[28] Senyum Manis Milik Remaja Kecil di Masa Lalu

50 13 84
                                    

Dilarang plagiat.
Plagiat, adalah tindakan kriminal. Dampak negatif, anda bisa viral, malu dan mendapatkan dosa.

Tetap berkarya, meski sepi.
Menerima krisar dan penandaan typo.

Menerima krisar dan penandaan typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Bahagiamu tergantung atas pilihanmu. Bahagiamu berasal dari duniamu sendiri, bukan dari dunia orang lain."—Rega.


...

Prian menandai ceklis di buku catatan kecilnya. Hari Jum'at, waktunya memeriksa persiapan untuk festival. Kakinya melangkah menapaki tiap-tiap kelas tingkat dua yang sudah mendekorasi ruangan mereka berdasarkan sub tema yang ditentukan panitia.

Membuka handphonenya, pria itu melihat laporan di grup mengenai brosur pengenalan sekolah, brosur klub sekolah, dan peta denah sekolah yang sudah siap. Tidak lupa ia kembali mengingatkan sesi konsumsi untuk mengecek pesanan cemilan dan minuman yang akan diletakkan pada stand makanan besok.

Perasaan lega menyelimuti sanubarinya ketika ia merasa telah berhasil menyiapkan acara festival dengan baik. Tak sabar dirinya ingin menampar Hafiz memakai catatan kecilnya. Sedikit menyombongkan diri bahwa kali ini kerjanya luar biasa memuaskan.

"Sudah memasukkan undangan ke sekolah-sekolah? Brosur acara festival sudah disebarkan atau belum?" Bisikan di belakang punggungnya membuat Prian berbalik dan menatap horror ke arah Hafiz yang tersenyum palsu. Prian mengusak rambutnya kasar.

"Sialan! Kenapa selalu saja ada kekurangan!"

"Very well, kamu sudah berusaha keras sampai mengesampingkan kekasihmu yang sedang memaksa Gapi menyuruhmu untuk istirahat. Karena aku memikirkan nasib telinga Gapi, jadi aku sudah meminta Safar dan Marsello mengurusnya. Kamu bisa menemui kekasihmu dulu," ucap Hafiz masih mempertahankan senyum palsunya. Entah hanya perasaan Prian, tetapi ia merasakan bahwa Hafiz terus menekan kata 'kekasihmu'.

Tak mempedulikannya, Prian malah tersenyum senang. Dirinya menitipkan catatan miliknya pada Hafiz, kemudian berlari meninggalkan pria itu. "Dia sebenarnya bisa, tapi tidak ada yang mau membimbingnya," ucap Safar sembari keluar dari balik pintu kelas IPS 1.

"Jadi gimana? Apa aku harus mengambil tawaran ayah, Far?"

"Lah, mana aku tahu. Aku 'kan hanya bawahan. Tapi tuan muda, libur kerja selama satu semester lumayan juga deh. Bisa PDKT secara ugal-ugalan," jawab Safar sembari berbisik dengan nada penuh godaan.

Hafiz mengusap dagunya sembari menganggukkan kepalanya, memikirkan bahwasanya apa yang dikatakan Safar ada benarnya. Membayangkan ia bisa menghabiskan waktu satu semester penuh untuk mendekati Rega, membuat hati Hafiz tergelitik senang.

Satu Semester Untuk Hatimu [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang