35. Golden Child

1.6K 205 13
                                    

Selama dua ratus lima puluh tahun hidup di dunia, menjadi yang tak terkalahkan. Berjalan sombong melanglang buana sebatang kara dari satu masa ke masa lain, aku mulai memahami apa itu rasa sepi.

Satu-satunya orang yang kucintai meninggal di usia seratus dua puluh tahun. Aku melakukan segala macam cara untuk membuatnya berumur panjang, namun bagaimanapun dia hanya manusia biasa tanpa mana. Tidak apa-apa, aku akan melanjutkan hidup berbekal kenangan manis kami berdua, seperti yang dia inginkan.

Akan tetapi bertahan hidup seratus tahun lebih, setelah kau mencecap arti kebersamaan sangat berbeda dari seorang pengembara yang menyendiri sejak awal. Aku mulai goyah, mudah merasa resah, mencoba mencari teman bicara. Namun ketika mendengar namaku orang-orang selalu menjaga jarak, lebih banyak merasa ketakutan. Sementara orang-orang yang pernah kukenal baik meninggalkanku satu per satu.

Jadilah tepat di hari ulang tahunku yang ke dua ratus lima puluh aku bertekad, ingin memiliki seorang anak. Masalahnya rahimku sudah lama rusak di usia dua belas tahun, ketika aku menghindari takdir sebagai selir. Karena ingin hidup bebas aku menenggak racun penghancur rahim, agar tidak memenuhi syarat masuk istana.

___

Wajah lelah wanita itu tercetak jelas, karena beberapa titik peluh yang memenuhi dahinya. Dia sudah berjalan begitu jauh, dan meskipun sudah mengerahkan tenaga dalam tetap saja tubuhnya berontak ingin disandarkan. Namun dia menghela nafas, dan melanjutkan langkah kembali. Tekadnya sudah bulat, tidak akan berhenti sebelum mendapatkan hasil.

Tempat yang dituju masih begitu jauh, di ujung yang tidak tersentuh. Kabarnya di hulu tempat sungai bulan bermula, sang Dewi dapat mengabulkan segala macam permintaan. Legenda mengatakan Dewi Chang'e meninggalkan pecahan jiwanya di mata air sungai bulan. Sebagai sarana penghubung antara dirinya dengan manusia. Pecahan jiwa itu jugalah yang membuat air sungai bulan selalu bersinar jernih tanpa kenal musim.

Meski kabar itu tidak pernah terbukti kebenarannya, dia tetap bersikeras mencoba. Di dunia ini, dia memiliki kekuatan dan stamina lebih dibandingkan manusia biasa. Jadi dia yakin akan mampu menemukan tempat itu, sesamar apapun petunjuknya. Dia sudah bertekad, apapun harga yang harus dibayar dia akan meminta sang Dewi mengobati rahim dan memberikan benih di dalam tubuhnya.

Setelah melalui berbulan-bulan perjalanan antara hidup dan mati, akhirnya dia sampai di sebuah hutan asing, dimana semua pohonnya berdaun perak. Hutan kecil tersembunyi di tengah hutan lebat penuh pohon raksasa yang selalu basah oleh hujan. Tubuhnya kuyub, kedinginan di luar batas wajar, dan lemas karena kekurangan asupan makanan.

Akhirnya dia hanya mampu bersandar di bawah sebuah pohon kecil, yang berbau kesturi. Dia pun tak bisa menahan godaan untuk menutup mata, saat segaris angin segar menerpa wajahnya. Wanita itu tertidur lelap, meringkuk seperti bayi tak berdaya.

"Bangunlah."

Dia merasa seperti mendengar sebuah suara, entah setelah berapa lama. Di tempat aneh ini, waktu seakan terjeda. Wanita itu pun perlahan membuka mata. Suara gemercik air adalah hal pertama yang masuk di rongga telinganya.

"Apakah ini?" Gumamnya kaget, mendadak tubuhnya merasa segar karena memiliki sebuah harapan. Dengan tergesa dia bangun untuk memeriksa kebenaran dugaan itu.

Sebuah mata air bercahaya keperakan menatap tepat kedua netranya. Seolah bukan dia yang menemukan tempat itu, namun tempat itulah yang memilihnya. Setelah ragu beberapa saat, dengan hati-hati dia menyeka wajah. Bukan rasa dingin yang merayap di kulit, tetapi air itu sungguh hangat dan memberi rasa nyaman.

"Apa yang mengganggu hidupmu, hingga mempertaruhkannya untuk mencari tempat sepi ini?"

"Siapa disana?"

"Mungkin aku adalah dia yang kau cari."

"Dewi Chang'e?"

Sebuah cahaya berpendar muncul dari dasar mata air. Begitu terang, namun tidak menyakiti mata. Dia adalah seorang penyihir besar yang sudah menyaksikan segala macam keajaiban di dunia ini, akan tetapi cahaya itu sungguh jauh lebih indah dari segala hal yang pernah dia dijumpai.

___

"Seperti niat awal, saya meminta pada Dewi Chang'e agar bisa memiliki anak."

"Apa sang Dewi mengabulkannya?" Tanya Xiao Wei Xian tak bisa menahan rasa penasaran. Dia tak mengira di dunia yang ditempatinya ini juga ada seorang Dewi yang ajaib.

"Benar, dengan sebuah bayaran. Sang Dewi tidak ingin manusia memanfaatkan keberadaannya secara semena-mena, karena itu siapapun yang meminta padanya harus memberikan sebuah bayaran sebagai ganti."

"Apa yang anda tawarkan?"

Kini tabib Xiao yang bertanya. Dia juga seorang yang suka mengembara, namun belum pernah menemukan bahkan mendengar legenda mata air bulan. Dia berfikir keajaiban sungai bulan semata-mata hanyalah fenomena alam yang dilebih-lebihkan oleh rakyat. Mengira sungai itu mengandung material tertentu yang belum bisa diidentifikasi, namun tidak berhubungan dengan mitos sang Dewi. Tabib Xiao tidak menyangka dugaannya salah besar.

"Seluruh kemampuan sebagai penyihir, atau dengan kata lain saya bersedia menjadi manusia biasa. Tapi sang Dewi tidak puas dengan tawaran itu, dia hanya mengambil setengah dari kemampuanku, dan menginginkan setengah yang lain digunakan untuk membantu sesama. Mungkin saja, kekuatan ini memiliki sebuah takdir daripada harus hilang begitu saja."

"Untuk membunuhku?" Tukas Xiao Wei Xian terpancing.

"Ya dan tidak. Tuan muda Xiao, saya mohon tolong dengarkan penjelasan saya."

___

Satu tahun telah berlalu sejak pertemuan Yin Hua dengan Dewi Chang'e. Wanita itu kini memilih menetap di sebuah desa kecil tak jauh dari pusat ibukota kerajaan Han. Dia menyamar sebagai seorang peramal, yang bersedia membantu siapa saja tanpa bayaran. Perutnya tampak membesar, sebentar lagi tiba waktunya Yin Hua melahirkan.

Wanita cantik itu begitu bahagia, sebentar lagi dia tidak akan sendiri. Seorang bayi mungil yang cantik dan lucu akan menemani hari-harinya yang membosankan. Dia tak sabar mengubur nama besar penyihir Yin Hua dan hidup sebagai manusia biasa dengan anaknya.

Ketika bersiap menutup selasar sederhana di depan rumah yang biasa dia gunakan untuk menerima tamu, seorang laki-laki tua tiba-tiba datang menyela. Hari sudah hampir gelap, membuat Yin Hua berfikir sepertinya laki-laki tua itu datang dari tempat yang jauh.

"Mohon maaf peramal agung, tolong berikan keringanan pada saya untuk meminta petunjuk!" Orang tua itu berlutut dengan wajah menyedihkan. Dia terlihat kelelahan. Sepertinya orang itu adalah bangsawan, karena pakaian yang dia kenakan terbuat dari bahan yang cukup bagus.

Teringat janjinya pada sang Dewi agar selalu membantu orang lain, Yin Hua mengalah. Dia membuka kembali pintu yang sudah setengah tertutup untuk mempersilahkan tamu terakhir masuk.

___

"Siapa dia?" Suara Xiao Wei Xian kembali menyela, memiliki sebuah nama untuk dicurigai dalam benaknya.

"Li Zheng, seorang licik yang akan menipuku habis-habisan." Jawab Yin Hua, tanpa bisa menyembunyikan emosi. Wanita itu menutup mata sejenak, sambil menghirup nafas panjang. Mencoba menahan kemarahan yang menggelegak dalam dirinya hanya dengan mengingat sosok Li Zheng.

Sementara itu pemuda polos Yin Yuan duduk di kursi paling sudut untuk mendengarkan cerita ibunya. Baru kali ini dia memiliki kesempatan mengetahui asal usulnya dari sang ibu. Selama ini Yin Hua selalu menolak bercerita jika dia bertanya. Ibunya beralasan semakin sedikit hal yang dia ketahui, maka dia akan semakin aman.

"Li Zheng menemui anda?"

"Benar, tabib Xiao, dia meminta tolong pada saya untuk membaca garis jodoh antara dua orang. Seorang perempuan bernama Li Zifei dan laki-laki bernama Han Wang Ji. Li Zheng mengaku sebagai kasim tingkat rendah yang sedang mengemban tugas dari atasan. Sayang sekali saya percaya begitu saja."

___

*Semoga next chapter bisa cepat update. 🥺🥺

Don't Marry Her [S1 End - S2 Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang