum lagi dikejutkan kedatangan Cici yang tiba tiba duduk di sampingnya sambil tersenyum menggoda. Distria menaikkan sebelah alisnya bertanya.

"Udah jebol belum lo?"

Tersentak, Distriapun menonyor kepala Cici hingga wanita itu mengaduh kesakitan, "Lagian lo sih, ngomong nggak pake saringan"

"Emang mulut gue kotoran apa pake di saring segala" protes Cici yang diacuhkan oleh Distria, "Gue nanya beneran Dis, udah jebol belum?"

"Ihh, kepo parah sih lo Ci. Mau gue ceritain detailnya kayak gimana" semprot Distria tanpa pikir panjang. Detail yang apa coba jika sampai seminggu pernikahan, ia masih perawan sekarang. Jauh dilubuk hatinya, ia masih takut menyerahkan segalanya untuk Evan.

"Oke oke, gue pergi dulu. Nanti makan siang bareng ya" setelah mendapat anggukan dari Distria, Cici mulai berjalan ke kubikelnya meninggalkan Distria di tempatnya.

"Apa yang bisa jamin Evan nggak bakal ninggalin gue kalau gue kasih keperawanan gue"

Ia sungguh takut akan hal itu, makanya sampai sekarang ia masih bertahan dengan status gadisnya. Ia tau ia berdosa dengan menolak Evan saat itu. Hanya saja ia belum bisa berfikir jernih.
Tapi kalian kan udah nikah? Wajar dong kalau nglakuin itu?

Iya, mereka memang sudah menikah. Tapi rasanya masih ada yang janggal. Dari dulu sampai sekarang, Evan tak pernah bilang jika ia mencintainya. Ia menyayangi Evan tentu saja, tapi ia juga masih takut jika ia benar benar menjatuhkan kepingan hatinya untuk Evan lagi, ia akan merasa kecewa. Katakanlah ia berlebihan karena Evan tak pernah bilang jika ia mencintainya. Tapi ia perempuan yang kadang juga membutuhkan pengakuan cinta dari orang yang diharapkannya. Dan jujur, ia ingin Evan mengucapkannya agar ia yakin jika ia tak salah jika menaruh hatinya secara utuh pada Evan.

***

"Hallo, iya Van?"

"Maaf ya Dis, aku nggak bisa jemput. Aku nanggung operasi malam ini, nggak papa?"

Distria melihat jam tangannya yang sudah menunjukan pukul empat lebih saat ia baru menyelesaikan pekerjaannya hari ini,
"Nggak ah, aku marah" godanya dengan suara dibuat buat menjadi tegas.

"Dis, aku kan kerja. Nanti pulang aku beliin apa deh yang kamu mau?"

Sontak Distria tertawa mendengar suaminya yang pasti kebingungan itu. "Iya iya Van, becanda kali. Biar aku pulang naik grab aja deh"

Setelah selesai bertelepon dengan suaminya, Distria mengemasi barang barang karna sebentar lagi ia akan pulang. Ia juga sudah memesan grab melalui aplikasinya. Saat ia keluar dari kubikelnya, saat itu juga Zaka keluar hingga mereka sedikit kikuk karna berjalan bersisian.

"Mau pulang?" Tanya Zaka memecah keheningan.

Emang kelihatan mau kondangan?
Distria mengangguk menanggapi. Tak ada pembicaraan yang berarti hingga Zaka berbelok ke parkiran dan Distria yang masuk ke grab yang sudah menunggunya.

Setelah tiba dirumah dan juga mandi, ia memilih untuk membuat nasi goreng dengan udang. Selama seminggu menjadi seorang istri, ia terus mencoba resep resep baru. Ia memakan nasi goreng buatannya sendiri dan juga menyisakan untuk Evan.

Sekarang sudah menunjukan pukul delapan malam lebih hingga membuatnya naik ke atas dan menyalakan tv diruang santai karena bosan. Ia sedikit tertawa saat melihat acara talkshow yang dibawakan oleh Sule dan juga Andre hingga ia menguap lebar. Ia mengubah posisinya yang semula duduk menjadi berbaring miring di sofa karena kantuk yang menderanya. Hingga ia pun terlelap.

Setengah jam kemudian Evan tiba dirumah lalu melihat nasi goreng yang ada di meja makan. Tanpa pikir panjang ia pun melahapnya karna ia juga merasa sangat lapar. Ia juga yakin jika yang menyiapkan ini adalah istrinya dan pasti istrinya itu sudah terlelap, mengingat waktu yang sudah cukup malam. Setelah menghabiskan makanannya, ia beranjak ke lantai atas dan terdengar suara tv yang menyala. Ia melihat Distria disana yang sedang berbaring lalu mendekatinya. Ia terkejut karna ternyata Distria sudah terlelap di atas sova, apalagi tv masih menyala. Ia mengusap rambut istrinya yang nampak kelelahan lalu menggendong Distria menuju kamar mereka. Distria tampak menggeliat di gendongannya sampai ia berhasil menidurkan istrinya dikasur lalu menyelimutinya.

Evan pun mulai melepas pakaiannya dan memutuskan untuk mandi agar lelahnya sedikit bisa berkurang. Selesai mandi, Evan memilih untuk berbaring disamping Distria dan mendekatkan Distria ke dalam rengkuhannya hingga matanya ikut terpejam.

***

Distria merasakan sesak hingga ia sulit bergerak, padahal ia yakin jika ini sudah pagi. Matanya terbuka dan ia baru sadar jika yang dihadapannya ini adalah dada bidang suaminya. Ia mendongak dan mendapati wajah suaminya yang terlelap dengan mulut sedikit terbuka. Ia tersenyum lalu berniat untuk bangun dan melepaskan pelukan suaminya. Baru saja ia bergerak tapi Evan sudah menggumam tak jelas. Distria bergegas untuk mandi karna hari ini ia harus bekerja. Ia keluar dari kamar mandi lalu mulai mendekati Evam yang masih saja tertidur itu. Lalu perlahan menggoyangkan tubuh suaminya agar terbangun.

"Van, udah pagi. Kamu nggak kerja?"

Distria hanya mendengar Evan menggumam saja hingga ia mengulangi perbuatannya, "Aku pusing Dis" sahut Evan hingga membuat Distria bingung.

Merasa ada yang tak beres dari suaminya, ia meletakkan telapak tangannya di dahi Evan. Dan benar saja, suhu tubuh Evan cukup panas. "Kamu demam lo Van". Lagi lagi, Evan hanya menggumam dan merapatkan selimut yang ia pakai.

Distria pergi menuju dapur untuk mengambil air panas agar ia bisa mengompres Evan dan tak lupa juga membawa parasetamol. Tak ada makanan pagi ini, ia hanya menemukan roti dan membawanya begitu saja. Saat ia kembali ke kamar, Evan masih saja meringkuk di kasur.

"Van, sini dong aku kompres. Minum obat dulu"

Dengan berat hati Evan bangun dan bersender di kepala ranjang lalu menerima roti yang di berikan Distria tanpa bertanya lebih. Begitupun saat Distria memberinya obat, ia menurut saja karna kepalanya benar benar pusing dan badannya tak enak. Distria menyuruhnya berbaring lalu mulai memasukkan handuk kecil ke dalam baskom yang berisikan air hangat dan mengompresnya di dahi Evan. Melihat suaminya yang lemas itu tentu saja terbesit rasa tak tega. Apalagi ia harus berangkat ke kantor sebentar lagi.

"Van, kamu aku tinggal nggak papa kan?" Lagi lagi Evan hanya menggumam.

"Atau aku nggak usah masuk ya?" Tanya Distria bermonolog tapi tentu saja Evan mendengarnya.

Tanpa susah payah membuka kedua matanya Evan menimpali ucapan Distria, "Kerja aja,nggakpapa. Kamu bawa aja mobilnya"

Meskipun merasa tak yakin, tapi Distria memutuskan untuk masuk saja pasalnya baru kemarin ia masuk kerja lagi. Evan juga kekeuh menyuruhnya agar masuk hari ini. "Tapi makan kamu nanti gimana? Apa aku nyuruh mama aja biar kesini?"

Evan berdecak tak setuju, "Aku masih bisa beraktivitas Dis, aku tidur bentar paling juga sembuh"

Meskipun enggan meninggalkan, akhirnya Distria menyambar kunci mobil dan memutuskan untuk segera berangkat karna hari juga sudah cukup siang.

***

SeeU,

Keping RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang