1 # Kata Yang Terucap

863 132 30
                                    

Sebelum baca, saya mau ngasih sedikit pengumuman.

Cerita ini saya usahakan bakalan saya update bergantian dengan cerita 'Sang Pewaris'. Kalau sempat, updatenya dua hari sekali. Tapi, kalau vote dan komennya banyak, saya usahakan updatenya sehari sekali (bergantian dengan cerita 'Sang Pewaris'. Makin banyak vote dan komennya, maka saya bisa semakin semangat lagi nulisnya.

Cerita ini hanya sekedar fiksi. Hasil dari pemikiran saya yang kadang suka melantur kemana-mana. Makanya selama ini saya nggak pernah nyebutin tempat ataupun lokasi pasti dalam setiap cerita yang saya tulis.

Semoga cerita yang berasal dari pemikiran saya ini bisa diterima dan makin banyak pembacanya.

Cerita di bab-bab awal ini diambil sebelum Aiman ketemu dengan Camelia. Jadi, ini sebelum kejadian dimana Faiz mulai berubah sikapnya.

Segitu aja sedikit pengumuman dari saya. Selamat membaca dan jangan lupa untuk selalu memberikan vote dan juga komentarnya.

🌸🌸🌸

Gadis kecil berusia tiga belas tahun itu menatap sekumpulan anak-anak berusia sama seperti dirinya yang sedang bermain tak jauh dari rumahnya. Sepasang matanya yang jernih tampak mengandung kesedihan kala melihat senyum serta tawa di bibir mereka.

Apa salahnya sampai mereka semua menjauhinya. Apakah karena ayahnya meninggal tepat setelah ia dilahirkan dan ibunya langsung pergi serta tak pernah sekali pun datang menemuinya merupakan kesalahannya? Tidak memiliki ayah dan tidak adanya sosok seorang ibu yang memperhatikan adalah sebuah dosa?

Tidak pernah sekali pun gadis kecil itu menyesali kelahirannya. Meski pertanyaan-pertanyaan tersebut terus memenuhi benaknya, gadis itu tidak pernah berputus asa. Karena, walau pun tidak ada orang tua yang memperhatikan serta menyayangi, setidaknya ia masih memiliki seorang nenek yang selalu memberikan pelukan hangat tiap kali ia bersedih.

Tapi tetap saja kesedihan karena dijauhi serta dianggap pembawa sial oleh teman-teman sebaya dan juga penduduk di desanya itu membuatnya merasa sedih.

Sejak mulai mengerti mengenai segala situasi yang dialaminya, gadis itu lebih memilih berdiam diri di dalam rumahnya yang sederhana ketimbang harus mendengar perkataan yang menyakitkan baginya.

Karena masalah perekonomian, gadis itu pun harus berbesar hati dengan hanya bisa menamatkan pendidikan dasarnya saja. Di kala anak-anak seusia dirinya memakai pakaian berwarna putih biru, gadis itu hanya bisa mengintip dari balik jendela sembari membayangkan dirinya juga bisa seperti mereka.

Harapan yang mungkin terlalu tinggi. Hingga gadis itu akhirnya hanya bisa tersenyum sedih sambil memandangi beberapa anak yang sedang bermain itu dari teras rumahnya.

"Ngapaian duduk sendirian di sini, nak?"

Suara halus nan lembut tersebut membuat gadis itu segera menghilangkan senyum kesedihan dari bibirnya. Begitu menoleh, gadis itu telah mampu menampilkan senyum cerah saat memandangi neneknya yang sudah begitu renta.

Warna hitam rambut yang telah sepenuhnya memutih membuat gadis itu merasakan sengatan kepedihan dalam hatinya.

Bagaimana jika neneknya sudah tidak ada lagi?

Apakah ia bisa menjalani hidupnya seorang diri?

Selama ini, untuk menyambung hidup, gadis itu dan juga neneknya mengandalkan sepetak tanah yang tak seberapa luas di belakang rumah. Berbagai sayur dan juga tanaman lainnya bisa menjadi lauk untuk mereka. Sementara untuk beras, masih ada beberapa tetangga yang berbaik hati membantu mereka.

Selamanya [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang