catastrophe - part 2

799 57 3
                                    

Kama tahu segalanya. Dia menyadari semua, namun dia hanya tak bisa melihat dan mendengarnya dengan baik. Itu saja. Dia tidak buta ataupun tuli. Hanya saja kedua kemampuannya itu berkurang cukup signifikan.

Kama ingin berkata pada ayah dan ibunya kalau dia bisa mendengar mereka cukup baik. Dia ingin memberi tahu keduanya kalau dia dapat melihat mereka juga. Tapi dia tidak bisa. Kemampuannya hanya sebatas ini sekarang.

Laki-laki itu membencinya. Tentu, siapa yang tidak membenci ketika kondisi tubuhnya berubah 180° seperti ini. Kama adalah seorang anak yang sangat aktif dan mandiri. Terjebak dalam tubuh yang tidak mengizinkannya melakukan aktivitas sendiri tentu membuatnya frustrasi.

Dia tak dapat melakukan semua hal sendiri sekarang. Seseorang harus memandikannya, mengganti bajunya, membuang kotorannya, menyuapinya ketika lapar. Kama pasti sangat merepotkan. Belum lagi ketika beberapa tubuhnya mulai dilanda kesakitan karena jarang bergerak, orangtuanya dilanda kepanikan.

Namun Kama mulai menerima semuanya dengan lapang dada. Apalagi ketika orangtuanya memutuskan untuk bermediasi. Keduanya lebih sering berada di rumah untuk mengurusnya. Ibunya bahkan berada di rumah setiap hari sekarang. Mungkin wanita itu sudah resign dari pekerjaannya. Kama merasa sedih karena dia tahu ibunya bekerja keras untuk mencapai posisi ini. Namun tak memungkiri ada suatu bagian dirinya yang merasa senang atas keputusan Ibunya.

Ayah dan Ibunya secara bergantian mengurus Kama. Ayahnya bertugas memandikannya di pagi dan sore hari. Sementara ibunya akan memberinya makan. Ayahnya akan bekerja tak lama setelah tugas mengurus Kama selesai. Dari pagi hingga sore hari, dia akan bersama Ibunya.

Kama akan menghadiri terapi seminggu 3x bersama ibunya pada pukul 10 hingga pukul 14. Setelah itu biasanya dia akan tidur. Ketika tidak menghadiri sesi terapi, Kama dan Ibunya akan melakukan berbagai kegiatan bersama di rumah mereka. Aktivitas favorit keduanya adalah melukis.

Sebenarnya Kama hanya akan menggoreskan kuas sesukanya. Bukan sesukanya, tapi tentu terserah ototnya. Dan ketika tangannya merasa kelelahan, ibunya akan mulai menggambar dengan goresan kuas dari Kama.

Lukisan ibunya sangat cantik. Beliau akan menggunakan warna yang berbeda dengan garis yang dibuat Kama supaya hasil karyanya tetap akan terlihat. Butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikan satu lukisan pada kanvas berukuran 80x100 cm. Kama biasanya akan melihat bagaimana ibunya akan melukiskan sesuatu di kanvas yang telah dia coret. Hasilnya selalu memuaskan bagi Kama.

Ketika weekend, biasanya orangtuanya mengajak Kama berenang. Mereka bahkan membangun sebuah kolam renang berukuran 8x6 meter untuk Kama. Ditujukan untuk kebutuhan terapinya. Namun karena dia lebih sering terapi di pusat rehabilitasi dan tempat itu tentu punya kolam renang, maka dari itu kolam renang di rumah jarang digunakan. Hanya hari-hari tertentu macam weekend atau hari libur lainnya ketika ayahnya sedang tidak bekerja.

Karena hanya ayahnya yang dapat mengangkat tubuh Kama. Ibunya tidak diperbolehkan mengangkatnya karena berat badan mereka memiliki selisih yang tak begitu jauh. Oleh karena itu, akan lebih baik jika Kama berenang bersama ayahnya.

Kama selalu menyukai ketika berdekatan dengan ayahnya. Rasanya aman dan nyaman. Ayahnya itu selalu memiliki cerita yang akan membuat Kama terhibur tiap harinya. Beliau memperlakukan Kama macam kebanyakan ayah pada anak laki-lakinya. Mengajaknya menonton sepakbola, bersepeda, bahkan kegiatan touring yang ayahnya lakukan tiga bulan sekali. Tentu Kama tidak bisa berpartisipasi secara aktif, namun hal itu cukup untuk membuatnya merasa seperti manusia pada umumnya.

Lalu pemberitahuan itu datang tiba-tiba pada suatu pagi yang cerah. Ibunya sedang mengandung. Usia kandungannya bahkan sudah menginjak bulan keempat. Kama merasa sangat bahagia karena dia selalu menginginkan seorang adik. Dirinya hanya terlalu takut untuk meminta pada orangtuanya dulu.

Unfinished StoriesWhere stories live. Discover now