W

12.6K 643 5
                                    

"Kalau bisa, kamu itu masak tiap hari Dis. Biar Evan betah di rumah, apa kamu masih males malesan kayak di rumah?"

Kontan, Distria yang memotong buncis pun berdecak, "Mama tuh ngremehin aku mulu. Yakali Distria udah nikah masih gitu gitu aja. Distria juga masak kok, ya meskipun lihat tutorial sih Ma"

Sang Mama menghela nafas, "Tapi sejauh ini hubungan kalian baik baik aja kan, Dis?"

Karena lelah, Distria memilih duduk dikursi sambil memandangi mamanya yang lihai di dapur. "Baik sih, cuma Distria nggak menampik kalau kita pernah bertengkar. Tapi kita udah baikan lagi Ma"

"Iya, pria humoris kayak Evan mana bisa marah"

"Iya, dia lebih banyak ngalahnya Ma. Tapi waktu lihat dia marah buat pertama kali, Distria takut banget" Distria menyandarkan kepalanya di kursi sedangkan mamanya membersihkan tangan lalu mengambil lap.

"Itu juga pasti kamu yang salah kalau Evan sampai marah" Distriapun meringis mendengarnya.

Cukup siang, ayah dan kakaknya baru pulang dengan bau keringat yang menyengat. Ayahnya yang melihat putrinya disini langsung memeluknya, sudah cukup lama ia tak bertemu putrinya itu. Sementara Putra, ya tetap menyebalkan. Pria itu menghimpit Distria di ketiaknya dengan keadaan badannya yang berkeringat itu hingga membuat Distria berteriak. Distria tak menyangka jika ia masih di manja seperti ini, sedangkan saat dirumahnya ia harus menjadi seorang istri yang baik. Walaupun kadang Evan memanjakannya, tapi disini ia merasa masih menjadi putri kecil keluarga mereka.

Sekarang Distria sedang berbaring di kamarnya. Susunan kamarnya masih sama seperti saat ia meninggalkan tempat ini dulu. Hanya saja sedikit ada debu di beberapa titik karena kamar sudah tak terpakai. Ia menengok saat pintu kamarnya dibuka dan Evan yang masuk kamarnya. "Kok udah pulang?"

Ini masih cukup sore untuk seorang Evan pulang, karena pria itu terbiasa pulang diatas jam empat sore sedangkan ini masih pukul tiga kurang. Evan mendekati Distria setelah melepas kaos kaki dan kemejanya hingga ia bertelanjang dada. "Iya, syukur karna banyak orang sehat jadi agak sepi"

"Ih mandi dulu Van, jorok ih" protesnya saat Evan memeluk tubuhnya terlebih saat Evan baru saja pulang dari rumah sakit, ya meskipun pria itu tidak bau sama sekali. Evan hanya tertawa mendengarnya yang terus protes itu. Lalu mencubit hidungnya sebelum Evan masuk kamar mandi.

Evan memakai kemejanya yang tadi karena disini tidak ada bajunya. Distria sempat berfikir untuk membawa beberapa baju Evan disini untuk berjaga jika tiba tiba mereka menginap. Mereka keluar dari kamar untuk berpamitan, dan menemukan orangtua Distria yang berada di ruang keluarga.

"Yah, Ma kita pulang dulu. Mau ganti ke rumah orangtua Evan" jelasnya sambil menyalimi tangan kedua orangtuanya.

"Beneran nggak mau nginep?" Tanya mamanya sekali lagi yang dijawab oleh Evan, "Lain kali kita pasti nginep Ma"

Ayah Distria menepuk punda Evan, "Nanti kamu temenin ayah mancing ya kalau nginep". Evanpun tertawa mendengarnya sedangkan para wanita hanya mendengus. "Gampang Yah, nanti Evan temenin"

Mereka semua berjalan kedepan untuk mengantar anak dan menantunya. Putra tidak ada, ia sedang pergi dengan Idris jadi Evan dan Distria tak bisa berpamitan. Distria melambaikan tangan saat mobil yang dinaikinya mulai keluar dari halaman. Lalu ia memilih untuk memutar radio sebagai pengisi keheningan di mobil ini. Kadang juga ikut bersenandung kala ia mengetahui lagu yang sedang berputar yang membuat Evan tersenyum melihat tingkah istrinya itu. Perjalanan dari rumah Distria menuju kerumah Evan memang sedikit memakan waktu, apalagi di jam pulang kerja seperti ini. Distriapun mati matiane menahan rasa kantuk yang tiba tiba menyerangnya. Hingga tak lama kemudian mereka sampai di kediaman orangtua Evan yang tampak sepi itu.

Mereka masuk ke dalam rumah yang langsung disambut oleh mama Evan. Distria langsung di peluk oleh mertuanya itu, "Akhirnya kalian nginep sini juga"

Evan memilih menaruh barang barang mereka di kamarnya membiarkan istrinya yang sedang di sabotase oleh mamanya itu. Lalu ia keluar dari kamar, bertepatan dengan papanya yang baru pulang. "Wah, ada tamu besar rupanya"

Mereka tertawa lalu mendekati papanya, tak lupa juga menyalimi tangan papanya sebelum kembali duduk di ruang keluarga. Mereka mengobrol disana sambil tertawa tawa karena obrolan yang mereka buat. Evan tersenyum melihat istrinya yang tampak nyaman duduk di dekat mamanya itu. Hatinya ikut senang memandangnya.

Setengah jam kemudian mereka sudah di giring ke meja makan untuk makan malam. Seperti biasa, Distria melayani suaminya terlebih dahulu baru ia mengambil untuk dirinya sendiri. Diakui Evan, jika tindakan kecil istrinya ini membuat hatinya menghangat baik saat mereka makan berdua atau makan bersama seperti ini.

"Kalian nggak nunda momongan kan?" Pertanyaaan mama Evan yang tiba tiba menyinggung soal momongan itu membuat Distria sedikit menegang, walau kenyataannya mereka memang tidak menundanya. Bahkan mereka bisa dibilang rutin dalam proses membuatnya.

"Kenapa sih Ma tiba tiba ngomongin gini? Lagi makan juga" cibir Evan saat menyadari istrinya yang sempat menegang tadi.

"Mama kangen gendong bayi Van" lalu tatapan mamanya berganti memandang sosok Distria, "Dis, kalau bisa kamu ngelahirin anak yang banyak aja. Evan kan anak tunggal, jadi nanti biar rame" Distriapun hanya tersenyum menanggapi dan mengiyakan mertuanya sampai papa Evan menyahut.

"Mama pikir mereka nikah cuma buat nyetak anak aja? Biarinlah mereka menikmati dulu, juga masih muda" sahut papa Evan yang di angguki antusias oleh Evan.

"Mama kan cuma nyaranin Pa, emang Papa nggak pengin gendong cucu?"

"Ya pasti Papa pengin dong Ma, tapi serahinlah ke mereka. Orang mereka yang ngejalani. Syukur syukur kalau langsung jadi, iya nggak Van?"

"Bener tuh Ma" sahut Evan mengiyakan pernyataan papanya.

Mamanya menghela nafas, "Bukannya apa apa. Tapi kan kamu dokter Van, harusnya kamu tau gimana caranya bikin anak dalam sekali tembak, bagaimana juga posisi posisi yang bisa membantu" ujar mamanya enteng sekali.

Mendengar itu, Distria langsung merasakan pipinya memanas saat mertuanya membicarakan hal yang seperti ini, ia sedikit malu.

"Udahlah Ma, tuh Distria mukanya udah merah. Mama nih bawa bawa urusan gitu di meja makan. Ada ada aja" sahut papa Evan bijak hingga mama Evan tersenyum kikuk menyadari apa yang baru saja di katakannya di hadapan pasangan yang masih bisa disebut pengantin baru itu.

***

Jangan lupa vote dan komen, itu bikin aku semangat pasti.

SeeU,

Keping RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang