20 # Saling Mengukur Kekuatan

364 82 38
                                    

100 vote
43+ komentar

Catatan : kalau seenggaknya jumlah komennya melebihi target, nanti sore saya akan publish satu bab lagi.
                                                                           
🌸🌸🌸
                                                                           
Faiz tidak menyangka jika hari ini akan segera tiba. Baru lewat satu hari sejak kepulangannya dari desa dimana Aiyana dibesarkan, Faiz yang belum mempersiapkan diri malah dikejutkan dengan kedatangan Haidar Aziz, yang kali ini datang dengan membawa asistennya dan senyum di bibirnya malah tidak sampai ke matanya.

Sungguh, bukannya Faiz merasa takut dengan kehadiran pria yang lebih tua beberapa tahun darinya itu. Hanya saja, Faiz belum menemukan cara untuk mencegah Haidar Aziz mengambil Aiyana darinya bila pria itu berniat melakukannya.

Ketika di waktu hampir menjelang tengah hari seperti ini, Faiz yang tadinya berniat menemui salah satu rekan bisnisnya terpaksa harus membatalkan niatnya tersebut.

Setelah mempersilahkan tamu yang tak diduga kehadirannya itu masuk, Faiz langsung mengarahkannya ke sofa dan mengambil posisi duduk yang saling berhadap-hadapan dengannya. Sementara untuk Septian Sabil, pria itu malah berdiri di samping Abyan di depan meja kerjanya, dimana Abyan tadi sedang membaca laporan yang perlu ia ketahui.

Posisi berdiri Septian Sabil yang tak biasa tersebut tentu saja membuat Faiz mengerutkan kening melihatnya.

Melihat betapa sikap Septian sabil seolah hendak mengamankan posisi Abyan agar Abyan tak bisa bergerak bila terjadi sesuatu padanya, pada akhirnya membuat Faiz menghela napas panjang tak kentara seraya mengarahkan lagi pandangan ke arah pria yang duduk di hadapannya.

Pria beraura mengintimidasi yang duduk di hadapan Faiz sekarang duduk dengan begitu tenang. Menggunakan kemeja berwarna putih tanpa adanya dasi yang terpasang di kerah serta dilengkapi dengan jaket kulit berwarna hitam yang menutupi kemejanya membuat Faiz seakan merasakan sedang berhadapan dengan seseorang yang siap mengarahkan tinju padanya.

Pemikiran yang terlintas di benak Faiz tersebut tentu saja terdengar tidak masuk akal. Selain karena Haidar Aziz dikenal sebagai seseorang yang selalu berpembawaan tenang, pria itu pastinya tidak akan bertindak gegabah dengan menyerangnya di wilayah kekuasaannya seperti ini.

"Apakah anda bersedia mendengar sedikit cerita dongeng dari saya?"

Pertanyaan yang diucapkan dengan nada tenang namun kilat di matanya yang begitu tajam saat menghunus tepat ke arahnya, menimbulkan sedikit gelenyar rasa takut dalam diri Faiz.

Namun karena tak enak membiarkan tamunya merasa diabaikan, Faiz menenangkan diri dan segera berkata, "Silahkan."

Sebelum bercerita, Haidar Aziz yang duduk santai dengan menyandarkan punggungnya itu menoleh sekilas ke arah asistennya yang sudah mengambil posisi yang tepat. Setelah itu, Haidar Aziz kembali menatap pria yang duduk di hadapannya dan kemudian bercerita, "Dulu, terdapat sebuah keluarga yang meskipun menjalani hidup yang sederhana, namun mereka merasa bahagia. Ada suami yang memanjakan anak dan istrinya, ada putra sulung yang begitu menyayangi kedua orang tuanya, dan juga ada seorang istri yang sedang mengandung anak keduanya

Jeda sejenak dalam cerita tersebut, dimanfaatkan Faiz untuk mulai menelaan tiap kata dari cerita yang coba disampaikan oleh Haidar Aziz padanya. Meski baru permulaan, namun Faiz sudah bisa menebak bahwa cerita tersebut merupakan cerita mengenai nenek Aiyana di dalamnya.

"Hari-hari yang mereka lalui selalu dipenuhi senyuman. Sampai suatu hari, adik sepupu dari perempuan yang sedang mengandung anak keduanya itu tanpa diduga datang menemuinya secara diam-diam. Walau pun sudah beberapa tahun tidak pernah bertemu dan hanya saling mengirim kabar melalui surat, tapi kedekatan hubungan mereka membuat kedua perempuan itu tak segan untuk menceritakan setiap masalah yang mereka hadapi

Selamanya [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang