17. Tekadnya

135 42 0
                                    

Pintu dibuka dengan ragu, ia mengintip dari celah yang sempit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Pintu dibuka dengan ragu, ia mengintip dari celah yang sempit. Helaan napas tenang berhembus saat tahu Sunghoon sudah tertidur di kasurnya. Ia berjalan sambil menjinjitkan kaki agar tidak mengeluarkan suara. Taehyun merangkak perlahan dan membaringkan tubuhnya di antara Jake dan Sunghoon. Dia letakkan kepalanya di bantal bersama matanya yang mulai ia pejamkan.

"Dari mana?" tanya Sunghoon dengan nada yang datar.

Dirinya yang memunggungi Sunghoon lantas terbatuk dan matanya melotot. Taehyun berdeham agar suaranya tidak serak. "Dari kamar mandi."

"Oh."

Hanya itu, tapi sudah berhasil membuat jantungnya ingin lepas. Taehyun merutuki dirinya dalam hati yang tidak pandai berbohong. Mau bagaimanapun, Rei sudah memberitahunya bahwa Sunghoon tahu dia bersembunyi di kamarnya. Sekarang Taehyun hanya bisa berdo'a untuk keselamatannya. Terbesit rasa menyesal dalam dirinya, andaikan dia tidak bangun, pasti Sunghoon tidak akan menangkap dirinya.

Hingga esok hari tiba, tak ada yang membahas tentang kejadian kemarin di antara mereka. Hanya Jake yang tidak tahu tentang masalah ini. Sunghoon diam saja, bahkan mengajak ngobrol Taehyun seperti biasanya, seolah kemarin tak terjadi apa-apa. Mereka berdua memutuskan untuk pulang setelah matahari turun, butuh persiapan untuk sekolah esok harinya.

Hari terus berganti, tak terasa dua minggu berlalu. Besok adalah hari di mana mereka akan pergi berlibur. Mereka sibuk berkemas di rumah masing-masing. Saling berbalas chat untuk tahu kebutuhan apa saja yang perlu dibawa. Berbeda dengan Taehyun yang tetap diam sambil memandangi layar ponselnya. Pesan terus berjalan, berbabagai candaan terpampang. Membaca pesan-pesan itu Taehyun tak bisa membayangkan bagaimana esok akan terjadi.

Mereka tak pernah tahu bahwa tujuan Sunghoon untuk berlibur bukanlah yang sebenarnya. Jari-jari itu mulai bergerak, mengetik meskipun ragu. Sepertinya keputusannya untuk tidak ikut adalah yang paling tepat.

"Gue gak mau mati, gue gak mau ikut campur." Dia bergumam dengan mulut bergetar, mengulangnya berkali-kali. Meskipun sekarang dia aman, belum tentu di masa depan tidak terancam. 

Terkirim. Banyak balasan dari teman-temannya yang menanyakan alasannya untuk tidak ikut. satu yang membuatnya salah fokus adalah balasan dari Sunghoon yang memberinya emoticon jari tengah, namun tak lama ia langsung menghapus dan berlasan bahwa pesan itu hanya salah tekan.

Taehyun sadar, Sunghoon melakukan itu dengan sengaja. Ia lantas mengetikkan bahwa dia tak bisa ikut karena sakit. Alasan klasik, tapi memang tak ada lagi yang bisa ia jadikan alasan selain itu. Ponselnya terjaruh, jari jemarinya meremat rambut untuk melampiaskan kekesalan yang tak bisa ia luapkan. "Maaf, maafin gue." Taehyun menangis, dia tak bisa berpikir jernih. Bayang-bayang Sunghoon berputar di kepalanya. Taehyun merasa bersalah pada temannya, dia egois karena memikirkan keselamatannya sendiri.

Dirinya memang tidak mendapat teror, tapi pikirannya terus memaksa untuk membayangkan hal-hal buruk. Sunghoon itu adalah seorang pembunuh, orang terdekatnya saja rela ia bunuh, apa lagi dirinya yang hanya orang baru?

Circle ✓Where stories live. Discover now