I

12K 742 8
                                    

Sekarang ini Distria sedang bersama Gina, mereka berencana untuk nonton film hari ini. Setelah memesan tiket mereka memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu. Beginilah nasib kalau sedang single, nonton dengan teman karna tak ada pasangan.
Asyik menyantap makanannya, ia dikejutkan dengan sosok lain yang hadir di antara mereka berdua.

"Wah nggak nyangka ketemu kalian disini"

Distria mendelik tak suka pada Evan yang tampak tak tau malunya duduk begitu saja.

"Lo nggak ngajak dia kan Gin?" Tanya Distria sambil menunjuk Evan dengan garpu.

Sedangkan Gina hanya meringis merasa sebentar lagi sahabatnya akan marah, "Gini lo Dis, jadi nyokap gue tuh baru ngabarin kalau dia lagi menggigil. Gue mana tega ninggalin lebih lama"

Distria tau jika mamanya Gina memang sering sakit sakitan seperti ini, Ayahnya juga bekerja diluar kota sedangkan Ginapun anak tunggal. Jadi untuk masalah ini ia tak bisa menyalahkan sahabatnya itu, "Yaudah gue ikut pulang aja"

Evan pun segera menyela, "Mubadzir Dis tiketnya,nonton sama gue aja. Dari dulu kan kita batal terus"

Memutar mata jengah, ia kurang menanggapi ucapan Evan. Lalu terpaksa harus merelakan Gina yang benar benar harus pulang meninggalkannya dengan curut ini. Sekarang mereka berdua sudah masuk ke dalam gedung bioskop. Memang dahulu sekali, mereka pernah punya janji untuk nonton bersama. Tapi hanyalah tinggal janji karna itu tak pernah terjadi.

Distria terlalu fokus pada film yang diputar hingga tidak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya lamat lamat. Perlahan Evan mulai menautkan jari mereka berdua hingga Distria melotot kearahnya yang dibalas dengan senyum lebarnya. Dan bodohnya, Distria tampak salah tingkah melihat senyum Evan yang terlihat lebih menawan itu.

"Lo sengaja bikin rencana ini kan Van?" Picing Distria saat mereka sudah keluar dari gedung bioskop.

"Suudzon mulu lo, emang gue segitu jahatnya"

"Lo kan emang penjahat kelamin, berapa wanita yang jadi pelampiasan lo dulu terus udah gitu aja waktu lo bosan" Evan tersenyum simpul melihat tautan tangan mereka yang masih belum terlepas.

"Termasuk lo jadi korban gue ya?"

Distria segera merutuki kebodohannya yang bicara seperti itu di depan Evan, "Enak aja, gue nggak baper ya sama lo"

"Langsung pulang?" Tanya Evan saat mereka sudah berada di dalam mobil yang diangguki oleh Distria.

***

Hari Minggu kali ini Distria terpaksa harus mengiyakan ajakan Evan. Pria itu memintanya untuk membantu membersihkan rumah yang baru dibelinya. Satu hal lagi yang tidak dipercayainya, Evan sudah menata masa depannya. Ia sudah membeli sebuah rumah yang akan di tinggalinya setelah menikah nanti, dan jika ditanya menikah dengan siapa, Evan akan menjawab dengan menikahinya. Lucu !

Distria tau jika Evan sudah datang, hanya saja ia heran kenapa ayah dan mamanya ikut duduk di ruang tamu bersama Evan. Maka, ia memutuskan untuk sedikit menguping pembicaraan mereka di balik tembok penyekat.

"Kamu serius sama anak saya?" Itu suara ayahnya yang nampak tegas, tapi yang tak di pahaminya adalah apa yang sedang dibicarakan mereka.

"Umur kami udah nggak pantes buat main main,Om. Jadi sebelum saya sama Distria melangkah lebih jauh, saya minta restu dulu sama Om sama Tante" ditempatnya bersembunyi, Distria sedikit terkejut dengan ucapan Evan yang mengatakan serius kepadanya.

Terdengar helaan nafas dari sang ayah, "Distria baru saja patah hati sama mantannya, dan saya nggak ingin kamu juga melakukannya sama anak saya. Dia putri saya satu satunya"

"Distria itu dewasa, tapi kadang dia manja. Maklumlah anak terakhir. Tapi tante setuju aja sih kalau kamu minta restu dari sekarang, tante juga yakin kalau kamu anak baik baik" tambah sang mama.

Distria sedikit bingung mengapa orangtuanya tau jika ia sudah putus dari Zaka padahal ia tak pernah bercerita. Dan lagi, Evan sedang meminta restu dari orangtuanya. Padahal selama ini ia mengira jika Evan tak serius dengan ucapannya, mengingat pria itu sangat suka bercanda.

Ia memutuskan keluar dan menahan diri untuk tidak menyemprot Evan secara langsung dan pura pura tak mendengar apa yang baru mereka bicarakan, "Yuk Van"

"Om, Tante kita berangkat dulu" baru setelah menyalami tangan kedua orangtuanya, mereka keluar dari rumah Distria menuju kedalam mobil. Distria memilih diam di sepanjang perjalanan hingga membuat Evan merasa ada yang janggal pada Distria.

"Lo kenapa Dis?" bahkan yang ditanya pun hanya menggeleng. Hingga mereka sampai dirumah baru Evan, lalu mereka turun.

Rumah minimalis dengan taman kecil di depannya. Asyik menilai interior luar, Distria tau tau sudah digiring Evan untuk masuk ke rumah. Tidak terlalu luas. Di lantai satu terdapat ruang tamu, satu kamar dan dapur. Lalu menengok ke belakang, ternyata terdapat kolam renang yang membuat lantai satu lebih sempit.

Lalu Evan mengajaknya ke lantai dua yang lebih lebar. Terdapat dua kamar dan terdapat tv lengkap dengan sofanya. Sebenarnya rumah ini sudah cukup bersih untuk harus di bersihkan kembali.

Distria cukup membersihkan mana yang sekiranya perlu di bersihkan tanpa menanggapi celotehan Evan yang sedari tadi menggodanya itu. Setelah dirasa cukup bersih, ia memilih duduk disofa depan tv sementara Evan memilih untuk mandi.

Evan sudah duduk disampingnya dengan rambut basah. Aromanya tetap sama. Dan ia suka sejak dulu, khas sekali ala Evan. Ia mencoba menggelengkan kepalanya agar lebih fokus karna ia ingin membicarakan hal serius dengan Evan kali ini.

"Lo ngomong apa sama bokap nyokap gue?"

Alis Evan terangkat memandangnya, "Minta restulah, apalagi" jawab Evan santai.

"Berani banget lo. Lo kira gue bakal iya iya aja? Ngaco lo Van"

Evan memilih untuk minum sebelum menjawab pernyataan dari Distria, "Gue cari aman Dis, dan syukur dong orangtua lo ngerestuin"

"Lo nggak mikir dulu apa? Lo jangan anggep semuanya bercanada dong! Oke lo emang humoris dan suka bercanda, tapi nggak setiap hal lo bisa mainin. Termasuk gue dan orangtua gue" mendengar itu Evan langsung menatap tajam ke arah Distria.

"Jaga bicara lo ya Dis, sekalipun gue nggak pernah bercandain orangtua lo. Gue tau batesan batesannya-"

Distria segera memotong tanpa takut jika Evan sekarang sedang berusaha mengontrol emosinya agar tak meledak "Terus tadi apa kalo lo nggak bercanda? Ha?"

Evan memejamkan matanya mencoba untuk lebih bersabar.
"Gue serius soal tadi. Kenapa sih lo selalu pandang gue sebelah mata. Segitu hinanya gue dimata lo apa. Gue serius!!!" Teriak Evan yang membuat Distria sedikit takut.

"Van.." desis Distria.

"Lo pulang, gue anterin. Sorry gue lost control" Evan segera beranjak lalu mengambil kunci mobilnya dan turun ke lantai bawah. Sedangkan Distria masih berdebar dengan apa yang baru saja di laluinya. Mana mungkin Evan serius dengan ucapannya?

***

Gimana? Vote dan komen masih menunggu ya

See U,

Keping RasaWhere stories live. Discover now