12-Kamuflase

60 13 38
                                    

"Apakah Gender Equality dapat menormalisasi seseorang laki-laki yang mandi di kamar mandi perempuan?"

Selepas jam istirahat Milas dan Silvia tidak berbicara satu sama lain lagi, bahkan Milas tidak terlihat sedikit pun melirik ke arah Silvia, nampaknya Milas menepati janjinya kepada Silvia.

Saat pulang sekolah, sebagian orang pulang ke rumah mereka masing-masing. Sebagian lagi, tetap berada di sekolah untuk menjalankan ekskul yang telah mereka pilih dan tekuni. Sementara di sinilah 3 murid paling menyusahkan para guru di SMA Pancasila, mereka sedang berada di gudang belakang sekolah. Mereka ditugaskan oleh para guru untuk membantu Mang Diman mengurus taman sekolah.

Gaby menyirami pot pohon bunga matahari menggunakan Sprinkler.

"Ini perasaan sekolah elite tapi buat nyewa tukang kebon aja sulit!" protes Gaby kesal.

"Sekolah elite, ekonomi sulit," celetuk Novi yang sedang memberikan pupuk-pupuk pada tanaman bunga matahari.

Milas mendengus. "Lo pada kenapa sih ngeluh mulu, nikmatin aja ngapa —" komen Milas sembari memotongi bagian-bagian daun yang telah mengering.

Gaby menekuk wajahnya itu, ia terlihat sangat tidak menyenangkan.

"Nikmatin apanya coba?! Ini harusnya gua udah santuy mantuy sembari maskeran di kamar gua Mil —" keluh Gaby seraya mulai membayangkan dirinya sedang berada di atas kasurnya sembari maskeran.

Gaby lalu membanting Sprinkler yang sudah kosong itu. Ia terlihat begitu muak dengan apa yang sedang ia lakukan saat itu.

"Ini malah gua harus terjebak di sini — Udah kayak tukang kebon gua anjay!" geram Gaby uring-uringan. Ia bahkan berkali-kali menghantam kakinya ke tanah.

Melihat temannya yang uring-uringan, membuat Milas berdecak kesal. Ia kemudian berhenti memotong daun-daun yang telah mengering itu.

"Ck, berisik lo Gab! Tugas lo cuma nyiram-nyiram doang anjir, apa susahnya coba?!"

"Bukan masalah susah atau nggaknya Mil, ini masalah jati diri! Kalo gini terus, gua lama-lama jadi tukang kebon dah!"

"Lo liat noh, Novi — Anteng aja tuh dia!" ujar Milas seraya menunjuk Novi yang sedang asyik sendiri memberikan pupuk pada setiap pot bunga yang ada di kebun belakang sekolah.

Gaby menyipitkan matanya itu, ia memandangi Novi heran. "Udah gua duga," celetuk Gaby kesal. Ia lalu melirik tajam Milas. "Kalian berdua beneran pacaran kan?!"

Milas mendengus kesal. "Ya ampun, masih aja lo Gab!" Milas lalu berjalan menghampiri Gaby dan mulai mencubit-cubit pipinya Gaby.

Milas emang sering begitu, kalo dia udah kesel sama Gaby, keselnya itu seketika berubah menjadi gemes. Dan kalo udah gemes, jalan satu-satunya ya cuma cubitin pipinya Gaby, gak ada cara lain.

"Udah gua bilang, gua gak ada apa-apa sama Novi, iya kan Nov?" ucap Milas seraya kemudian menoleh ke arah Novi.

"Duh... duh — sakit Mil," jerit Gaby kesakitan.

Walau pun pipi Gaby merasa perih-perih dikit, namun biasanya Gaby rela saja dicubit seperti itu oleh Milas, karena dia sadar dia itu resek. Namun apabila Gaby merasa dia tidak salah atau tidak resek sama sekali, pastinya dia akan lawan balik Milas, dengan menjenggut rambut temannya itu.

Baik Gaby mau pun melirik ke arah Novi, mereka berdua menunggu jawaban dari Novi yang malah sedang asyik berkebun.

Lo kata Harvestmoon Nov!

"...," Novi diam tak bergeming. Ia masih asyik dengan mengurus pupuk serta tanaman yang ada di depannya.

Gaby menepis tangan Milas yang sedang mencubit pipinya itu. Ia terlihat sangat kecewa.

Kelas Fir'aunWhere stories live. Discover now