SAGAMA 37

213 10 0
                                    












37; MERUBAH
ALUR


















***






Satu persatu orang-orang keluar dari sana, Hana melemas di tanah, petugas ambulan memberikan pertolongan pertama dengan menyuruh Hana menghirup tabung oksigen. Sesekali mereka membersihkan wajahnya dengan air, menghalau bom asap agar tidak menginfeksi mata.

Saat berada di dalam, boleh saja Hana seperti kebal terhadap rasa sakit, terlalu banyak pikiran memikirkan cara untuk keluar dari sana. Namun, sekarang dari ujung kepala sampai ujung kaki rasa seperti baru jatuh dari gedung puluhan lantai, remuk. Terutama pada bagian perut yang Jawed pukul.

Hampir saja Hana terpejam, namun sebelum itu suara seseorang lebih dulu membuatnya mendongak, Hutomo. Laki-laki yang baru keluar dari sana itu berlari kearah mobil pemadam, menarik sebuah tangga darurat lalu kembali ke sana.

Petugas ambulan yang menanganinya berujar. “Salah satu cowok ditemukan tak sadarkan diri, kondisinya kritis.”


Deg!


“Sagama...”

Pemikirannya otomatis mengarah ke sana, ke kondisi Sagama. Seketika jantung Hana berdetak dua kali lipat, tanpa memperdulikan kakinya yang terlampau lemas, Hana berjalan mendekati Hutomo meremas kaos lusuh laki-laki itu seraya terus menghalau air matanya yang mengalir.

“It's okay, suami Lo pasti baik-baik saja. Ada Bang Jeff lagian.” Hutomo menepuk pundaknya beberapa, menumpu tubuh Hana yang seolah kehilangan tenaga.

Tak berselang lama, Jeffrey keluar dengan Sagama yang ada di belakang punggungnya, tak sadarkan diri. Hana beranjak dari tubuh Hutomo meraba mata terpejam Sagama, berharap wajah itu kembali menunjukkan cengiran nyebelin andalannya.

“Bawa ke ambulan, dia kehilangan banyak darah.” Jeffrey mengangguk, tersenyum tipis kearah adeknya lalu berlalu begitu saja.

Dalam sedetik, wajah pucat Sagama menghilang dari pandangannya. Hana menunduk, merasa kehilangan.
Dia diam kala tubuhnya berasa di gendong Hutomo, memasukannya ke dalam mobil ambulan yang sama.

Sesampainya di rumah sakit, mobil yang membawa Sagama lebih dulu di kerumuni dokter. Hana ikut keluar menyaksikan, sayangnya dia tidak di perbolehkan mendekat.

“Hana!” Yang di panggil menoleh, tubuhnya langsung di dekap oleh kedua perempuan kesayangannya, Mommy dan Bunda. “Mommy sama Bunda udah lihat kondisi Sagama, syukur kalian masih selamat.”

“S-sagama, Bun. Suami Hana, dia luka gara-gara nyelametin Hana.”

“Ssst! Dokter pasti akan melakukan yang terbaik, kita berdoa saja.”

Hana mengangguk. Mereka duduk di ruang tunggu, berharap-harap cemas mendoakan yang terbaik untuk kesembuhan Sagama. Sekitar dua jaman, kamar UGD yang di tempati masih tertutup, entah kenapa Hana dari tadi memegangi area perut.

“Ada yang sakit, Han? Mau Mom antar ke dokter, sebaiknya kamu juga harus di obati deh, ya? Hutomo sama Jeffrey juga dari sana, giliran Hana. Yuk?”

“Aku gak papa, Mom.” Hana kembali menatap pintu. Dengan keringat dingin di pelipis, tangannya tanpa sadar kembali meremat area perut.

Bruk


Seketika tempat tunggu itu riuh dengan Hana yang tiba-tiba saja ambruk di lantai, tidak tahu apa yang terjadi gadis itu meringkuk merasakan sakit di bagian perut dalamnya.

SAGAMA √Where stories live. Discover now