heir to the throne - part 1

975 49 11
                                    

Bunyi decitan rem yang beradu dengan aspal disusul suara bedebum keras dan kaca yang pecah mendominasi pendengaran Edmar. Mobil di belakangnya baru saja mengalami kecelakaan.

Dunianya terasa berhenti. Edmar panik, hingga lupa meminta seseorang memanggil ambulans. Beberapa orang menahan tubuhnya, mencegah pria itu menerjang mendekati mobil yang baru saja remuk itu.

Darah merembes melalui celah mobil. Pemandangan paling mengerikan yang pernah Edmar lihat di depan matanya. Tangis pria itu menggema, menciptakan suasana pilu yang dapat menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

Kemudian Edmar jatuh tak sadarkan diri.

***

Edmar terbangun dengan napas terengah. Tubuhnya dipenuhi peluh. Bahkan setelah 20 tahun, kejadian itu masih menghantuinya. Meninggalkan pria itu dengan ruang kosong dihatinya yang tak akan bisa terisi oleh apapun. Dunianya runtuh saat itu. Istrinya telah meninggalkannya dengan luka yang tak bisa sembuh.

Pria itu bergerak mengambil segelas air yang memang biasa dia siapkan di nakas. Edmar meneguknya dengan rakus, berharap air itu akan menenangkan pikirannya yang kacau. Pikirannya menerawang jauh, meninggalkan realita yang ada. Berandai-andai jika istrinya itu masih disini, mungkin dia tidak akan kebingungan seperti sekarang.

Keluarga Purnama telah mendesaknya untuk segera memutuskan. Sebuah keputusan sulit yang belum dapat Edmar tentukan bahkan hingga 6 bulan berlalu. Keluarga mendiang istrinya itu ingin berpisah, memutuskan akan membatalkan merger yang telah dilakukan 25 tahun lalu antara PT. Cahaya Nusa dengan PT. Gama Industrial.

Tidak adanya penerus yang memiliki darah Purnama dan Tjahjadi jadi alasan utama mengapa keluarga Purnama mengajukan mosi tersebut. Membuat Edmar jadi bimbang dan tidak boleh salah langkah. Merger kedua perusahaan tersebut merupakan cita-cita ayahnya—Mahesa Tjahjadi. Dan Edmar telah berjanji untuk melanggengkan merger tersebut.

Berbagai kemungkinan terburuk telah terpikirkan oleh Edmar, membuatnya makin terpuruk. Sepertinya dia butuh jalan-jalan sebentar. Jadi pria itu memakai bathrobe Versace-nya dan keluar dari kamar.

Manor yang dia tinggali terasa sepi. Hanya beberapa bodyguard yang berjaga di sudut-sudut ruangan. Seorang kepala bodyguard mendekati Edmar.

"Anda butuh sesuatu, Tuan Besar?"

"Tidak. Hanya ingin berkeliling. Lanjutkan saja tugasmu."

"Baik, Tuan." Ucap bodyguard itu sambil menunduk dan kemudian berlalu dari hadapan Edmar.

Pria itu mendekati sebuah kamar yang terlihat menyala. Merasa asing dengannya. Seorang bodyguard yang berjaga di depan kamar itu membungkuk hormat pada Edmar.

"Ada orang di dalam?"

"Ms. Rakhine ada di dalam."

Bodyguard itu kemudian membukakan pintu agar Edmar dapat masuk ke kamar. Pria itu mendapati seorang wanita duduk di atas kursi di tepi brankar. Itu Rakhine, anak angkat keluarga Tjahjadi yang mendedikasikan hidupnya menjadi rich auntie untuk keponakannya.

Rakhine terlihat tengah membuka sebuah buku. Intonasi suaranya terdengar berbeda-beda. Sementara seseorang yang berbaring disana sesekali tertawa mendengar Rakhine yang bercerita.

"Apa dia membangunkanmu lagi, Rakhine?"

Perempuan itu menganggukan kepalanya tanpa menoleh setelah mendengar pertanyaan Edmar. Tidak tampak terkejut dengan kehadiran pria itu. Seolah semuanya adalah rutinitas mereka.

"Tidurlah. Biar aku yang menemaninya."

"Bagus. Kurasa dia juga merindukan ayahnya. Bye, sweetheart."

Unfinished StoriesWhere stories live. Discover now