Part 18

2.4K 181 12
                                    

Setelah Anya berusaha menyakinkanku tentang keberadaan Mantan dari laki laki yang sedang tak berdaya diranjang rumah sakit ini. Aku menghampiri Ega dengan perasaan deg degan luar biasa.

Rasanya melihat Ega tak berdaya seperti ini sangat menyakitkan. Jujur aku merasa bersalah dengan apa yang sudah aku lakukan. Maka hal pertama yang aku lakukan saat tepat berada didepannya adalah tersenyum hangat.

"Hai, Mas." Sapaku pelan, diantara banyak suara orang orang dalam ruangan ini yang kudengar adalah suaraku sendiri yang bergetar menahan tangis.

Ega melihatku sebentar sambil mengetatkan rahangnya. Dia lagi lagi membuang muka. Aku lagi lagi menghembuskan nafas dengan pelan. Kemudian aku duduk disebelah ranjangnya yang telah disediakan satu kursi kosong.

"Sakit ya Mas?" Aku tahu Ega akan kembali mendiamkanku lagi makanya aku langsung mengambil sebelah tangannya untuk aku genggam. Aku mengecup tangannya dan semua ini tak luput dari tatapan Ega.

"Kata Anya kamu pingsan tiga jam ya? Kamu begini gara gara aku, Mas?"

Ega menarik tangannya dari genggamanku. "Jangan terus terusan nangis. Orang orang akan paham kita lagi gak baik baik aja kalau kamu terus terusan nangis." Ega mengucapkan dengan suara pelan tapi cukup menamparku dengan keras.

Aku mengangguk singkat kemudian berdiri dari dudukku. "Okee, maaf ya?" Aku merapihkan bajuku sambil menatap kekanan dan ke kiri. Memang benar sebagian dari orang orang dari ruangan ini sedang menatap kearah kami. Aku mendekati Ega dan mengecup pipinya sekilas sambil berkata dengan pelan. "Aku keluar dulu, kalau kamu butuh aku tolong panggil aku atau chat aku atau apapun itu. Dan itupun kalau kamu butuh." Ucapku sambil merapihkan kerah baju Ega.

Kemudian aku melirik kearah Anya untuk mengikuti keluar. Dan saat ini aku dan Anya sedang duduk dikantin rumah sakit. Aku dan Anya sama sama tediam dalam waktu yang cukup lama. Masing masing dari kami saling mengerti dan memahami. Aku bersyukur banget punya Anya dihidupku. Anya itu teman yang sangat baik dan selalu ada. Dia pengertian dan perduli denganku.

Pernah sewaktu kuliah kami bertengkar dan cukup lama. Tapi setelah pertengkaran itu kami saling memaafkan. Pertengkaran kecil menjadi hal biasa dan itu tidak menyinggung perasaan kami satu sama lain.

"So, tell me ada masalah apa kalian berdua? Tadi gue kaya flashback liat drakor crush landing on you tahu?" Anya menyindirku, aku tersenyum kecil.

"Banyak. Nya." Aku membalas ucapan Anya dengan berat. "Kakak lo marah banget sama gue kayanya." Lanjutku lagi. Kali ini kayanya Ega bener bener marah, dia bahkan enggan menatapku lama.

"Dia emang rese kalau lagi marah. Ntar juga bakal ilang. Lo tau sendiri gimana Ega."

Aku menggeleng tak menyetujui ucapan Anya, "Enggak Nya. Kali ini beda, dia beneran marah sampai gak mau natap muka gue." Aku kembali menangis. Kayanya sudah tak terhitung berapa banyak aku menangis. Aku juga bingung kenapa aku cengeng banget.

"Lo cuma lagi kalut makanya mikir gitu. Trust me, Marahnya Ega gak pernah lama." Anye menggenggam tanganku untuk menyalurkan semangat.

Aku mendesah resah, "Kita habis bertengkar Nya. Kali ini bertengkar hebat. Ega bahkan sampai keluar dari rumah malam malam dan harus mengalami kecelakaan. Salahnya gue ngebiarin dia keluar disaat lagi marah."

Anya mengambil tanganku kemudian dia menggenggamnya sambil menyalurkan kehangatan lewat tatapan matanya. "Hei, jangan salahin diri lo oke? Kalau memang kalian lagi bertengkar itu berarti kedua belah pihak yang salah. Bukan lo sendiri atau Ega sendiri. Jadi jangan salahin diri lo atas apa yang terjadi sama Ega. Ini memang udah jalannya."

Aku menggeleng. "Kalau gue sama Ege beneran berakhir gimana ya, Nya?"

"Pikiran lo kejauhan Na. Ega gak mungkin bakal lepasin lo gitu aja setelah apa yang udah dia perjuangin buat dapetin lo. Gue tau gimana sukanya Ega sama lo Na. Gue juga tahu Ega tuh udah cinta mati sama lo. Gue yakin dia gak akan pernah bisa lepasin lo. " Anya tuh kalau dipikir pikir memang saksi dari hubungan kami. Anya sebagai sahabatku juga adik dari suamiku. Anya gak pernah sekalipun menjelekkanku atau tidak membelaku selama ini. Biarpun Anya adalah adik dari Ega tapi soal persahabatan Anya nomor satu. Kata Anya dia akan selalu menjadi orang yang berada dipihakku.

Jalan PulangWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu