35. Tak sengaja menjadi penipu

68 20 1
                                    

#day35

clue

#Rabit : benang jahitannya terlepas, terpisah, terputus, nggak nyambung lagi.

***

Hwa Gi menghubungi nomor Miki beberapa kali tapi tidak diangkat. Dia kini berada di dalam mobil taksi menuju hotel tempat Miki disekap. Hwa Gi mulai khawatir bagaimana nasib Miki saat ini, dia menelpon puluhan kali. "Sial! Pak apa bisa lebih cepat sedikit," pinta Hwa Gi pada sopir taksi. Mengingat perangai Jae Han yang dulu suka membully, Hwa Gi jadi lebih khawatir tentang keadaan Miki. 

"Sumimasen, Tuan, malam ini sedikit macet karena akhir pekan." Sang sopir sedikit membungkukkan badanya untuk meminta maaf.

Mendengar ucapan sopir, Hwa Gi hanya bisa menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, mendesah lelah, tak ada kata untuk membalas ucapan si sopir taksi. 

Hwa Gi juga mengingat kejadian tempo hari awal mereka bertemu, mengapa bisa-bisanya dia tidak mengenali Jae Han. "Mungkin rambut panjang, jambang serta kumis yang lebat itu makanya aku tidak bisa mengenalinya," ucapnya dalam hati. "Ya, memang begitu," lanjut Hwa Gi pelan dan ucapannya didengar oleh sopir taksi.

"Ya? ada apa Tuan?" tanya sopir.

"Ah, tidak ada." sahut Hwa Gi sedikit malu karena ketahuan bergumam sendiri. Akhir-akhir ini Hwa Gi sering melakukan itu, isi otaknya ribut dengan serangkaian pertanyaan namun pada akhirnya dia bergumam sendiri untuk menjawab pertanyaan itu. Apakah ini tanda-tanda awal gejala seseorang mengalami stres berat. Sepertinya Hwa Gi harus meluangkan sedikit waktunya untuk berkeliaran di luar, menyenangkan diri sendiri supaya kewarasannya bisa terjaga.

Dia lantas membuang muka ke arah jendela menatap pejalan kaki di pinggir jalan yang didominasi anak muda, mereka terlihat bersenang-senang satu sama lain. Bukan hanya terkurung di tempat laknat itu menunggu seseorang untuk menanggalkan atau membuat rabit kain oiran miliknya.

Harga diri Hwa Gi memang sudah tidak utuh sejak dilecehkan lima tahun lalu dan ibunya datang untuk menyatukan potongan-potongan kecil kepingan diri Hwa Gi bak menjahit kain yang rabit.

Hwa Gi tidak menampik predikat menyedihkan yang selalu disematkan oleh orang lain untuk menilai kondisi kehidupannya, karena pada kenyataannya itu memang benar adanya, mau mengelak atau pun ditentang pun juga percuma. Terkadang ada masa di mana Hwa Gi merenungi nasib hidupnya, jika sedang terdiam seperti saat ini. Tanpa senyum miris, apa lagi merasa prihatin pada diri sendiri, hanya wajah dingin tanpa ekspresi yang ia tampilkan saat bayangan kelam datang menggelayuti. Ia tak mau membuat hidupnya jadi terlihat semakin menyedihkan dengan terus meratapi keadaan yang sudah ada, ia tidak mau terlihat ingin dikasihani. Dia lebih suka terlihat menakutkan dan sombong pada pelanggan. Hwa Gi senang menjadi nampak tak teraih.

Merenung bosan di dalam mobil, memperhatikan ramainya pejalan kaki dengan tanpa minat berlebihan lalu matanya melihat pertunjukan jalanan dan mobil terhenti di dekat pertunjukan. Orang biasanya menyebutnya busking atau pengamen. Hwa Gi menurunkan kaca jendela mobil, menikmati dan ikut terlarut dalam lantunan merdu suara si penyanyi beserta instrumennya.

Cukup lama mobil berhenti kemudian melaju kembali, Hwa Gi kembali mengambil ponsel lalu menghubungi nomor Miki lagi dan lagi, setelah dering yang ke lima, panggilan itu diangkat tapi bukan suara Miki yang yang menyahut, itu suara seorang pria yang Hwa Gi kenal terdengar berat sedikit serak. 

"Yeoboseo," ujar orang dibalik telepon, dia menggunakan bahasa korea dan orang itu adalah Jae Han.

Mata Hwa Gi membola dan langsung memutus panggilan. Niat Hwa Gi adalah menanyakan kamar berapa Miki berada tapi Hwa Gi sangat terkejut ketika Jae Hanya yang mengangkat teleponnya.

HWA GI-SSI (END)Where stories live. Discover now