Part 14

2.2K 132 3
                                    

Kunci dari sebuah keberhasilan adalah kerja keras dan suatu bentuk kegigihan yang kita tanamkan dalam diri. Jadi kalau gagal berarti tidak gigih?

Jawabannya. Yeah, i dont know. Katanya gagal bisa mengantarkan kita pada kesuksesan kan? Kalau gitu kita perlu gagal dulu kan? Gagal itu suatu hal yang biasa kan? Gaperlu kan terus terusan membicarakan kegagalan? Harusnya kita fokus membangun cara bagaimana kita menjemput sebuah kesuksesan.

Katanya, orang lain menyakiti kita tuh atas seizin kita. Kalau kita ga izinin ya gak akan sakit.

Ini menurutku suatu kalimat yang butuh waktu lama untuk aku berpikir bahwa memang benar adanya. Kalau memang kita gaizinin orang lain buat nyakitin kita ya gaakan sakit. Kalau kita gak kasi orang lain otoritas buat mempengaruhi pikiran dan tindakan kita yang gaakan sakit. Guys, hidup itu adalah perjalanan panjang. Perjalanan yang cuma kita yang bisa tahu kemana arah berlabuhnya. Cuma kita yang bisa tau bagaimana suatu akhir bisa kita jemput.

Masalah itu memang selalu dan dan akan terus ada. Kita gaakan pernah bisa menyingkirkan, kita hanya bisa menjalani. Itupun belum tentu didepan sana akan tidak ada masalah lagi. Butuh waktu yang panjang buat aku dan kita semua untuk bisa sama sama keluar dari masalah sesuai dengan solusi terbaik dari kita atau versi kita.

Buat aku, masalah itu suatu hal yang tidak terlalu aku pusingkan. Tapi setelah aku belajar dan melalui banyak hal, tidak semua masalah harus kita singkirkan. Karna ada beberapa masalah yang perlu kita hadapi.

Setidaknya saat ini aku sedang menghadapi masalahku. Aku memutuskan untuk menuruti perkataan eyang, belum sebenarnya. Karna aku hanya akan mencari tahu lebih banyak dulu mengenai prosedur bayi tabung. Dan aku hanya akan konsul sedikit. Buatku ini keputusan yang sulit.

"Ibu saya lihat kondisi rahim ibu sehat. Tidak ada gangguan endometriosis juga. Ibu sudah menunggu momongan berapa tahun?"

Aku memajukan letak dudukku sambil bertumpu pada meja pemeriksaan.

"Dua tahun dok." Jawabku mantap.

Dua tahun itu memang lama buatku. Mungkin sebagian orang akan menganggap itu sebentar. Tapi dua tahun mendengarkan omongan orang tentangku juga bukan hal yang sebentar.

"Baik ibu. Apa bapak merokok?"

Aku menggeleng. Ega gapernah sedikitpun merokok. Jangankan rokok, meminum kafein aja sangat jarang ia lakukan. Kalau masalah kesehatan Ega itu selalu nomor satu.

"Tidak dok. Suami saya tidak merokok."

Dokter membuka catatannya kembali, "Baik kalau saat ini pemeriksaan yang telah dilakukan mungkin faktor terbesarnya karna stress dan kelelahan. Bagaimana kondisi tidur ibu selama ini?"

Mengingat sudah beberapa bulan ini kondisi tidurku yang sangat berantakan. Tidur bisa jam satu bahkan dua pagi kemudian bangun lagi di jam empat atau lima pagi. Siklus tidurku yang seperti itu memang sudah menjadi kebiasaanku.

"Saya memang kerap kali kurang tidur dok."

"Baik ibu. Saya perlu katakan satu hal, kondisi tidur itu memang sepele bu, tapi akibatnya bisa fatal jika dibiarkan terus menerus. Saat ini kondisi kesehatan itu sangat penting, mengingat ibu menginginkan program bayi tabung. Untuk itu Ibu, saat ini saya perlu memeriksa kondisi kesehatan pasangan Ibu. Baru kita akan lihat seberapa peluang dari bayi tabung yang ingin ibu lakukan."

Aku mengangguk kemudian dokter menuliskan resep obat yang harus aku tebus di apotek.

Sorenya aku pulang dari kantor mampir kerumah Mama. Saat aku tiba Mama sedang memasak opor ayam.

"Lho kebetulan banget lho kak, niat Mama mau anterin sayur kerumah Kakak. " Mama mengatakannya setelah aku memeluk Mama dan menciumnya.

"Kakak lagi gak enak badan?"

Aku menggelang.

"Gak Ma, kakak sehat"

"Lesu gitu kak, badan kakak juga kurusan banget. Apasi kak yang dipikirin? Gamau cerita ke Mama aja?" Mama mematikan kompornya kemudian menyerahkan urusan dapur ke Mbok Mirah-Art dirumah Mama. Kemudian Mama menggiringku kearah ruang keluarga.

"Kakak lagi ada masalah?"

Kenapa sih Ibu tuh selalu tau isi hati kita? Mama tuh biar aku sudah berkeluarga masi aja bisa menebak nebak isi hatiku. Kalau aku lagi ada masalah pasti Mama tau. Kalau aku lagi sedih Mama pasti tau.

"Maa... Kakak capek banget"

Mama reflek memelukku. Berulang kali mengecup keningku sambil menenangkanku dengan memberi tepukan hangat dipunggungku.

"Kak, kakak capek gapapa. Kalau kakak ngerasa hidup ini berat gapapa nak. Kadang kita sedih pun butuh validasi dari orang lain. Mama seneng banget kakak mau cerita. Tapi nak, kamu harus tau. Buat sampai ada sampai sekarang kakak udah ngelewatin banyak rintangan yang pasti lebih besar dari masalah kakak ini. Kakak udah keren banget bisa bertahan sampai sekarang. Mama selalu bangga sama kakak. Jadi kak, apapun masalah kakak mama selalu berdoa yang terbaik buat kakak. Kalau memang kakak gamau cerita ke Mama masalah kakak apa, yang penting kakak sudah mau menceritakan isi hati kakak." Aku makin tergugu dihadapan Mama. Mama itu selalu menenangkanku. Cuma sama Mama aku ngerasa bener bener seperti pulang.

"Kakak cuma pengen punya anak, Ma." Aku mengatakan perlahan dengan suara lirih. Ini pertama kali aku secara terang terangan bercerita ke Mama perihal buat hati.

Mama semakin memelukku erat. Tak lagi mengeluarkan suara untuk menenangkanku, kali ini Mama menangis sama tergugunya denganku. Mama menangis hebat, aku sampai melepaskan pelukan kami.

"Ma... aku gak papa. Aku cuma kepikiran aja pengen punya anak." Aku menenangkan Mama, kami berhadap hadapan. Aku bisa melihat air mata membanjiri wajah Mama.

"Ma..., aku beneran gapapa."

Mama perlahan menatapku. "Yang Mama khawatirkan terjadi kak. Selama ini Mama selalu berpikir kakak semakin suram. Seberapa penderitaan kakak menahan beban ini. Seberapa pengen keinganan kakak untuk punya anak. Mama selalu takut kak, Mama takut ngebayangin kakak yang tersiksa sama semua ini. Mama pikir Kakak selalu menahan ini semua, tapi saat kakak cerita rasanya Mama sangat hancur kak. Mama paham betul gimana perasaan kakak. Mama gabisa berbuat apa apa selain bilang ke kakak kalau kakak perlu bersabar. Tapi ini semua gak menenangin kan kak? Maka itu kakak harus tau, Mama akan selalu disisi kakak. Mama temenin. Kita sama sama kak."

Aku mengangguk dan menggenggam tangan Mama.

"Ma, kalau kakak mau ngelakuin program bayi tabung gimana pendapat Mama?"

Mama tak langsung menjawabku. Mama terdiam cukup lama.

"Kakak tahu akibat yang didapat dari program bayi tabung kan kak?"

Aku mengangguk.

"Kakak tahu program bayi tabung bisa gagal?"

Aku mengangguk lagi.

"Kakak udah memikirkan dengan matang?"

Aku tak lagi mengangguk. Sebenernya buatku, aku gamau terburu buru melakukan ini. Aku masih ingin mencoba dengan Ega. Maksudku satu tahun lagi. Kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi pada satu tahun depan kan?

"Mas Ega sama Kakak udah saling sepakat?"

Aku menggeleng. "Ega gak tahu, Ma. Program bayi tabung ini memang baru pemikiran kakak. " dan desakan dari eyang- lanjutku dalam hati.

Aku tahu semua keluarga Ega menantikan cucu pertama mereka. Aku tahu seberapa besar keinginan mereka dan aku berpikir untuk coba mengabulkannya.

"Kak, masalah anak tuh harus keputusan dua belah pihak. Kakak gaboleh pikul masalah ini sendiri. Mas Ega perlu tahu kak, dia perlu tahu beban yang kakak tanggung. Dia juga perlu tahu dan ikut andil dalam ini semua. "

"Nanti aku pasti bilang, Ma." Aku juga harus menceritakan semua masalah ini ke Ega. Gimana sikap keluarganya. Sumpah aku bener bener muak.

































Ntar malem atau besok update lagi. jangan lupa vote xan komen guys. y trims.

Jalan PulangWhere stories live. Discover now