14-Masa La(h)lu

58 17 53
                                    

"Dia selalu ada bersamamu, disetiap napas dan langkahmu. Namun dia juga begitu jauh dan tak dapat kau gapai. Dia bisa menjadi teman terbaikmu, namun disaat yang bersamaan, dia bisa menjadi musuhmu. Dia adalah waktu."

Silvia sedang berbaring terlentang di kasurnya yang berwarna biru itu. Ia memandangi langit-langit kamarnya yang begitu putih dan bersih, tak ada sama sekali debu atau apa pun yang mengotori langit-langit kamarnya itu.

"Untuk apa tuhan ciptaanin gua jika cuma ada penderitaan dan kekecewaan?" pikir Silvia merenungi hidupnya.

Silvia lalu memutar tubuhnya seraya mulai memeluk bantal guling yang tepat berada di sampingnya itu.

"Sebetulnya apa sih yang gua mau di dunia ini —" gumam Silvia membatin. "Seandainya balas dendam gua berhasil, terus apa, apa yang harus gua lakuin?" Silvia menghela panjang napasnya seraya kemudian tertidur lelap.

Itulah rutinitas Silvia pada malam hari sebelum tidur. Ia selalu merenungi hidupnya itu, ia tidak pernah memiliki semangat hidup lagi sejak kejadian 5 tahun lalu. Satu-satunya alasan ia tetap hidup sampai sekarang adalah karena rasa balas dendam yang membara pada dirinya itu, hanya itulah alasan ia bertahan.

Untuk mempelajari alasan Silvia melakukan itu, bagaimana jika kita bermain dengan waktu, dan mundur dahulu ke beberapa tahun belakang, ke tahun di mana Silvia masih mejadi seorang Gadis cantik yang riang.

Bandung, Juni 2011

Hari itu adalah hari pertama Silvia masuk sekolah jenjang SMP. Silvia terlihat begitu bersemangat menjalani hari barunya sebagai siswa dengan seragam putih biru. Dia terlihat begitu bahagia bisa bersekolah sebagai murid SMP.

Silvia bersekolah di SMPA Pelita, salah satu SMP ternama di Bandung. Sekolahnya bagus, fasilitas lengkap, murid-murid di sana pun berisi murid-murid kelas wahid. Orang tua Silvia setidaknya ingin memberikan yang terbaik untuk anak semata wayangnya itu.

Pada hari pertama masuk sekolah, Silvia pergi diantar oleh kedua orang tuanya itu. Meski begitu Silvia tau, orang tuanya tidak bisa berlama-lama mengantarnya karena memiliki tugas yang harus diselesaikan di luar kota.

SMP Pelita begitu ramai, banyak mobil orang tua lalu lalang keluar masuk sekolah pada pagi hari itu. Di depan gerbang sekolah, terlihat Silvia turun dari mobil ayahnya, lalu tak lama kemudian ayah dan ibunya juga ikut turun menemani anaknya itu.

"Kamu beneran gak apa-apa kan tinggal sendiri di Bandung?" tanya ayahnya menatap iba Silvia. Sepertinya ia tidak ingin melepaskan anaknya itu.

Silvia tersenyum lebar, ia lalu menganggukan kepalanya dengan cepat.

"Iya gapapa — lagi pula Silvi gak sendiri, ada bibi An kan —" celetuk Silvia dengan penuh semangat.

Ibunya tersenyum melihat sifat dewasa anaknya itu, ia lalu memeluk hangat anak semata wayangnya itu.

"Ibu sayang banget sama kamu Silvi, jaga diri kamu baik-baik ya selama di sini," ucap sang Ibu seraya memeluk erat Silvia.

"Tenang aja bu, Silvi pasti gak akan ngecewaiin ibu," celetuk Silvai begitu percaya diri.

Ibunya lalu melepas pelukannya itu. Selanjutnya kini giliran Ayahnya yang mengelus-elus rambut anaknya itu.

"Buat ayah bangga sama kamu, jadi yang terbaik, Oke?"

Silvia menarik kedua sisi bibirnya itu. "Okey!" teriak Silvia bersemangat.

Setelah itu ayah dan ibu Silvia pergi meninggalkan anaknya untuk masuk ke sekolah.

Silvia kala itu terpaksa harus pindah dari Jakarta menuju Bandung dikarenakan kerjaan orang tua mereka. Kala itu Silvia dititipkan kepada sang bibi yang bernama Ana.

Kelas Fir'aunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang