amigo

633 56 7
                                    

Pagi menuju siang itu Nina yang berusia 8 tahun tengah duduk di tepi lapangan. Di depannya banyak makanan tersaji, namun entah mengapa diantara mereka tidak ada yang makan. Nina hanya memandangi makanan itu.

Lalu entah darimana sebuah bola sepak menghantam kepala perempuan itu. Umumnya dengan tendangan sekeras itu, orang manapun akan menangis bila terkena bolanya. Namun Nina tidak menangis.

Perempuan itu justru balik badan dan memandang laki-laki yang berlari ke arahnya. Laki-laki kurus berkacamata itu kemudian meminta maaf dan menyodorkan sebatang coklat pada Nina.

Coklat itu sudah dimakan sebagian, pun benda itu sudah sedikit meleleh. Kendati demikian, Nina masih menerimanya. Hal itu membuat anak laki-laki tadi tersenyum. Kemudian mereka saling berjabat tangan. Semuanya terasa surreal.

"Nina?" Guncangan di bahunya membuat perempuan itu terbangun. Sial dia tertidur lagi saat perjalanan pulang.

"Udah nyampe?" Tanya Nina pada perempuan disampingnya, Ruby.

"Dari tadi, nyet. Molor mulu sih lo." Ruby kemudian keluar dari mobil. Setelah itu barulah Nina pindah ke kursi pengemudi.

Sebenarnya ini adalah mobilnya, Nina berdalih akan mengantar Ruby pulang supaya dia bisa tidur sebentar. Maklum, dia begadang selama 2 hari dan belum tidur sama sekali demi progress skripsinya.

"Lo beneran mau pulang sendiri? Gue khawatir deh. Nginep di rumah gue dulu aja." Tawar Ruby. Dia jadi tidak tega membiarkan Nina menyetir sendiri, melihat wajah perempuan itu yang mengantuk.

"Makasih deh. Tapi ngga usah. Gue belum packing buat besok lusa." Tolak Nina halus.

"Konseran mulu. Uji normalitas lo tuh kaga normal."

"Sssshhht diam. Jangan bahas skripsi laknat itu di depan muka gue. Alergi." Nina menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Ruby, mencegah perempuan itu bertanya lebih lanjut tentang skripsinya.

"Dah, gue pergi dulu. Salam ke Tante, maaf belum bisa mampir." Kata Nina pada Ruby sebelum menjalankan mobilnya keluar dari cluster tempat perempuan itu tinggal.

Rumahnya dengan Ruby tidak berjarak begitu jauh, hanya sekitar 8 km. Saat perjalanan, Nina tidak bisa fokus. Pikirannya berkelana pada mimpinya yang tadi.

Kejadian itu sudah sekitar 14 tahun yang lalu. Namun Nina masih mengingatnya dengan sangat jelas. Pun wajah bocah laki-laki itu masih tersimpan rapi di memorinya.

Bahkan nama laki-laki itu. Namanya Owen. Teman satu angkatannya ketika SD. Mereka tak pernah satu kelas. Namun setelah kejadian Owen tidak sengaja menendang bola ke arah Nina, mereka berdua jadi mengenal satu sama lain.

Cukup dekat, bahkan ketika laki-laki itu akan pindah, dia berpamitan dengan Nina. Owen juga memberinya nomor ponsel yang bisa dihubungi. Mereka masih intens melakukan SMS hingga keduanya memasuki SMP.

Setelah itu, kabar Owen tidak terdengar kembali. Nina beberapa kali mengiriminya SMS, namun nomor itu sudah bukan lagi milik Owen. Nina bahkan sudah mencari laki-laki itu lewat Facebook dan Instagram, tapi hasilnya nihil. Laki-laki itu macam hilang ditelan bumi.

Dia jadi penasaran bagaimana keadaan Owen. Dimana laki-laki itu tinggal? Apa yang laki-laki itu lakukan? Bagaimana hidupnya? Nina harap laki-laki itu selalu baik dimanapun dia berada.

Napasnya terhembus berat. Sudah bertahun-tahun dan dia masih menyimpan rasa untuk Owen. Laki-laki itu bahkan mungkin sudah tidak mengingatnya. Dasar bodoh.

Lamunan Nina tiba-tiba terhenti saat dia mendengar bunyi gedebruk keras dari samping mobilnya. Sepertinya, mobilnya baru saja ditabrak. Atau dia yang menabrak?

Unfinished StoriesWhere stories live. Discover now