40. Sore yang Panas

1.1K 96 6
                                    

Karena terlalu sering dipilin, ujung baju itu kini jadi kusut. Namun si pemakai tidak peduli, seberapa tidak suka dia pada penampilannya, tidak ada yang bisa dilakukan. Perempuan putih kurus itu hanya berusaha memberi persuasi jika keadaannya hari ini jauh lebih baik daripada kemarin.

"Jadilah budak yang baik, mungkin aku akan mengijinkanmu bertemu dengan nya."

Mana bisa dia mampu menolak tawaran menggiurkan semacam itu. Benar, apa pentingnya status atau kedudukan? Tidak ada yang abadi, dia bersedia menukar semua dengan rasa rindu yang tertuntaskan.

"Karena kau adalah pelayan khusus yang dipilih oleh sang ratu, terpaksa aku harus menerimamu!" Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Seorang dayang berusia separuh baya ternyata berdiri tepat di hadapannya.

Sehelai cadar tipis dan pakaian sederhana berbahan murah dapat membuat identitas seseorang berubah? Mungkin benar, karena sekarang dayang tua itu memang tidak mengenalnya sama sekali.

"Terimakasih, nyonya!"

"Sudah pergilah! Kau bisa langsung bergabung dengan pelayan lain untuk merapikan paviliun, aku tidak begitu terbiasa berlama-lama dengan orang baru. Bersihkan area selasar depan dan belakang, ratu dan raja biasa menggunakannya di sore hari."

"Baik, saya undur diri!"

"Pergilah!"

"Ah, tunggu!" Baru beberapa detik, dayang senior itu mengentikan langkahnya yang hendak mengayun.

"Jangan lupa, kau tidak boleh bersuara apapun tanpa izin dari paduka raja dan yang mulia ratu! Apapun yang kau lihat atau dengar, seorang pelayan harus bisa setenang air dan sediam batu!"

"Ba.. baik, nyonya!"

"Min Yao, kau temani anak baru ini! Pastikan dia tidak membuat kesalahan, atau tidak akan ada makan malam untuk kalian berdua!"

Seorang gadis muda bernama Min Yao sedikit berdecak enggan sebelum menjawab, "baik, nyonya!" Dengan langkah setengah terseret dia mendekati anak baru itu.

"Sekarang cepat pergi, lakukan tugas kalian!"

Mereka berdua menundukkan diri sebagai tanda berpamitan secara hormat.

Meskipun sang ratu sendiri yang memasukkan dayang baru itu ke istana, namun sang dayang senior sebenarnya masih ragu. Tidak semua pelayan baru langsung bisa menempati posisi sebagai pelayan paviliun ratu, biasanya mereka akan memulai dari bagian pencuci pakaian, atau peralatan makan. Karena itu hal ini sedikit janggal.

Apalagi, entah mengapa dia merasakan hawa aneh dari sorot mata gadis lurus itu. Seperti orang bingung, atau mungkin, gila? Hmm, tiba-tiba pelayan senior memegang tengkuknya, merinding.

***

Disamping seorang pelayan kecil yang tidak berusaha menyembunyikan mulutnya yang menggerutu, dia berjalan menuju Selasar. Tempat besar dengan nuansa kemerahan yang beberapa tahun lalu sesepi kuburan, namun kini ramai oleh aneka warna bebungaan.

Dia benci tempat ini, yang memberikan bayangan masa lalu, juga kemenangan yang hampir tergapai. Di tempat ini dia pernah menanam sebuah mantra gelap, yang entah bagaimana dapat dikalahkan. Ah, andai saja ayah angkat ratu jadi-jadian itu bukan seorang penyihir penyembuh hebat, tentu kini dia sudah menjadi tuan paviliun ini!

"Heh, jangan melamun! Aku sedang bicara padamu!"

Jelas-jelas pelayan kecil ini jauh lebih muda darinya, tapi nadanya benar-benar tidak sopan!

"Maaf, nona, saya hanya teringat keluarga di desa."

"Hm, kita semua begitu! Ada yang harus ditinggalkan jika ingin memulai langkah baru. Ngomong-ngomong bagaimana kau bisa kenal sang ratu? Dan kenapa kau memakai cadar jelek begini?" Ceracau Ming Yao, gadis kecil itu ingin tahu.

Bạn đã đọc hết các phần đã được đăng tải.

⏰ Cập nhật Lần cuối: Mar 01 ⏰

Thêm truyện này vào Thư viện của bạn để nhận thông báo chương mới!

Don't Marry Her [S1 End - S2 Ongoing]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ