[18] Rasa Yang Tak Tertahankan

117 75 321
                                    

Disclaimer
Cerita ini murni dari hasil pemikiran author. Apabila ada kesamaan nama/tokoh, tandanya kita sehati.

Dilarang plagiat.
Terbuka untuk krisar atau penandaan typo.

"Seburuk apapun tulisannya, kalau itu namamu, aku bisa membacanya

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.


"Seburuk apapun tulisannya, kalau itu namamu, aku bisa membacanya."—Hafiz.

...


Prian menyerahkan hasil rapat panitia kepada Hafiz. Sembari menunggu pria itu selesai membacanya, Prian duduk melihat ikan di dalam akuarium.

"Prian, apakah sopan memberi catatan hasil rapat seperti ini?" tanya Hafiz sembari mengangkat selembar kertas HVS dengan tulisan tangan acak-acakan.

"Prina yang mencatatnya."

"Lain kali tulis yang rapi dulu ya. Aku tahu, kalian tidak semiskin ini sampai tidak bisa membeli satu buku khusus untuk laporan panitia."

"Kenapa kamu banyak protes, seperti wanita saja!"

"Ini pelajaran Prian. Jika kamu kerja nanti, kamu akan seperti ini juga? Tidak 'kan."

Prian memicingkan netranya ke arah Hafiz, tentu saja hal itu diabaikan oleh Hafiz. Pria itu memilih lanjut membaca catatan di atas kertas HVS. Meski lumayan kesal setelah ditegur Hafiz, diam-diam Prian memperhatikan Hafiz yang sedang mencatat sesuatu di atas kertas lainnya.

Ingatan Prian kembali pada masa ketika OSPEK dulu. Kala pertama kali dirinya mengenal Hafiz. Pria itu tampak sangat menyebalkan. Selalu terkena masalah dengan teman-temannya—Arrian, Safar dan Danil. Namun cukup disenangi oleh anggota OSIS, membuat para guru jadi mengenal mereka juga.

Hafiz adalah pria yang sedikit pun tidak meninggalkan jejak teladan dan kebaikan dibenak Prian. Semakin Hafiz bertingkah, semakin Prian tidak menyukai Hafiz. Baginya Hafiz itu hanyalah pria pencari perhatian.

Kemudian, hal lain yang membuat Prian tak menyukainya yakni, ketika pria itu dengan beraninya mendatangi Rega dan menyatakan perasaannya.

"Aku menyukaimu, Gapi. Mau jadi pacarku?"

Suara riangnya kala itu penuh dengan kepercayaan diri bahwasanya dirinya akan diterima oleh Rega. Nahas, ketimbang diterima, Rega menolak dirinya dengan kalimat, "Maaf, kita berteman saja ya." Berakhir sampai setahun lebih tak ada tanda-tanda Rega menerima keberadaannya untuk dijadikan teman.

Tak berhenti sampai di sana. Hafiz gencar mendekati Rega tanpa tahu malu. Dirinya terus mengejar Rega seolah di sekitarnya tak ada kehidupan yang memperhatikan kekonyolannya.

Karena tingkahnya itu, nama keluarga yang ia sandang di belakang namanya, tampak tak ada arti. Ketimbang dikenal sebagai seorang pewaris milyader, Hafiz dikenal sebagai jamet kota yang bucinnya sudah tidak tertolong lagi..

Satu Semester Untuk Hatimu [On Going]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon