sweet venom 🔞🚩

1.5K 38 10
                                    

DON'T LIKE DON'T READ
TW//CW :
BOYSLOVE
• Boys x Boys
• LGBTQ
• NSFW
• SMUT
• sex scene
• nudes




































































Januar Alda Danangjaya memandangi dengan detail ruangan yang ditempatinya. Setiap sudutnya terlihat indah, pencahayaan ruangan ini juga bagus, penataan ruangannya apalagi. Terlihat mewah dan berkelas. Di otaknya langsung terpikirkan apa pekerjaan yang dilakukan keluarga ini hingga ruang tunggu di rumah mereka terlihat menawan.

Catat, ini hanya ruang tunggunya. Laki-laki itu belum memasuki ruang tamu kediaman Hendrawan. Dia diminta untuk menunggu disini oleh seorang wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai Dinda, asisten pribadi Nyonya Manuella Hendrawan.

Kedatangan Janu di kediaman keluarga Hendrawan tak lain adalah karena rekomendasi dari dokter tempatnya bekerja, Dokter Pradikta. Laki-laki itu merupakan dokter pribadi dari keluarga Hendrawan.

Janu juga terkejut mengapa Dokter Pradikta merekomendasikan dirinya kepada Nyonya Hendrawan, padahal dia belum pernah bekerja sebagai perawat pribadi seseorang. Dia hanya bekerja sebagai asisten Dokter Pradikta di klinik. Janu bahkan baru sekali ini menginjakkan kaki di kediaman Hendrawan.

"Tuan Januar, mari. Saya antarkan Anda bertemu Nyonya Hendrawan." Suara dari Dinda membuyarkan fokusnya mengamati ruangan. Laki-laki itu kemudian berdiri dan mengikuti Dinda. Perempuan itu membawa Janu menuju sebuah ruangan yang lebih besar.

Ada banyak sofa di ruangan itu. Dinda meminta Janu untuk duduk di salah satunya. Laki-laki itu menurut, dia duduk sambil kembali memandangi ruangan itu. Sebuah foto besar yang terpampang di dinding mengalihkan perhatiannya. Sebuah foto biasa ala keluarga cemara. Ada Tuan dan Nyonya Hendrawan beserta 3 anak mereka. Foto itu bukan foto formal, namun anehnya dicetak paling besar diantara lainnya.

Itu pasti Alexis, batin Januar saat memandangi foto itu. Tubuhnya yang sudah cukup besar digendong oleh Tuan Hendrawan, sementara saudaranya yang lain berdiri di sampingnya. Janu memperkirakan usia Alexis sekitar 17 tahun kala foto itu diambil.

"Maaf membuat Anda kembali menunggu, Tuan Januar. Alexis baru saja bangun tidur dan mencariku." Sebuah suara wanita membuyarkan fokus Januar. Laki-laki itu buru-buru berdiri tatkala Nyonya Manuella Hendrawan mengajaknya berjabat tangan.

"Tidak masalah Nyonya, lagipula tidak begitu lama." Janu menanggapi.

Wanita usia 50 tahunan itu tersenyum tipis kemudian menyerahkan dokumen tebal pada Janu. Dokumen itu sebenarnya sudah ada di meja sejak tadi, namun Janu tak berani menyentuhnya.

"Anda adalah rekomendasi dari Dokter Pradikta, saya selalu percaya padanya. Jadi saya harap Anda tidak mengingkari kepercayaan saya. Ini adalah rekam medis dari Alexis. Anda boleh membawanya sebagai arsip. Lalu ini," Wanita itu menunjukkan dokumen lain. "Ini adalah kontrak Anda selama 3 bulan. Jika Alexis menunjukkan kenyamanan, bukan tidak mungkin akan ada perpanjangan kontrak."

Perkataan Nyonya Hendrawan direkam baik-baik oleh Janu. Laki-laki itu mengangguk ketika Nyonya Hendrawan selesai menjelaskan. Aura mengintimidasi wanita itu membuat nyalinya ciut. Lebih menyeramkan dari apa yang Janu kira.

"Boleh saya membaca kontraknya lebih dulu, Nyonya?" Laki-laki itu bertanya dengan lirih. Sedikit ketakutan.

"Tentu. Lebih baik jika Anda juga membaca rekam medis milik Alexis secara teliti supaya Anda mengetahui kondisinya sebagai pertimbangan. Dinda akan menemani Anda disini, saya pamit dulu."

Unfinished StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang