times of our life - part 2

557 40 1
                                    

Jangan kira Zidane tak mengerti tentang semua yang terjadi belakangan. Memang dia tidak tahu bagaimana dirinya bisa berakhir seperti ini, namun Zidane mengingat hampir semua event yang terjadi semenjak dirinya berada di rumah sakit.

Zidane tahu Ibunya telah meninggal. Dan laki-laki berusia 16 tahun itu curiga bahwa dirinyalah penyebab kematian sang Ibu. Zidane juga tahu kakaknya tak lagi berkuliah. Yang dilakukan Naufal tiap harinya adalah melakukan pekerjaan rumah dan mengurusnya.

Pun dengan Ayahnya, pria itu harus merelakan aktivitas lari paginya hilang untuk mengurus keperluan Zidane. Ayah harus memandikannya, mengganti bajunya, juga membuang kotorannya. Pria itu melakukannya setiap pagi sebelum berangkat kerja.

Zidane selalu merasa ingin mati tiap hari. Kondisinya hanya memberatkan sang Ayah dan kakak. Seperti saat ini.

Pagi hari sekali Zidane sudah terbangun karena kondisi rumahnya yang sedikit ribut. Bukan ribut karena teriak kemarahan melainkan kegiatan keluarganya yang menurut Zidane dilakukan terlalu dini.

Dari pintu kamar Ayahnya yang terbuka, dapat Zidane lihat kakaknya mondar-mandir seperti mencari barang. Laki-laki itu kemudian berhenti sejenak untuk memasukkan barang yang dia temukan ke dalam tas jinjing.

Apakah kakaknya akan kembali berkuliah? Zidane bertanya-tanya. Orientasinya tehadap waktu memang sudah kacau. Dia bahkan tak tahu hari ini hari apa.

Di tengah kebingungannya, Ayah kemudian memasuki kamar. Wajah lelah pria itu menyunggingkan senyum tatkala matanya memandang ke arah Zidane yang sudah terbangun.

"Eh, adek sudah bangun. Mandi dulu yuk."

Zidane belum mencerna sepenuhnya ucapan sang Ayah. Pria itu buru-buru membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali bagian kepala. Udara dingin tiba-tiba menyeruak, terasa menikam tubuh Zidane yang kurus dan kaku.

Laki-laki itu beberapa kali melihat tubuhnya dari cermin. Dan dia membenci tubuh malfungsi itu. Zidane tak percaya kakinya yang dulu lincah memainkan berbagai atraksi sepakbola, sekarang sama sekali tak berguna.

Tangannya pun sama saja. Tak berfungsi sebagaimana mestinya. Kedua tangan Zidane terlihat kecil akibat atrofi. Mungkin persendiannya juga sudah mengalami contracture akibat tak pernah digerakkan.

Ayah selalu kesulitan bila akan mengganti bajunya karena kedua tangan Zidane yang menekuk aneh di depan dada. Sungguh, laki-laki itu benci sekali menjadi merepotkan seperti sekarang.

Zidane memilih untuk menutup matanya tatkala sang Ayah mencoba untuk membuka popoknya. Dia merasa malu ketika Ayah melakukan hal itu. Namun bagaimana lagi, Zidane tak bisa pergi ke toilet sendiri jadi dia harus menerimanya.

Laki-laki itu berpikir dia akan dimandikan diatas ranjang seperti biasanya. Namun sang Ayah justru mengangkat tubuh Zidane yang telanjang setelah membersihkan bagian kemaluannya.

Ayah hanya menutup bagian bawah tubuh Zidane dengan handuk. Laki-laki itu tak yakin bagian kemaluannya tertutup sempurna karena Ayah menggendongnya dengan gaya koala. Kedua kaki Zidane yang mengangkang adalah penyebabnya.

Pria itu meletakkan Zidane diatas sebuah kursi yang sudah berada di kamar mandi. Saat Ayah melepas handuk, tubuh Zidane terekspose sempurna.

Kakaknya masuk tak lama kemudian dengan ceret berisi air hangat. Naufal kemudian menuang air hangat tersebut ke dalam ember dan mencampurnya dengan air dari keran yang dingin. Laki-laki itu kemudian memeriksa apakah air cukup hangat.

Setelah dirasa pas, dia mengambil gayung dan menciduk air dari ember. Diguyurkannya air itu ke tubuh Zidane secara perlahan. Sementara Naufal menyiramkan air, Ayah memegangi tubuh Zidane agar tetap tegak dan tidak meluruh.

Unfinished StoriesOnde histórias criam vida. Descubra agora