photograph

883 42 2
                                    

Valentino Abiphraya mendengus sebal dalam duduknya. Kalau cuma dia yang ngerjain tugas kayanya namanya bukan kerja kelompok tapi kerja individu. Sementara dua temannya yang lain justru sibuk cekikikan diatas sofa, memangku sebuah album foto.

Eh tapi tenang saja, Val ngga diperbudak kok. Lagian siapa yang berani memperbudak seorang Valentino Jeffreyse Abiphraya, cucu salah satu konglomerat di negeri ini. Eum, mungkin hanya mereka berdua yang berani, Roxanne Dinata dan Lilian Wong.

"Ini nama kalian ngga bakal gue tulis di hasil kerja kelompok."

"Santai dulu sih, Val. Orang deadline tugasnya aja masih satu minggu lagi. Ya nggak, Li?"

"Iya, Val. Lo ambis banget deh. Heran gue. Tinggalin aja tugasnya, nanti gue sama Anne yang lanjutin."

Val mengalah ketika dua temannya yang lain sudah berujar demikian. Kata orang memang jangan berdebat dengan wanita. Jadi, Val memutuskan untuk bergabung dengan mereka di satu-satunya sofa yang ada di ruangan itu. Val akan pamit setelah ini.

Laki-laki itu mengeluarkan handphone. Menelpon sang supir untuk menjemputnya sepuluh menit lagi di rumah Roxanne. Val menunggu sambil memainkan handphone-nya.

"Anne, ini lucu banget sumpah. Adik lo kenapa bisa lucu kaya gini sih?" Ujar Lily, yang memang sedang melihat-lihat album foto milik keluarga Roxanne. Perempuan itu nampaknya gemas dengan adik Roxanne. Maklum, Lily itu anak tunggal.

"Val, lo punya adik ngga?"

Pertanyaan tiba-tiba itu membuat Val mengalihkan pandangannya dari layar handphone. Dia menatap Lily.

"Punya." Ujar Val singkat.

"Ihhh, kok kalian pada punya adik sih?" Gerutu Lily. Dia mencebikkan bibirnya lucu. Membuat Val gemas sedikit.

"Lo aja masih bocah gini, masa mau punya adik."

"Gue udah 16 tahun, bentar lagi dapat KTP. Bukan bocah lagi."

"Bocil." Roxanne menimpali. Membuat Lily semakin sebal. Roxanne dan Val tertawa.

"Btw, mau lihat foto adik lo, boleh?"

Val merotasikan bola matanya. Mencari foto adiknya di galeri ponselnya. Tapi nihil. Tak ada satupun foto adiknya yang berada di galeri ponselnya. Fotonya bersama adiknya pun tidak ada.

"Ngga ada fotonya."

"Lo gimana sih, masa foto adik sendiri gapunya?"

"Ya emang ngga suka foto."

Lily mencebik. Val melengos tidak peduli. Laki-laki itu beralih mengemasi barang-barangnya. Sopirnya sudah menuju rumah Roxanne untuk menjemputnya.

Tak lama kemudian, Val berpamitan pulang. Menyerahkan sisa tugas yang belum dia kerjakan kepada dua perempuan itu. Keduanya mengangguk, mengatakan pada Val untuk berhati-hati di jalan. Val hanya mengeluarkan gestur jempol untuk menanggapi.

Val memasuki mobil yang telah familiar di matanya itu. Sopirnya menyapa, Val hanya tersenyum sebagai respon. Mercedes Benz itu melaju meninggalkan pekarangan rumah Roxanne setelah Val menginstruksikan untuk jalan.

Remaja itu kembali memainkan ponsel. Tapi alih-alih bermain game atau menonton video seperti hari-hari lainnya, Val kembali menelusuri galeri.

Dari 5.658 foto disana, mengapa tidak ada satupun potret dari adiknya? Bukankah mereka telah hidup bersama selama 13 tahun? Val tidak membenci adiknya, tapi dia bukan juga seseorang yang peduli.

Tapi setelah Val telusuri, juga tak ada satupun potret dari keluarganya. Menyedihkan memang.

Oh iya, Val melupakan satu hal. Keluarganya kan malfungsi. Keluarganya terbentuk karena paksaan, Val juga tak yakin kalau dirinya diinginkan oleh kedua orangtuanya.

Unfinished StoriesWhere stories live. Discover now