11 # Tak Bisa Memutar Kembali

294 76 31
                                    

Oke ya, mulai bab ini, kalian bakalan mulai ngeliat perubahan abang Faiz.

Juga, mulai bab ini, saya bakalan update jika targetnya sudah benar-benar terpenuhi saja. Dan misalkan belum, saya bakalan luangin waktu buat nulis cerita yg lain aja dulu.

Target untuk bab ini;
100+ vote
35+ komentar

Selamat membaca dan semoga di bab ini rasa kesal dan juga marah kalian kepada Faiz bisa sedikit berkurang.
                                                                        
🌸🌸🌸
                                                                        
Entah sudah berapa lama Faiz berdiri di bawah pancuran kamar mandinya. Yang Faiz tahu hanyalah ketika keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan sebuah handuk yang melingkar di pinggang, kulit di jari jemarinya tampak mengeriput dan terlihat sedikit memucat.

Helaan napas yang Faiz ambil terdengar berat. Bahkan setelah berdiri begitu lama mengguyur kepalanya dengan air yang dingin, Faiz tetap tak bisa menghilangkan bayangan dimana punggung rapuh yang membelakanginya serta bahu-bahu kurus yang terdapat bekas cengkraman tangan serta gigitannya terlihat begitu menyedihkan di penglihatannya.

Faiz ingin mengutuk dan memaki serta merajam tubuhnya sendiri karena amarah yang telah membutakannya ternyata telah membuatnya melakukan tindakan yang sangat tak berbelas kasihan tersebut.

Masih segar dalam ingatan Faiz, pada saat terlonjak bangun pagi-pagi buta tadi, Faiz menyadari udara dingin menyentuh kulitnya langsung teringat apa yang telah dilakukannya kemarin malam. Sontak hal tersebut membuat Faiz menoleh. Pemandangan bahu ringkih dan tampak menggigil itu terasa jauh menyiksa baginya ketimbang mengingat air mata ibunya di dalam mimpinya.

Tangannya telah terulur untuk menggapai bahu tersebut terpaksa ditariknya kembali karena takut si pemilik bahu rapuh tersebut akan semakin membenci dirinya.

Karena itu, Faiz segera berdiri. Walau menyadari jika tubuh rapuh tersebut tampak bergser, yang menandakan jika si pemilik tubuh rapuh itu sudah bangun, Faiz berpura-pura tak menyadarinya.

Setelah mengenakan lagi celananya, Faiz terburu-buru melangkah ke kamarnya dan kemudian kembali lagi dengan membawa serta selimut tebal di tangannya.

Ragu serta takut membuat si pemilik tubuh rapuh itu meronta, Faiz sempat terdiam beberapa menit lamanya di dekat tubuh rapuh itu berbaring miring. Kemudian, karena merasakan jantungnya berdenyut menyakitkan kala melihat bekas gigitan yang membiru di bahu kurus tersebut, Faiz membuang keraguannya dan segera menyelimuti tubuh telanjang tersebut dengan menggunakan selimut yang tadi dibawanya.

Setelahnya, butuh waktu beberapa menit lamanya untuk Faiz memikirkan apa yang harus dilakukannya. Sehingga, ketika memikirkan waktu yang terus bergerak, Faiz kemudian memutar badan dan melangkah menuju kamar yang ditempati oleh bik Minah.

Faiz masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana ekspresi wanita paruh baya yang sudah lama bekerja padanya itu ketika melihat Aiyana yang hanya dibalut selimut.

Walau tak ada satu kata pun yang bik Minah ucapkan kala membantu Aiyana bangkit dan memapahnya menuju kamar, sinar kesedihan di kedua mata paruh baya itu semakin menambah denyut menyakitkan di jantungnya.

"Pak... "

Suara tersebut menyadarkan Faiz dari lamunannya. Karena melamun, Faiz tidak sadar jika dirinya telah berdiri cukup lama di tengah-tengah kamar tidurnya.

Hanya dengan sekilas menoleh untuk melihat apakah Abyan atau Alfarizqi yang tadi memanggil namanya.

Namun, begitu melihat bahwa Alfarizqi yang berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka, Faiz mengembuskan napas perlahan karena menyadari bahwa tangan kanannya itu pastinya sudah mengetahui apa yang terjadi.

Selamanya [ON GOING]Where stories live. Discover now