Part 11

2.3K 130 9
                                    

Kami sarapan bersama. Bunda dengan keceriannya dan Ega dengan muka masamnya. Aku dan Divanya kayanya yang normal normal aja. Sebenernya aku sedikit merasa bersalah ke Ega, bukan maksud aku begitu. Tapi tuh paham gak sih dia tuh kalau aku juga mau ikut dilibatkan dalam setiap hal yang ia ambil dan putuskan.

Gak melulu jadi istri yang pasif pasif aja. Aku tuh bakal suportif kok kalau diajak diskusi. Dasarnya Ega aja ngeselin.

"Masak rendang kayanya enak, Mba. Apa mau bunda masakin buat dibawa pulang?"

Suara bunda menginterupsi keheningan kami. Aku cukup tercengang dengan keantusiasan bunda.

"Gak usah bun. Repot repot banget, Bunda tuh harusnya banyak istirahat. Harusnya aku yang bawain makanan buat bunda dan masakin bunda."

Sebagai menantu aku cukup merasa bersalah. Aku paham gimana rasanya jadi Bunda, punya anak yang selalu sibuk dengan urusannya masing masing. Ega sibuk di kepolisian sedangkan Divanya sibuk jadi influencer yang juga cukup menyita waktunya. Ditambah lagi punya menantu yang gaada waktu buat mertuanya. Jujur aku jarang banget nengokin Bunda padahal rumah kami masih satu Provinsi. Jangankan Bunda, ke Mama yang cuma beda kecamatan aja aku juga jarang banget meluangkan waktuku. Bukannya apa, cuma memang pekerjaan aku lagi banyak banyaknya. Tapi kalau terus terusan nurutin sibuk gak bakal juga sih ada senggangnya. Makanya aku lagi memantapkan diri untuk konsisten meluangkan waktu untuk kedua orang tua kami. Khususnya buat laki laki kesayanganku yang paling menyebalkan, aku bakal buat dia juga meluangkan waktunya untukku.

"Mba kan jarang kesini, jarang makan masakan bunda." Bunda membalas lembut sambil menatapku sayang, "Bulan depan ada trip keluarga ke Bali, bisa ikut kan Mba?" Bunda kembali bertanya, "Mas tolong ya jangan kasi alasan Bunda untuk gak hadir. Bunda ga terima penolakan, ini liburan keluarga yang kapan lagi biasa ada."

"Kalau aku ga sibuk ya bun, aku juga banyak kerjaan." Ega membalas tanpa rasa bersalah, emang dasarnya ya Ega tuh.

Bunda kelihatan cemberut, "Semoga nanti kalau bunda dimakamin kamu ga sibuk ya, Mas." Tambahnya sedikit menyindir Ega.

"Bunda kok ngomong gitu?"

Bunda hanya menatap Ega sekilas kemudian kembali menyuapkan nasi. "Harapan Mas"

"Bunda gaboleh ngomong aneh aneh, iyaa aku bakal dateng ke bali. " Putusnya, "Aku gak suka ya bunda ngomong- ngomong gitu."

"Dengerin ya Mba. Kalau melanggar coret aja Mba dari KK."

Aku tertawa, sampai harus mengambil air putih untuk ku minum. "Beres itu mah, Bun. Lagian buat apa sih ya bun punya suami yang gaada waktu buat kita. Ega tuh ya bun, sibuknya minta ampun. Tidur dirumah aja jarang banget, udah gitu berangkat pagi pagi. Kaya hidupnya sangat didedikasikan buat pekerjaan."

"Kan, Bunda tuh provokator tau bun." Ega menyahut, menatapku sekilas, aku masi bisa melihat sisa sisa kemarahan pada wajahnya.

"Kenyataan ya Mas," Bunda membela diri, "Bunda tuh pengen kalian akur akur, sering meluangkan waktu bersama. Pergi berdua, liburan bareng dan selalu ada sama sama. Jangan sampai Mas Ega mengulangi kesalahan yang sama kaya Ayah dan Bunda ya Mas. Ayah sama Bunda memang gagal jadi pasangan suami isteri tapi kami mengusahakan yang terbaik buat Mas Ega dan Anya."

Bunda dan Ayah mertuaku memang sudah bercerai sejak lama. Kata Ega masa terberat dalam hidupnya adalah saat Ega menempuh pendidikan polisi dimana dia harus menghadapkan perpisahan kedua orang tuanya. Kata Bunda pernikahan itu hubungan yang sangat lama. Bisa seumur hidup atau sampai mati. Hanya saja kata Bunda, seumur hidup itu terlalu lama. Kita gak bisa memaksakan semua hal akan sama seperti sebelumnya. Perasaan dan kenyamanan yang kian memudar membuat Ayah dan Bunda memutuskan hubungan dengan baik baik. Bunda memilih untuk tetap hidup sendiri sedangkan Ayah sudah menikah lagi.

Jalan PulangМесто, где живут истории. Откройте их для себя