12 # Memikirkan Langkah

267 75 38
                                    

Nggak pa-pa deh meski targetnya belum terpenuhi, saya publish bab ini. Saya lagi rajin soalnya 😁😁😊

Oh iya, sebelum baca, saya mau nanya dikit. Kira-kira, kalian pada sanggup atau nggak baca cerita yang isinya lebih dari 50 part? Soalnya saya khawatir kalau cerita ini mungkin baru bisa selesai di atas bab 50.

Tapi, kalau kalian nggak sanggup, saya akan usahakan untuk mempersingkatnya, walau mungkin akan terasa ada yang kurang nanti.

Juga saya mau kasih tau. Sebelum baca, jangan lupa tekan tanda bintangnya. Lalu, sambil baca, selipkan juga komentarnya. Biar targetnya bisa terpenuhi. Targetnya nggak banyak kok. Jadi seharusnya nggak sulit untuk memenuhinya.

Target untuk bab ini;
100+ vote
35+ komentar

Selamat membaca dan sampai ketemu lagi besok, dengan kalau targetnya sudah terpenuhi.
                                                                     
🌸🌸🌸
                                                                     
"Nggak nyangka Faiz ternyata bisa sebuas itu. Ternyata di balik sikapnya yang tenang, terkurung hewan buas yang siap menerkam bila ada yang berani mengusiknya."

Faiz berpura-pura tuli. Ocehan Kaiven yang memang dikenal paling usil diantara mereka berempat membuat Faiz memilih menghembuskan napas dan hanya menatap kedua sahabatnya yang lain.

Di halaman belakang rumah Andi, dimana mereka biasa akan berkumpul di akhir pekan, sembari menunggu menu makan malam selesai disiapkan, Faiz terus mengambil sikap bak patung dan membiarkan Kaiven terus mengoceh tanpa ada satu pun orang yang berniat menimpalinya.

"Berarti, yang benar-benar bisa menjadi dirinya dengan baik cuma Aiman dan Andi dong, ya? Mereka-mereka yang masih perjaka kalah jauh bila dibandingkan dengan kit... "

"Siapa bilang kalau aku masih perjaka?" Andi yang tak tahan berdiam diri menimpali. Saat dilihatnya ekspresi melongo Kaiven yang bagaikan orang dungu, Andi mendengus dan kembali berkata, "Memangnya kau pikir selama ini aku pacaran cuma pegangan tangan sama pelukan aja, hah? Aku itu nggak sesuci Aiman. Bila pacarku membuka pakaiannya langsung di depanku, sudah pasti aku nggak akan mengabaikannya begitu saja."

Kontan pelongokan Kaiven semakin membuatnya terlihat bodoh. Tatapan penuh ketidak-percayaannya diarahkannya secara bergantian kepada Aiman dan juga Faiz yang duduk di kursi di hadapannya. "Kalian tau hal itu?" tanyanya dengan tatapan tak percaya.

Serentak baik Faiz maupun Aiman memberikan anggukkan. Tatapan seperti orang yang dikhianati yang diarahkan Kaiven pada mereka malah disikapi mereka dengan sikap tak peduli. Sehingga, Kaiven terpaksa harus kembali mengarahkan pandangannya kepada Andi dan menanyakan, "Kau menceritakan hal itu pada mereka tapi nggak pernah mau berbagi kisahmu itu denganku?"

"Malas... " Andi menyahut dengan sikap tak peduli. Punggungnya ia sandarkan di kursi yang ia duduki seraya kembali berkata, "Mulut embermu itu membuatku nggak mau berbagi kisahku denganmu. Dari pada terus digoda olehmu, aku lebih memilih menceritakan hal itu dengan mereka dan meminta mereka untuk merahasiakannya."

"Sungguh tega... " Kaiven bersikap dramatis. Posisi duduk mereka yang melingkar dengan adanya sebuah meja kayu berukuran cukup besar yang berada di tengah-tengah membuatnya bisa lebih leluasa mengarahkan pandangan kepada seluruh sahabatnya. "Kalian benar-benar tega. Pada saat aku nggak pernah sekali pun menyimpan rahasiaku dari kalian, kalian malah merahasiakan hal sepenting ini dariku." ujarnya dengan ekspresi sakit hati.

"Apanya yang begitu penting dari hal itu?" Andi bertanya jengah.

"Pengalaman pertamamu dalam berhubungan intim sudah pasti penting." Kaiven segera menimpali. "Kau yang selalu bersikap bak malaikat hingga banyak sahabat orang tuamu yang berniat menjodohkan anak mereka denganmu menjadi tertipu karenanya. Karena itu, jika aku tau kalau ternyata kau nggak sesuci itu, maka aku bisa dengan lantang mengatakan kepada para orang itu bahwa malaikat yang mereka agungkan tidaklah seperti yang mereka bayangkan." ujar Kaiven kemudian dengan nada yang menggebu-gebu.

Selamanya [ON GOING]Where stories live. Discover now