Z

14K 580 6
                                    

Anggap aja ini extra part ya, karena ini udah ending yang bener bener sampai di sini. Hehe, Happy reading guys..

***

Sejak satu jam lalu Distria terus saja bingung dan mondar mandir di kamar hotel khusus untuknya dan Evan. Wajahnya sudah selesai di rias hingga menyamarkan pipinya yang belakangan terlihat lebih chubby. Ditempat tidur, Evan hanya memandangi tingkah istrinya itu sedangkan ia sudah rapi dengan pakaian yang memang sengaja di rancang khusus untuk seluruh keluarga menjadi sarimbit itu.

Dengan terpaksa, Distria memakai kebayanya yang kemarin baru selesai di vermak ulang itu, namun nyatanya ia masih sedikit merasakan sesak kala memakai kebayanya. Ia menatap Evan memberengut.

"Nggak usah di paksain kalau sesek Dis"

Istrinya itu berdecak, "Nggak enak kalau nggak seragaman, kayak aku nggak di anggep keluarga aja nanti jadinya"

Sekali lagi Distria menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menyukai desain kebaya berwarna navy yang dipakainya ini, ya, andai saja badannya tidak lebih melar dari ini. Evan berdiri lalu bersandar di tembok memandangi Distria dengan melipat tangannya di dada.

"Yaudah yuk Van, keluar aja lah. Percuma juga aku pandangi terus" cibirnya lalu mengambil  wedges yang lumayan cukup tinggi, ya tentu ia ingin terlihat sempurna, seperti suaminya yang nyaris sempurna tanpa cela malam ini.

Melihat istrinya yang menenteng wedges lalu duduk di sofa untuk memakainya, Evan mendekat lalu menarik wedges itu, "Udah aku bilang kan, nggak usah pakai yang tinggi tinggi kayak gini Dis"

"Yah Van terus aku pakai apa, ini udah hampir mulai ih" protesnya.

Evan datang membawakan flatshoes yang senada dengan kebayanya, "Pake ini aja"

Distria melongo lalu memandang Evan geram "Yakali Van aku harus pake flatshoes buat nikahan Abang? Nggak mau!"

Memijat pangkal hidung, Evan berjongkok di depan istrinya lalu mengecup perutnya yang membuncit, "Dis, ada anak kita di sini. Kalau nanti kamu capek, kasihan dia kan? Mau ya kali ini, buat anak kita disini" ucap Evan sambil mengelus perut Distria.

Dia memang dinyatakan hamil sejak tujuh bulan yang lalu dan merek berdua sangat bahagia mendengarnya. Terlebih, Distria sangat suka sikap Evan yang lembut sekali padanya, walaupun kadang masih melemparkan ejekan juga. Seperti saat ini misalnya, Distria tak sanggup untuk menolak permintaan suaminya untuk memakai flatshoes saja, terlebih untuk menjaga janin nya yang mulai tumbuh membesar. Distria memang lebih berisi, terbukti dari kebayanya yang harus melalui vermak ulang karna tubuhnya yang terus bertambah ukuran di bagian mana saja, yang tentu sangat disukai Evan.

Melihat istrinya yang hanya diam saja membuat Evan mengambil kaki istrinya, "Aku pakein ya"
Distria hanya mengangguk kaku menerima perlakuan manis dari suaminya.

Mereka keluar dari kamar hotel dengan Evan yang menggenggam pinggang Distria lalu membaur dengan sanak keluarga. Sebenarnya Distria ingin menjadi salah satu koordinir pernikahan kakak satu satunya itu, namun mamanya menolak mentah karena kehamilannya yang sudah cukup besar itu. Alhasil ia hanya duduk menikmati prosesi acara. Ya, seperti rencana awal. Putra menikahi Idris begitu tunangannya itu lulus S-2 nya. Distria ikut bahagia tentu saja.

"Van, aku pengin baso. Ambilin ya" pintanya lemah yang tentu diangguki Evan. Tak lama Evan datang dengan membawa semangkok baso lalu memberikannya pada Distria yang malam ini tampak cantik itu, seperti biasanya. Apalagi saat mereka sedang memadu kasih, Distria berkali lipat lebih cantik di matanya.

Hari sudah cukup malam walaupun acara belum selesai, namun dari Distria yang mulai menguap, Evan tau jika istrinya itu mengantuk.

"Kita ke kamar aja?" Tanya Evan sambil mengusap bahu istrinya.

"Nggak mau, nanti kamu keluar lagi ke sini"

Evan tertawa, "Aku temenin kamu deh, asal.." ucapnya menggantung tapi begitu di pahami oleh Distria.

"Ck. Kita foto dulu deh. Udah cantik juga aku"

***

Benar saja, mereka kembali ke kamar hotel dan Evan menemani Distria yang sekarang tampak melepas pernak pernik yang di pakainya, tak lupa juga make upnya. Ia juga segera melepas kebayanya di depan Evan begitu saja. Evan sendiri masih memakai pakaian lengkapnya saat bersandar di tempat tidur itu.

Entah ingin memancing gairah suaminya atau bagaimana Distria berjalan menuju suaminya lalu duduk di pangkuannya begitu saja, padahal ia hanya memakai dalaman saja sekarang. Lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya yang juga menjadi tempat favoritnya saat sedang bermesraan seperti ini.

"Aku nggak pd deh Van, sama tubuhku" gumamnya.

Tangan Evan naik untuk membelai punggung polos istrinya, "Kenapa?"

"Jadi besar. Baju juga pada nggak muat kan"

Evan berdehem sebentar, "Nggak papa, aku tetep suka kok"

Sontak saja membuat Distria menjauhkan kepala dari dada suaminya, "Kamu mah malah ikutan gedein, dasar lelaki" ujarnya sambil hendak berdiri tapi Evan menahan pinggangnya hingga ia duduk kembali.

"Mau kemana,hm? Tanggung jawab dulu" bisik Evan sambil menggerakkan tubuh bagian bawahnya yang mulai mengeras.

Tetiba Distria tersipu merasakannya, padahal tadi ia memang sengaja menggoda suaminya. Ia akui ini memang sedikit memalukan. Tapi semenjak kehamilannya mulai membesar, ia suka sekali menggoda suaminya untuk melakukan kesenangan kesenangan itu. Kata Evan itu juga wajar, ibu hamil dan hormonnya.

Distria menahan nafas saat suaminya berhasil membuka bra nya hingga ia merasakan tangan Evan yang mulai meremas. Ia bergerak tak nyaman di atas suaminya dan semakin merasakan tonjolan keras di bawah pantatnya membuat Evan menggeram dalam. Distria tak beranjak untuk berbaring karna mereka lebih sering bercinta dengan posisi ia diatas semenjak kehamilannya mulai besar, meski kadang Evan menggunakan cara lain yang tak di duganya.

Evan membuka celannya hanya untuk membebaskan miliknya yang sangat keras itu lalu tangannya menuntun perlahan untuk memasukkannya di rumah yang membuatnya blingsatan merasakan kenikmatan dunia. Evan terus meremas dadanya sambil menggerakkan tubuh mereka, ya walaupun baju Evan masih terpasang sepurna di tubuhnya.

Mereka terus mendesah dan menggeram di sertai decapan dari mulut masing masing yang menambah panasnya suhu di kamar ini. Sentakan kuat Evan berhasil membuat mereka menjerit tertahan karena bibir mereka yang saling berpagut. Lalu Evan mulai membaringkan istrinya di kasur dan melepaskan penyatuan mereka.

"Terimakasih, cinta. Aku cinta sama kamu juga sama anak kita" ucap Evan mengecup kening Distria dan mengecup perut buncit istrinya.

Ya , semoga saja mereka memang seseorang yang berjodoh. Dan mereka berharap, agar hanya maut lah yang memisahkan mereka berdua. Cinta saja memang tak cukup, tapi setidaknya 'cinta' mampu menjadi tolak ukur dasar ketika mereka saling berselisih paham dan ingin melepaskan.

***

Yeyyy, akhirnya ini tamat. Terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita saya , walaupun tak meninggalkan vote dan juga komentar.
Sekali lagi terimakasih telah membaca cerita yang amburadul ini. Thankyou so much..

SeeU,

FLORALIA22.

Keping RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang