31. Keajaiban di Pagi Hari

63 16 6
                                    

Minal aidzin wal faidzin, selamat hari raya idul fitri 1444 H. Mohon maaf lahir dan batin 🙏
.

Selamat membaca dan semoga suka. 🍀💙

Asap mengepul dari nasi goreng cabe ijo yang dimasak oleh Bi Na. Menu spesial yang diinginkan Raisa. Sementara di meja makan terdapat menu yang lain. Ada sandwich untuk Sabiru, Roti dan berbagai selai, susu, terlor mata sapi, serta beberapa hidangan lainnya. Para pelayan menata dengan sedemikian rupa agar rapi dan bersih.

"Wahh, sandwich buatan siapa, nih?" tanya Sabiru pada tiga orang pelayan yang ada di ruang makan. Pemuda bermata biru dengan kaos lengan pendek itu melihat satu per satu pelayannya menunggu jawaban.

"Bi Na, Tuan. Beliau yang menyiapkan, semoga Anda menyukainya," jawab seorang pelayan berkaca mata tebal tersebut.

"Oalah, pantesan bentuknya beda. Biasanya segitiga, itu buatan Bu Willy." Sabiru menarik kursi kemudian duduk, seperti kebiasaanya ketika sudah lapar. Kadang ia tidak akan menunggu keluarga yang lain untuk makan bersama. Dilahapnya sandwich tersebut, lalu manggut-manggut menikmatinya.

"Lumayan, enak."

Para pelayan itu menghela napas lega. Syukurlah kalau tuan muda mereka menyukainya. Disela-sela mengunyah, Sabiru melihat seseorang masuk ke dapur, terlihat sekali ia baru saja bangun tidur. Bi Na yang sedang fokus pun refleks mengerjap melihat muka bantal pemuda itu. Yang biasanya beraura dingin, pagi ini terlihat polos sekali.

"Selamat pagi, Tuan Hazza," sapa Bi Na ramah.

Hazza mengangguk, meneguk air yang baru saja diberikan oleh salah seorang pelayan yang peka dengan apa yang dibutuhkan tuannya.

"Buat sarapan udah siap?" tanya Hazza melihat sekeliling dapur. Berbagai menu lainnya sudah siap dihidangkan. Lalu ketika netranya sampai di meja makan, ia geleng-geleng kepala. Melihat Sabiru yang asyik makan di saat kursi lainnya masih kosong.

"Mama seneng banget, deh, kamu akhirnya mau nginep di rumah."

Hazza mengalihkam atensinya begitu Raisa masuk ke dapur. Wanita cantik dengan mata berkaca-kaca itu tampak terharu, mungkin saja senang sebab putranya yang tak pernah mau pulang, tiba-tiba saja dengan senang hati mau menginap di rumah ini. Seperti keajaiban tetapi bukan keajaiban dunia. Lebih tepatnya, keajaiban keluarga Adinaja.

"Ya, lagi mau aja."

"Pasti karena Zira."

Hazza meneguk ludah, soal itu memang iya. Tidak perlu ditanyakan lagi, tetapi Hazza tidak mau jika keberadaannya di sini hanya dinilai karena Zira. Bagaimana pun, Hazza juga bisa rindu pulang dan ingin menyempatkan waktu kumpul bersama keluarganya.

"Gak salah, tapi juga gak terlalu benar. Hazza kangen Mama, makanya pulang."

Bak disambar gulungan ombak di pantai selatan, Raisa menganga mendengar jawaban tak terduga sang putra. Sampai ia bertanya-tanya dalam otaknya, apa Hazza salah makan? Atau mimpi apa dia semalam? Sejak kapan manusia beraura dingin dan pelit bicara itu bisa mengekspresikan perasaannya tanpa canggung?

Raisa menutup bibir dengan tatapan takjub. "Zira's effect, memang luar biasa," katanya sambil menangkup kedua pipi Hazza. Membuat putranya menaikkan satu alis, merasa heran juga aneh.

"Kalau ada kesempatan sebesar ini, gak akan pernah Mama lewatkan. Kamu, harus sering-sering datang ke rumah ini bagaimana pun caranya!" tekadnya berapi-api. Lalu pergi dengan bibir bersenandung riang, seolah baru saja mendapat pernyataan cinta dari manusia sedingin kutub selatan.

***

Zira keluar dari kamar, ia bosan karena belum dibolehkan pergi ke sekolah. Katanya besok saja, hari ini lebih baik ia masih istirahat di rumah. Lagi pula, Raula sendiri yang menyarankan. Zira sampai tak percaya mendengarnya.

Azeera & Brother's StoryHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin