23 # Meragui Cinta

337 82 35
                                    

100 vote
39+ komentar
                                                                          
🌸🌸🌸
                                                                          
Hari ini adalah tepat hari ke seminggu dimana Gunanta tidak bisa lagi tidur nyenyak. Tiap malam, Gunanta hanya bisa terus melamun sambil terus menatap langit-langit kamar dengan pandangan yang menerawang jauh.

Dan di kala sore hari seperti ini, pada waktu sang surya sudah mulai bergeser untuk kembali ke peraduan, Gunanta biasanya duduk di teras samping rumahnya sambil memandangi beberapa pohon rindang yang ditanam di halaman samping rumahnya demi untuk mengalihkan pikirannya yang akhir-akhir ini semakin sulit untuk bisa ia tenangkan.

Tidak tahu apa alasannya, beberapa waktu belakangan ini Gunanta selalu merasa ada yang berbeda dengan istrinya. Tak hanya sikapnya saja yang berubah, bahkan istrinya juga memiliki kebiasaan yang selama ini tak pernah dilihatnya.

Dimulai dari sering memakan makanan yang bahkan selama ini tidal pernah disentuh, sampai dengan beberapa kali Gunanta pernah melihat istrinya itu muntah-muntah hebat, yang membuatnya terduduk lemah di lantai setelahnya.

Gunanta sebenarnya tidak ingin membesarkan harapan. Di usianya yang sudah setua ini, Gunanta sendiri meragukan jika dirinya masih bisa membuat istrinya hamil. Tapi, gejala aneh yang terjadi pada istrinya, mau tak mau menimbulkan harapan di hatinya. Dimana harapan akan hadirnya buah hati, yang nantinya akan semakin mempererat hubungan antara dirinya dengan Arini.

Namun, beriringan dengan munculnya harapan akan hadirnya seorang anak yang nanti tidak akan memperlakukannya dengan begitu buruk, muncul pula keraguan dalam diri Gunanta.

Mengingat perkataan Arini yang mengatakan bahwa Gunanta tidak pernah lagi bisa memberikan kepuasaan padanya, berbagai pikiran negatif seketika memenuhi ruang kepalanya. Sehingga sekarang ini, Gunanta merasa takut untuk mencari tahu mengenai apakah Arini sedang mengandung ataukah tidak.

"Pak... "

Suara bernada hormat yang memanggilnya itu membuat Gunanta menghela napas panjang. Setelah berhasil menenangkan diri, Gunanta pun menoleh dan langsung berhadapan dengan satu-satunya orang di perusahaan yang masih setia padanya.

Arif Gusman, pria yang usianya hanya dua tahun lebih muda darinya itu sudah sangat lama bekerja sebagai asistennya. Sehingga, hanya kepadanya saja Gunanta bisa mengeluhkan segala gunda di hatinya serta mencari tahu mengenai situasi yang ada di perusahaan.

"Tumben kamu sore-sore begini datang ke sini, Rif?" tanya Gunanta yang melalui isyarat gerakan tangan meminta Arif untuk duduk di kursi kosong sebelahnya. "Memangnya kamu nggak takut dicari istri dan juga anakmu?" tanyanya lagi dengan nada bercanda.

Senyum tipis terbentuk di bibir pria yang rambutnya mulai tampak sedikit memutih itu. "Sebelum ke sini, saya sudah menelpon istri saya, pak. Karena ada urusan mendesak yang harus saya sampaikan, maka saya merasa harus menemui bapak dulu sebelum pulang." ujarnya dengan nada sopan.

"Hal mendesak apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya Gunanta yang tak ingin membuang waktu serta menghambat kepulangan asistennya itu.

"Mengenai tuan Faiz... "

Begitu nama putra yang sangat membencinya itu disebutkan, Gunanta langsung menggeretakkan gigi. Kemarahan serta kekesalannya kepada anak yang tidak tahu membalas budi itu membuat hatinya panas, bahkan sebelum Arif sempat meneruskan perkataannya.

Meski pun begitu, tak ayal Gunanta juga merasa penasaran. Dengan menekan kuat rasa marah yang memenuhi dalam dada, Gunanta bertanya, "Memangnya ada hal penting mengenai anak durhaka itu yang mau kamu sampaikan?"

Selamanya [ON GOING]Where stories live. Discover now