Part 19

2.5K 160 4
                                    

"Laporan yang lo ajuin kemarin udah di Acc belum sama Pak Beno?" Michael duduk didepan meja kerjaku seraya bertanya.

Aku mendengkus lirih, "Minimal ketuk pintu dulu kek. Main nyelonong aja nih bumil." Lanjutku melirik sebentar kemudian fokus kembali pada layar komputerku.

Keadaan kantor lumayan hatic tiga hari belakangan ini. Aku kelimpungan dengan beberapa tugas penting yang harus segera diselesaikan. Maka dari itu aku sangat disibukan dengan masalah kantor. Ini juga yang membuat aku gak bisa merawat Ega. Saat ini dia berada di rumah Bunda, Ega mengajukan cuti sakit dikantornya. Memang Ega gak langsung pulang kerumah, karna kata Bunda masi terlalu rentan untuk bepergian jauh. Jadi Ega masih tinggal dirumah Bunda sampai masa cutinya selesei. Aku belum mengunjunginya sejak kali terakhir aku berpamitan karna ada urusan dengannya.

Sebagai seorang pegawai negeri sipil aku gabisa begitu saja meninggalkan kewajibanku. Aku harus profesional apapun yang terjadi.

"Kaya sama sapa aja."

"Gue atasan lo ya, Nyet." Michael tertawa saat aku mengucapkannya.

"Iyaa bu bos maapkan hambamu ini" Michael mengejekku sambil mengambil bekal makan siangku. "Wah rajin banget bawa bekal nih" lanjutnya lagi.

Aku menengok kearahnya, "Biar sehat, males gue lo ajakin lunch junkfood terus." Aku membeberkan alasannya. Michael itu suka banget sama makanan cepat saji. Dia gak pernah mikir dua kali untuk gak makan kfc atau mc donalds. Dan aku yang kerap kali menjadi partner yang selalu diajak mampir di kfc depan kantor.

"Lo nolak makanan enak. " Balasnya lagi, "Lagian lo tuh orang paling sehat yang pernah gue kenal. Tiap hari bawaannya infused water, gak pernah minum bersoda, makan junkfood jarang jarang. Wah senang berkenalan dengan anda"

Aku geleng geleng kepala, "Lo tuh yang dikurang kurangin makan makanan cepat sajinya. Inget ya Chel, lo udah jadi calon Ibu. Makan makanan yang bergizi dan sehat. Udah udahin jadi anak muda yang berjiwa bebas."

Michael memundurkan kursinya, "Wah gak nyangka gue dibilang liar. " Protesnya kepadaku, Michael cemberut.

Aku memelotot kepadanya. "Gila ya lo, yang bilang liar siapa?" Tanyaku galak.

Michael menatapku tak gentar, "Bebas tuh artinya juga liar. " Katanya lagi.

"Wah, gak bagus nih pembendaharaan kata lo."

Michael tertawa, "Hidup tuh ya Ra harus kita bawa sebebas mungkin. Lo tuh yang terlalu gitu gitu aja. Semua hal yang lo lakuin terjadwal, lo ngelakuin hal yang sama tiap harinya. Hidup lo itu membosakan tahu? Lo sesekali harus bebasin hidup lo, Ra. Perasaan lo. Jiwa lo."

Aku memutar bola mataku, "Gue gak minta diceramahin." Celetukku kembali fokus dengan layar komputerku. Aku lagi mengerjakan laporan akhir bulan kegiatan kantor selama sebulan penuh yang harus kuserahkan besok pagi sama atasanku Pak Deni.

Michael menarik tanganku. "Lo tuh tahu dan sadar kalau hidup lo membosankan kan?" Michael menantangku dengan bertanya pertanyaan sensitif.

Pertama. Aku tahu aku membosankan. Kedua. Ya benar aku sadar aku membosankan. Tapi aku harus gimana? Aku memang seperti ini, hidup yang aku jalani juga memang begini.

"Chel plis lo boleh tinggalin gue sendiri?" Aku memelas kali ini. Ayolah, aku lagi sibuk dengan masalah kantor. Aku juga lagi pusing mikirin masalahku dengan Ega yang gak tahu kapan akan seleseinya. Belum lagi masalah keluarga Ega. Aku bener bener ngerasa pusing.

Michael menghempaskan tanganku. Dia berdiri dari duduknya. "Ini nih Ra, yang nyebuat lo gak pernah ngerasa selesei. Lo tuh selalu lari dari masalah lo. Lo gapernah ngadepin secara langsung masalah yang lo alami."

"Chel.." Aku menegur Michael, kali ini aku serius. "Lo gak pernah tahu masalah gue. Tolong jangan judge apapun yang gue lakuin. " Aku mengucapkannya dengan marah. Kalian tahu, gak semua orang akan menyelesaikan masalah dengan cara yang sama. Mungkin aku pengecut selalu lari dari masalah, tapi bukan berarti aku benar benar lari.

"Gue gak ngejudge lo." Bantah Michael, dia menaikan suaranya. "Ra, kadang ada beberapa masalah yang kita gabisa terus terusan lari. Kalau lo terus terusan lari lo akan terus terusan sakit. Maka dari itu, menetaplah Ra. Hadapi, nikmati sampe lo bener bener sembuh. " Michael beranjak kemudian berdiri disisiku. "Gue peduli sama lo, Ra. Gue ngerasa lo tuh wanita yang tangguh. Lo udah keren bisa sampai saat ini. Jadi Ra. Lo harus hadapin masalah lo sama Ega. Jangan terus terusan lari. Kali ini kalian harus seleseikan atau kalian akan bener bener berakhir."

Aku menangis mendengar ucapan Michael. Kemudian michael memelukku. "Lo harus temuin dia. Lo harus bilang kalau lo marah. Kalau lo sakit. Dan kalau lo capek. Ega harus tahu, Ra. "

"Gue capek, Chel. Gue capek terus terusan disalahin sama keluarganya Ega. Walaupun mertua gue baik tapi keluarga yang lain selalu menghakimi gue. Seakan akan keinganan punya anak tuh cuma mereka yang ngerasain. Lo tahu Chel, gue selalu nurutin apa yang Eyang selalu katakan. Gue minum dan makan semua yang Eyang suruh buat bantu kesuburan gue. Gue rajin kontrol ke dokter. Dan tiba tiba Eyang suruh gue ngelakuin bayi tabung. Rasanya tuh sakit, Chel. Gue tahu kok Eyang sayang sama Ega, tapi rasanya gak adil aja kalau gue yang harus dikorbanin terus terusan. "

Michael melepaskan pelukan kami, perlahan michael menghapus air mata yang mengalir diwajahku. "Gue paham apa yang lo rasain, Ra. Gue ngerti. Eyangnya Ega emang kebangetan. Gue cuma gak nyangka aja padahal dia juga seorang wanita dan punya anak wanita. Gimana coba perasaan dia kalau dia ngersain jadi lo. "

Aku menggeleng. "Gue kasian sama Ega, Chel." Balasku. Ega itu sayang banget sama keluarganya. Ega pernah cerita kepadaku saat pertama kali Bunda dan Ayah bercerai. Kata Ega dia pertama kali melihat keceriaan pada wajah Bunda yang mulai padam. Bunda menjadi tidak seceria dulu. Dan itu yang ngebuat Ega membenci ayahnya. Tapi semakin kesini, Ega semakin sadar bahwa dalam berumah tangga gak cuma melulu tentang cinta. Kita gak pernah bisa memaksakan suatu hal untuk tetap sama. Bunda dan Ayah memang sudah tidak cocok lagi untuk menjadi pasangan. Perbedaan visi dan misi hidup yang memisahkan mereka. Makanya aku tahu betul gimana trauma Ega dalam berumah tangga. Dia bilang dia gak akan pernah mengulang kesalahan yang sama yang dilakukan Ayahnya dulu. Dia bilang dia gak akan pernah ninggalin aku apapun yang terjadi. Dan yang ngebuat aku takut, alasan Ega bertahan hanya karna dia gak mau melakukan apa yang dilakukan Ayahnya saat menceraikan Bunda.

"Dia laki laki yang baik, Chel. Gue selalu bersyukur punya suami kaya Ega. Cuman gue gak tega kalau dia terus terusan menderita. Merasakan kebimbangan harus membela keluarganya atau gue. Gue gak pernah mau kalau Ega harus memilih gue atau keluarganya, Chel."

Michael menggeleng, kemudian berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya denganku. Dia memegang pundakku seraya berkata. "Justru itu, Ra. Dia harus tegas. Dia harus tau mana yang harusnya dia perjuangkan."

Aku terdiam.

Aku juga gak pernah tau sebenernya apa atau siapa yang lagi Ega perjuangkan. Dia baik aku tahu itu. Tapi aku gak pernah tau isi hatinya. Dia semakin tertutup dan aku ngerasa dia semakin menjauh.

Perlahan lahan memang kami seperti sedang berjalan dijalan masing masing.

Jalan PulangTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon